*****
Raigan menjatuhkan tubuhnya tepat di ranjang yang sepertinya berukuran single itu. Raigan tidak tahu pasti, toh dia tidak pernah bercita-cita menjadi pembuat tempat tidur. Untuk apa Raigan menghapal baik nama-namanya?
Hari ini hari pertama Raigan pindah ke kosan Panji, teman kuliahnya. Jarak kos-kosan ini cukup dekat dengan kampus, sangat efisien untuk orang yang sering kesiangan seperti Raigan.
Ya, maklum. Raigan ini penganut sistem malam di jadikan siang, siang di jadikan malam.
Suara ketukan pintu membuat Raigan terpaksa bangkit dari tempat ternyaman di hidupnya itu. Walaupun malas, Raigan tetap membukakan pintu.
"Lo Raigan? Temennya Panji?"
Raigan mengangguk, sepertinya cowok yang bertamu ini salah satu teman Panji. "Iya, lo?"
"Gue Ferdy, ngekos di sebelah Panji." Cowok itu mengulurkan tangan, dan Raigan menjabatnya sebentar karena Raigan tahu itu hanya formalitas.
"Betah-betah ya lo di sini. Ntar malem kita ngumpul di saung depan."
Raigan tahu pasti saung yang di maksud. Karena kosan ini berbentuk letter U, dan saung itu berada di paling depan baris kanan dari gerbang. Sepertinya memang asik untuk di jadikan tempat kumpul.
"Gasss! Ngikut gue."
"Oh iya, satu lagi. Kalau siang, kosan sini emang sepi. Soalnya kebanyakan pada kerja, mahasiswa cuma gue sama Panji. Tambah lo sekarang."
Hm, Raigan kira semua penghuninya masih kuliah, ternyata ada juga yang sudah bekerja.
"Oke, thanks infonya, Dy."
"Sip, gue cabut dulu."
Raigan masih berdiri di ambang pintu kosnya sambil memperhatikan kepergian Ferdy.
Gerbang kos ini bukan yang tinggi dan menghalangi pemandangan, justru gerbang ini hanya setinggi perut Raigan dan terbuat dari rangkain besi kurus-kurus. Jangankan jalan, Raigan bahkan bisa melihat rumah di seberang kosan ini. Rumah sederhana yang biasanya di isi oleh keluarga-keluarga cemara. Rumah bernuansa cream-putih-cokelat.
Tidak terlalu sederhana, karena arsitektur rumahnya sangat bagus. Ada kaca-kaca yang membuatnya modern, tapi ada juga batu-batuan yang membuatnya lebih netral.
Pokoknya begitu. Raigan tidak pandai mendeskripsikan karena dia bukan calon arsitek.
Raigan jadi rindu rumahnya sendiri.
Ya, rumah Raigan memang masih berada di Jakarta. Tapi jaraknya cukup jauh, dan membutuhkan waktu lebih untuk berangkat ke kampus.
Sekali lagi, ini semua berkat Raigan yang selalu kesiangan setiap paginya. Dan kepagian untuk pergi tidur setiap malamnya.
Mengertikan?
Kalau tidak pun tidak apa-apa.
Awalnya, Raigan hanya memandangi rumah bernomor 28 di seberang itu. Hingga retinanya menangkap sosok yang baru keluar dan sedang mengunci pintu di sana.
Cewek berhijab dengan tubuh tinggi semampai. Dari jauh terlihat sangat cantik dan juga manis.
Dia siapa ya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Mentari & Semestanya [COMPLETED] (Revisi)
Teen Fictionselesai : desember 2023 Pernahkah ada yang peduli apa yang terjadi pada Mentari saat hujan? Jawabannya adalah, Ada. Dia, matahari lain yang memaksa Mentari keluar dan mengakhiri mendung. Hingga akhirnya perlahan Mentari bisa bersinar kembali. Tapi...