3.Rumah

44 14 2
                                    

•Swastamita•

BUDAYAKAN FOLLOW AKUN AUTHOR SEBELUM MEMBACA...

JANGAN MAGER BUAT PENCET LOGO BINTANG DIBAWAH DAN BERKOMENTAR LAH...

JANGAN MAGER BUAT PENCET LOGO BINTANG DIBAWAH DAN BERKOMENTAR LAH

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Terkadang mata jauh lebih banyak bercerita dari pada mulut"

~Almaira Zeline Jovanka

"Almaira Zeline Jovanka. Gue pamit dulu ya. Assalamualaikum" ujar gue langsung lari ke arah motor.

"Waalaikumsalam. Terimakasih pertolongannya Zeline" ujar Shaka.
————————————————————

"Assalamualaikum" gadis itu pulang dengan sedikit rasa takut yang terus menyelimuti dirinya. Dia membuka pintu perlahan, rumahnya memang besar tapi itu cuman bangunan bukan rumah yang dia diimpikan.

Malam. Dia pulang malam karena baru menyelesaikan tugas kelompok dari sekolahnya dirumah Allisya. Dia menatap kedalam rumah itu gelap, gelap sekali tanpa ada sedikit penerangan tapi dapat dirasakaan sudah ada yang menunggu didalam sana.

Zeline mengehela nafas pelan. "Gak papa ini konsekuensinya" gumannya lalu melangkah masuk kedalam rumah itu.

Zeline tinggal dengan Papa, Abangnya dan dia sendiri. Semenjak Zeline dibawa kerumah ini papanya langsung meninggalkan rumah pulang-pulang hanya menganiaya dan meluapkan emosi kepada Zeline. Tapi hari ini abangnya masih diluar kota tidak ada yang akan menolongnya dari amukan papa.

"Pa-papa disinikan?" tanyanya sambil terus berjalan masuk, tanpa aba-aba tubuh ringkih Zeline didorong sekencang-kencangnya sampai kepalanya membentur meja ruang tamu.

"Saya bukan papa kamu!" bentaknya lalu menarik kerah baju Zeline sampai berdiri tak peduli dengan rintihan kesakitan dari putrinya karena benturan tadi kepalanya kembali berdarah-darah.

"Sampai kapan pa-" ujarnya terhenti karena mendapat bogeman mentah dimulutnya, dia kembali tersungkur dilantai.

"Sampai kamu mati!" teriaknya dalam kegelapan.

Rasa sakit ditubuhnya tak sesakit hatinya saat ini apalagi mendengar papanya sendiri menginginkan kematian putrinya sendiri. Zeline menangis tanpa suara meratapi nasibnya ini. Apa itu rumah? Ini bukan rumah ini neraka. "Bunuh Zeline pah! Bunuh" teriak Zeline. lagi dan lagi Zeline ditarik dipaksa untuk berdiri, lehernya dicengram begitu kuat oleh sang papa.

"Saya benci kamu! Dan selamanya akan tetap begitu" bentaknya lalu kembali menghempaskan tubuh ringkin perempuan itu.

"Kamu tau kesalahan kamu hm? Apa yang udah kamu lakuin ke Sherly itu keterlaluan" ujarnya lagi.

Zeline memegangi kepalanya yang terus mengeluarkan darah. "Dia yang salah bukan Zeline" teriak Zeline sampai menggema didalam rumah.

"Ohhh dia yang salah kamu bilang" ujarnya santai.

SwastamitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang