10. Heartwarming

626 78 5
                                    

*****

Sebenarnya, Salena sudah menolak ketika Raigan mengajaknya berbincang di saung kosan. Ia masih belum terbiasa untuk beradaptasi dengan teman-teman Raigan jikalau ada yang menghampiri nantinya.

Tapi lagi-lagi, bukan Raigan namanya jika tidak memaksa Salena. Setelah Salena bersikeras tidak mau duduk di saung itu, Raigan justru mengekori Salena ke rumahnya. HIngga akhirnya Salena tidak memiliki pilihan lain selain mengizinkan cowok itu duduk di terasnya (lagi).

"Makanya, Sal, kalau gue minta nomor itu di kasih, jadi lo gak perlu repot-repot nyariin gue kaya tadi." Sindir Raigan ketika Salena baru saja menyuguhkan minum untuk cowok itu.

Sialnya Salena memang menyesali kejadian itu. "Kalau lo emang niat, lo bisa minta ke Lyony padahal."

"Oh gak bisa dong. Gue kan maunya langsung dari yang punya. Gak gentle banget kalau gue minta ke orang lain."

Raigan memang terlihat tersenyum seperti biasanya. Tapi raut lelah di wajahnya itu terlihat jelas di mata Salena. Senyuman yang di tunjukkan nya kali ini pasti hanya untuk menutupi semua itu dari Salena.

"Lo gak tidur semaleman ya, Rai?"

"Kenapa tiba-tiba nanya itu?"

"Mata lo, keliatan banget kurang istirahat."

Raigan tersenyum tipis, berbeda dengan senyuman yang sebelumnya.

"Gue abis jagain nyokap, wajar kalau kurang tidur."

"Jangan bilang selama di rumah sakit lo gak tidur?"

"Wah, lo turunan cenayang ya, Sal?"

Jadi benar? Raigan tidak tidur selama tiga hari!?

"Seriusan, Rai?"

"Nggaklah, gue tidur selama beberapa jam kalau siang. Minimal kalau Dinda udah bangun. Cuma ya, emang kalau malem gue full jagain."

"Bokap lo?"

"Bokap juga udah berumur, Sal, kasian kalau harus begadang jagain. Sedangkan siang dia kerja."

Salena mengangguk mengerti. Dia bingung harus berkata apa lagi. Dirinya sendiri sudah lama kehilangan moment bersama keluarga.

"Lo sayang banget sama mereka, Rai?" tanya Salena kemudian.

"Kayanya gak perlu gue jawab lo pasti tau."

Hening sesaat. Salena yang kehabisan kata dan Raigan yang masih menatap jauh ke depan. Salena curiga, cowok itu pasti sedang berusaha menutupi kegelisahannya sendiri.

"Tadinya gue masih mau di sana, cuma nyokap ngusir gue. Nyuruh gue kuliah yang bener karena udah bolos tiga hari. Pake bilang gue bakal di coret dari KK segala kalau gue gak lulus tepat waktu. Kan gue jadi ngeri kalau tiba-tiba gak di akui anak." Raigan menjelaskan dengan wajah tenangnya.

Salena jadi membayangkan sehangat apa keluarga Raigan. Dia jadi merindukan keluarga cemara yang sempat Salena miliki dulunya. Salena bahkan tidak yakin ia benar-benar pernah di jadikan seorang putri di keluarganya sendiri. Seolah apa yang terjadi dulu hanya sebuah mimpi.

"Salena?" suara Raigan menyadarkan lamunan Salena.

"Eh, iya, kenapa?"

"Sorry kalau pertanyaan gue nyinggung lo tapi, lo bener-bener tinggal sendirian di sini?"

"Di rumah ini gue emang sendiri. Tapi untuk di kota ini, gue gak bener-bener sendirian kok. Masih ada Papa."

"Emang Papa lo dimana? Terus kenapa lo gak ikut Papa lo?"

Mentari & Semestanya [COMPLETED] (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang