Y19

16.2K 1.3K 147
                                    

Jaemin tak tenang sepanjang perjalanan pulang karena memikirkan pertanyaan Jeno yang bagaikan teka-teki. Dia melirik beberapa kali ke arah pemuda Jung itu, namun Jeno justru tampak tak acuh.

Mengapa Jeno justru bersikap setenang itu setelah memberikan teka-teki padanya?

Benar Jeno menyukainya atau hanya dugaannya saja? Tapi Jeno benar, dia bukan seorang pemain, jika mereka berciuman, pasti ada alasan yang kuat, tapi jika Jeno menyukainya, mengapa tidak mengutarakan perasaannya dan memperjelas semuanya.

Kenapa Jeno justru bersikap tak acuh dan membiarkan Jaemin penasaran sendiri?

Sementara yang di pikirkan hanya melirik dengan seringai ke arah Jaemin. Dia tahu, Jaemin pasti memikirkan setengah mati ucapannya.

Sementara dia pun sibuk memikirkan dirinya sendiri, tak bisa di katakan menyukai, tapi mungkin dia sedang dalam tahap jatuh cinta. Apalagi sejak ciuman itu, perasaannya kian kuat, namun Jeno terlalu ragu untuk memastikan.

Jadi, dia akan menjalani ini seperti air yang mengalir, sambil meyakinkan dirinya, bahwa dia memang menyukai Jaemin.

Meski memalukan, jika di ingat bagaimana ketusnya dia dulu pada Jaemin, lalu dengan cepat, dalam beberapa bulan, dia jatuh cinta dengan pemuda yang katanya aneh dan menyebalkan itu.

Mengingatnya, membuat Jeno geli sendiri. Geli karena tingkahnya yang memalukan dan konyol.

Bus yang di tumpangi para siswa akhirnya tiba di halaman sekolah. Satu persatu siswa turun, beberapa dari mereka ada yang di sambut hangat oleh pelukan orang tua.

Jaemin celingukan mencari sopirnya, bibirnya mengulum senyum saat melihat sang sopir sudah berdiri di samping mobilnya, menunggunya datang. Sebelum pulang, dia sempatkan menoleh ke arah Jeno.

Pemuda itu pun sama, menatap Jaemin sebelum pulang, memandang wajah itu untuk di simpan di kepalanya jikalau dia merindukan Jaemin.

📖📖📖

Jaemin turun dari lantai atas mengenakan kaos kebesaran dan celana pendek, dia lihat sang Ayah sibuk pada pekerjaannya. Pria Jepang yang nyentrik dengan penampilan rambut gondrong itu, tampak menawan mengenakan kacamata, dengan satu tangan memegang lembaran kertas.

Jaemin tersenyum melihat sang Ayah yang fokus pada pekerjaannya, dia langsung duduk di samping Yuta dan menjatuhkan kepalanya pada paha sang Ayah membuat Yuta tertawa.

“Awas berkas Ayah, Baobei.” Kekeh Yuta saat melihat berkas yang ia pangku, tertindih kepala Jaemin.

Jaemin langsung mengangkat kepalanya agar Yuta bisa membereskan pekerjaannya. Jika sudah seperti ini, Jaemin pasti minta di manja. Meski sudah memasuki masa sekolah menengah atas, terkadang dia masih seperti bayi dan tak malu bermanja-manja pada sang Ayah.

“Kenapa?” Tanya Yuta.

“Aku lelah.” Rengek Jaemin.

“Kalian melakukan apa saja selama berkemah?” Tanya Yuta lagi, dia pandang wajah putranya yang berbaring miring, menonton televisi.

“Tidak banyak, kami memancing juga.” Jaemin bercerita dengan singkat membuat Yuta tersenyum.

Membahas tentang kemah, masih tak membuat Jaemin melupakan ciuman malam itu. Atau mungkin tak akan pernah lupa, meski tak ia duga, ciuman itu juga berkesan baginya, bayangan malam itu dengan Jeno, seperti berbekas di ingatannya.

Tapi melihat reaksi serta teka-teki Jeno, membuat dia terpikirkan lagi. Rasanya belum tenang sebelum dia mendapatkan jawaban itu.

“Ayah...” Panggil Jaemin, yang di panggil hanya menaikkan kedua alisnya sebagai respon, meski Jaemin tak melihat, Yuta harap putranya tahu bahwa dia mendengar.

YOURS [NOMIN]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang