8. Lampu Kuning

668 71 4
                                    


*

*****

Salena masih termenung di kamarnya, mengingat apa yang semalam dikatakan oleh Raigan. Mereka sekarang berteman?

Hebat, Salena. Dalam satu hari Salena berhasil mengubah drastis kehidupannya, dan memiliki dua orang teman. Dan dua orang ini, sama keras kepalanya untuk menaklukan Salena.

Tapi yang lebih tidak terpikir lagi, Salena tidak bisa menolak mereka. Seolah benteng yang selama ini Salena bangun tidak berarti apa-apa.

Salena memasang earphone di kedua telinganya, memutar lagu untuk menemani perjalanan paginya menuju kampus. Semuanya berjalan normal, seperti hari-hari Salena yang biasa.

"Pagi, Sal!"

"Astagfirullah!"

Salena menjatuhkan kunci pintu rumahnya begitu ucapan selamat pagi itu mengejutkan Salena. Dia berbalik, menghadap Raigan yang tersenyum tanpa dosa itu.

"Hehe, orang cantik kalau kaget nyebut ya." Raigan berjongkok, mengambil kunci Salena yang jatuh tanpa mengalihkan pandangannya dari Salena.

Salena tahu, dia pasti takut Salena memarahinya lagi.

"Nih, kunci yang bener ya. Pastiin aman." Salena menerima kunci yang di serahkan oleh Raigan.

Setelah memastikan pintu terkunci dengan baik, Salena kembali beralih pada Raigan, yang ternyata masih berdiri di belakangnya.

"Kenapa lo masih di sini?"

"Ya menurut lo, gue ke sini ngapain?"

Salena tentu tidak bisa menebak. Raigan ini terlalu ajaib orangnya. Bisa saja kan dia hanya berniat mengganggu Salena?

"Cuma bilang pagi doang, mungkin?" tebak Salena. Diam-diam Salena mengecilkan suara musik dari ponselnya yang di simpan di saku jaket.

"Ya ampun, Sal. Lo pikir gue se-gak ada kerjaan itu apa?"

"Iya."

Salena menahan diri agar tidak tersenyum melihat wajah Raigan yang cemberut. Sebenarnya itu lucu, tapi Salena masih enggan menunjukkan senyumannya pada Raigan.

"Gue mau ngajak lo ke kampus bareng, Mbak Mentari."

"Gak usah repot-repot. Gue lebih suka jalan kaki."

"Tapi kan lebih cepet, Sal. Iya, gue tau kampus emang deket. Lebih sehat jalan kaki, iya. Semua alasan lo gue terima deh. Tapi masalahnya gue gak menerima penolakan nih."

Salena berbalik, kembali membuka pintu yang tadi sudah ia kunci. Meninggalkan Raigan dengan wajah kebingungannya. Hanya sebentar, untuk mengambil sesuatu di dalam.

Setelahnya ia kembali keluar menghampiri Raigan yang masih mematung.

"Naik motor harus pake helm kan?" tanya Salena, sambil menunjukkan helm yang baru saja Salena ambil. Dan tentu langsung di sambut senyuman oleh Raigan.

"Oke. Kita berangkat!"

******

Raigan tidak tahu alasan apa yang membuat Salena mau berangkat bersama Raigan. Yang jelas, Raigan senang. Dan itu artinya Salena telah mengambil keputusan untuk mengubah kembali alur hidupnya.

Setelah mencuri-curi pandang lewat kaca spion selama perjalanan, Raigan kembali melihat wajah Salena yang sedang merapihkan hijabnya di kaca spion sesampainya mereka di kampus. Dan tentu kali ini dia lebih leluasa.

"Gue duluan,"

Eh, ini Raigan di tinggal?

Buru-buru Raigan mengejar Salena, ia bahkan belum sempat merapihkan rambutnya bekas memakai helm tadi.

Mentari & Semestanya [COMPLETED] (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang