16. Boleh kan?

662 75 4
                                    

Sebenarnya, Raigan sendiri tidak yakin kalau dia tidak akan tumbang lagi setelah gerimis-gerimisan bersama Salena. Tapi, kapan lagi bisa melihat Salena selucu itu saat tenggelam dalam jaket Raigan?

Dan untungnya, sejauh ini Raigan merasa tubuhnya baik-baik saja. Semoga Salena pun sama.

Mengingat Salena, Raigan jadi penasaran. Apa benar cewek itu baik-baik saja? Dia kan sendirian di rumahnya. Kalau tiba-tiba sakit dan tidak ada yang membantu bagaimana?

Raigan melirik ponsel yang tergeletak di depan matanya. Jemarinya mengetuk-ngetuk meja, masih ragu untuk menelepon Salena.

Sebenarnya Raigan bisa langsung mendatangi rumahnya. Tapi takut mengganggu. Kalau Salena benar-benar sedang istirahat kan kasihan. Terlebih hujan juga belum mereda. Selain awet, hujannya juga sedikit membesar.

Deras, maksudnya.

Jadi, telepon jangan?

Jangan telepon?

Telepon jangan?

Ck. Panji benar, Raigan ini kebanyakan cupunya.

"Tinggal telepon doang, ribet amat." Keluh Raigan pada dirinya sendiri.

Untung tidak ada yang melihat. Kalau ada, pasti Raigan benar-benar di anggap gila.

Raigan menyimak nada tunggu itu baik-baik, harap cemas takut Salena tidak menjawab.

Bukan takut pada Salena nya, tapi takut merasa kecewa lagi. Sejauh ini, hubungan nya dengan Salena sudah amat sangat membaik. Dan Raigan tentu tidak mau kalau Salena menjauh lagi.

Entah sejak kapan, Salena menjadi sepenting itu bagi Raigan.

"Halo?"

Di angkat!

"Hai, Sal. Lo udah tidur?"

Oke. Dari sekian banyak pertanyaan, Raigan justru menanyakan hal yang tidak jelas seperti itu.

"Belum, kenapa?"

"Nggak, gue cuma mau mastiin kalau lo baik-baik aja."

"Gak salah? Bukan nya lo yang abis sakit?"

"Justru karena gue udah sakit, Sal, jadi virusnya gak betah kalau masuk badan gue lagi."

"Teori dari mana itu?"

"Dari seorang ilmuwan terkenal, Sal. Namanya Raigan Aditya. Pokoknya dia jago banget bikin teori-teori kaya gitu."

Raigan bangkit dari kursi, berpindah ke tempat tidur dan mulai merebahkan diri. Raigan rasa obrolan kali ini akan sedikit panjang.

Ya, semoga saja.

"Serius, Rai. Lo gak demam lagi kan?"

Raigan tersenyum mendengar pertanyaan Salena.

Salena peduli pada Raigan!

"Cie, khawatir ya sama gue?"

"Enak aja. Gue cuma takut lo sakit gara-gara gue. Secara jaket lo kan gue pake."

Dasar cewek. Tinggal bilang iya saja susah sekali. Kan hitung-hitung menyenangkan hati Raigan.

"Jangan boh--" ucapan Raigan terhenti saat mendengar suara Salena yang sedikit berteriak di sana.

"Sal? Sal, kenapa!?" Tanya Raigan, ikut cemas.

"Mati lampu, Raigan."

Raigan mengernyit heran. Mati lampu, mati listrik maksudnya? Atau lampu di rumah Salena yang mati?

"Lampunya ada yang mati, Sal?"

"Ck. Semuanya, Raigan! Mati listrik."

Kebiasaan. Selalu saja ada orang yang menyebut pemadaman listrik itu mati lampu. Jelas-jelas berbeda arti.

Mentari & Semestanya [COMPLETED] (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang