Farhan mengantarkan Queyra sampai depan pintu gerbang. Ketika tangan Farhan hendak membukakan pintu mobil, Queyra menahan pergerakan tangannya dengan tatapan lurus ke depan.
"Gue bisa sendiri, lo pulang aja. Makasih udah nganter gue pulang, sampe rumah."
Farhan mengernyit, bingung. "Lo ngusir gue?"
Queyra terkekeh kecil. "Nggak," jawabnya. "Tapi kalau lo ngerasa gue ngusir lo, nggak salah juga sih."
Farhan menghela napas panjang. Memberikan kresek putih yang di titipkan Dokter kepadanya. "Ini obat punya lo. Jangan lupa di minum, hmm ... Ini beneran nggak papa? Lo pulang malem, nggak bakalan di omelin orang tua lo."
"Nggak."
Queyra menerima sekantung kresek putih itu dengan senyuman tipis yang menghiasi wajah pucatnya. "By the way, makasih ya."
Setelah itu Queyra keluar dari mobil Farhan. Menatap laki-laki itu dari jendela mobil yang sedikit terbuka. Tangannya terangkat ke udara, melambai-lambai sebagai syarat perpisahan di antara keduanya.
Farhan menganggukkan kepalanya pelan. Melajukan mobilnya, meninggalkan halaman rumah Queyra. Gadis itu tersenyum tipis, menyembunyikan obat dari Dokter di balik baju seragamnya.
Belum sempat kenop pintu di raih olehnya, seseorang telah membukukan pintu itu lebar-lebar. Menatap Queyra dari atas sampai bawah.
"Kemana aja lo? Jam segini baru pulang. Kelayapan sampe lupa waktu?" tanya Rendi menatap Queyra penuh kecurigaan.
Queyra berdecak sebal, berjalan melewati Rendi tanpa mengucapkan salam ketika kakinya melangkah, memasuki rumah mewahnya.
"Cralita!" sentak Lando melempar koran yang sedang ia baca. Menatap Queyra yang baru saja masuk ke rumahnya tanpa mengucapkan salam, atau sekedar menyapa Papahnya yang berada di ruang tamu.
Queyra menghela napas panjang. "Apa?"
"Apa kamu bilang? Jam segini baru pulang. Sekolah larut malam, mau jadi apa kamu nantinya?" Lando tersulut emosi, menatap anak bungsunya itu dengan tatapan tajam.
Queyra tersenyum miring, gencar memancing emosi Papahnya. "Mau jadi presiden tapi nggak mungkin. Gimana kalau jadi anak berandalan aja?"
Plak!
Sebuah tamparan keras mengenai permukaan wajah Queyra, tepatnya di pipi sebelah kirinya. Tangan Lando gemetaran, terkepal kuat, dengan emosinya yang meluap-luap.
Ekspresi Queyra tampak tenang, walau sebenarnya detak jantung gadis itu terpacu, berdebar kencang. Bukannya merasa bersalah, Queyra malah tertawa renyah.
"Saya sekolahkan kamu tinggi-tinggi supaya kamu terdidik! Dasar anak tidak tau diri! Bersyukurlah saya masih membiayai kamu sekolah sampai saat ini. Jika tidak, mungkin harapanmu itu sudah musnah sejak lama." Ketegasan Lando membuat Queyra menundukkan kepalanya, bersalah.
Queyra mencoba untuk menatap manik mata Lando. Namun sepertinya Lando menghindari tatapan sayu darinya.
"Maaf, Pah. Quey-."
"Bersihkan badanmu, jangan memasang wajah menyedihkan seperti itu. Saya tidak suka melihatnya!" Potong Lando yang langsung dipatuhi oleh Queyra.
"QUENZA!"
Saat Queyra akan melangkahkan kakinya menuju tangga ke kamarnya, tiba-tiba saja telinganya mendengar Lando memanggil Quenza. Karena penasaran, Queyra pun melangkah dengan gontai, mendengarkan pembahasan Lando dan Quenza dari kejauhan.
"Valdes dimana?" tanya Lando kepada Quenza yang terlihat memainkan handphonenya.
"Di atas, lagi baca buku."
KAMU SEDANG MEMBACA
THE REAL ANTAGONIST [SELESAI]
Teen FictionQueyra Mike Cralita. seorang Bad girl yang masih bertahan dalam penderitaan hidupnya. Sosok gadis yang rapuh dibalik raga yang terlihat tangguh. Keluarga bukan jaminan untuk Queyra bertahan hidup, akan tetapi takdir yang mendorong Queyra untuk teta...