Y9

16.8K 1.5K 97
                                    

Jeno memalingkan wajahnya untuk meredam debaran jantungnya, dia merasa canggung di dekat Jaemin setelah itu.

“Kenapa pakai baju lengan pendek?” Tanya Jeno.

“Tidak tahu kalau hujan.” Balas Jaemin. “Kau bagaimana? Tidak dingin?” Tanya Jaemin

“Aku baik-baik saja.” Jawab Jeno. “Tasmu basah?” Tanya Jeno melirik ke arah punggung Jaemin, menatap tas sekolah pemuda itu yang tertutup jaketnya.

Jaemin hanya menghela nafas, jika sudah seperti ini, sudah pasti basah, bahkan paperbag yang ia pegang juga basah. Semoga kue di dalam masih bisa di selamatkan.

Keduanya hanya berdiri menunggu hujan reda.

“Duduk saja, sepertinya masih lama.” Ucap Jeno seraya melihat ke langit, di mana hujan turun masih sangat deras.

Jaemin melangkahkan kakinya untuk duduk di sebelah helm Jeno. Sementara Jeno menyusul dan duduk di sebelah Jaemin. Keduanya hanya diam menunggu hujan reda.

Jeno melirik ke arah Jaemin karena merasa canggung, benar-benar tak ada pembicaraan di antara mereka berdua. Hanya suara rintik hujan yang menemani kesunyian mereka.

Dia lihat Jaemin hanya diam, seperti melamun. Pemuda itu menjilati bibirnya beberapa kali, seolah hendak membuka topik agar tak canggung, karena sesungguhnya Jeno benci situasi ini.

“Kau baik-baik saja?” Tanya Jeno melirik ke arah Jaemin.

Yang di tanya hanya menoleh dengan tubuh menggigil. Jeno pun menoleh dan melihat Jaemin yang tampak kedinginan, meski sudah mengenakan jaket Jeno, tapi pakaiannya yang lembap senantiasa membuat tubuhnya terasa dingin. Namun begitu, Jaemin tetap mengangguk atas pertanyaan Jeno.

Jeno menghela nafas dengan kepala menggeleng, dia kemudian mengusapkan telapak tangannya, setelah merasa menghangat, dia pun menangkup kedua pipi Jaemin membuat Jaemin menoleh dengan wajah kaget.

“Sudah hangat?” Tanya Jeno dan Jaemin mengangguk cepat, Jeno tersenyum tipis melihat Jaemin menghela nafas.

“Huh, aku merasa wajahku hampir beku.” Gumam Jaemin.

Jeno tertawa melihat Jaemin yang bicara dengan kedua pipi di tangkup oleh kedua tangan Jeno, bibirnya justru terlihat seperti ikan di dalam air. Hal itu jelas saja membuat Jaemin menoleh lagi dengan alis bertaut.

“Kenapa kau tertawa?” Tanya Jaemin, kalimatnya masih tak jelas karena bibirnya mengerucut akibat pipinya di tekan oleh kedua tangan Jeno.

“Lihat mulutmu terbuka seperti ikan.” Jawab Jeno di sela tawanya.

“Siapa yang membuatnya jadi seperti ini?” Rajuk Jaemin dengan kedua alis bertaut.

Jeno melepaskan kedua tangannya dari pipi Jaemin, perlahan gelak tawanya terhenti dan membuat situasi kembali canggung. Jaemin tersenyum tipis dengan bola mata melirik ke arah Jeno. Dia merasa senang bisa sedikit mencairkan suasana bersama Jeno.

Keduanya kembali diam menunggu hujan reda. Jeno sempat melihat jam yang melingkari pergelangan tangannya, waktu menunjukkan pukul setengah sembilan malam dan hujan masih turun dengan deras. Bahkan pakaian mereka sudah hampir kering.

Ia menoleh lagi menatap sekitar, masih ada mobil yang berlalu lalang di tengah hujan, sementara tak ada pejalan kaki atau orang yang lewat, dia hanya melihat beberapa orang juga menunggu di depan pertokoan. Kemudian dia beralih menatap Jaemin, alisnya bertaut melihat mata indah pemuda itu terpejam, dengan kepala yang beberapa kali hendak jatuh.

Jaemin pasti mengantuk.
Jeno membulatkan matanya saat melihat kepala pemuda itu hendak jatuh, dia dengan cepat menggeser duduknya, membuat tubuh keduanya lebih rapat.

YOURS [NOMIN]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang