15.Hujan

29 12 0
                                    

•Swastamita•

BUDAYAKAN FOLLOW AKUN AUTHOR SEBELUM MEMBACA...

JANGAN MAGER BUAT PENCET LOGO BINTANG DIBAWAH DAN  BERKOMENTAR LAH...

JANGAN MAGER BUAT PENCET LOGO BINTANG DIBAWAH DAN  BERKOMENTAR LAH

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Langit hari indah, sama indahya dengan orang yang aku rindukan

~Almaira Zeline Jovanka

Reyna menggeleng pelan "Gue kasihan sama lo Ai, gini mamat hidup lo, ribet" guman Reyna lalu ikut berlari menyusul Zeline.
——————————————————

Lain halnya diasrama suasananya semakin terasa mencekap setelah kejadian tadi pagi. "Al. Ayo berangkat" ajak Zura yang sudah duduk didepan kamar asramanya.

"Iya. Bentar" jawab dari dalam.

Prang

Terdengar suara kaca pecah dari dalam membuat Zura terperanjat kaget.

"TOLONG!" teriak Allisya dari dalam. Namun naasnya, Zura tidak bisa membuka pintunya karena dikunci dari dalam.

"To—tolong Arggh" jerit Allisya semakin menjadi dari dalam. Zura semakin panik dari luar ia bingung harus melakukan apa.

Dorr suara tembakan yang memekikkan telinga terdengar dari dalam membuat Zura semakin panik dan ketakutan, entah apa yang sedang terjadi didalam.

Tak lama setelah suara tembakan itu Allisya keluar dengan baju yang benuh noda merah darah membuat Zura menegang seketika.

Allisya menatap Zura dengan senyuman yang terus mengembang diwajahnya, seolah-olah senyuman itu akan tercetak abadi diwajah Allisya.

Diwaktu yang bersamaan keluarga ndalem digemparkan oleh mayat seorang perempuan yang tergeletak didepan teras ndalem, orang pertama yang menemukan mayat itu adalah umi. "A—Abi" teriak umi yang terkejut sekaligus ketakutan dia mengenal perempuan didepannya ini, dia adalah salah satu santri abdi ndalem.

Abi dan semua yang ada dindalem keluar menghampiri umi yang sudah terduduk lemas disamping mayat perempuan penuh darah itu. "Astagfirullah umi" panggil Shaka langsung memeluk uminya erat.

Hawa damai dipesantren ini berganti seketika dengan rasa mencekam yang amat sangat. Dirga menunduk menatap jasad perempuan itu, tatapan matanya tertuju pada sebuh kertas yang ada dibawah kepalanya.

Dirga jongkok mengambil kertas yang sudah berwarna merah itu. Dirga menoleh kearah abi dan yang lainnya. "Surat" ucapnya lalu menyodorkan surat itu kepada abi.

SwastamitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang