=25= Kita Masih Sahabatan.

4.4K 252 2
                                    

Valdes mengerjap-ngerjapkan kedua matanya, bangkit dari kasur tempat ia merebahkan tubuhnya saat ini. Pandangannya tertuju kepada Queyra yang menunggunya di ambang pintu. Ia tidak sendiri, melainkan bersama teman-teman sekelasnya.

Ada rasa tidak suka ketika melihat sepasang mata Farhan memandangi Queyra dengan tatapan lekat. Ia tahu akan tatapan itu. Tatapan laki-laki yang terpesona akan kecantikan yang dimiliki Si perempuan.

“Ekhem!”

Deheman Valdes mampu membuat pandangan mereka teralihkan. Queyra langsung berlari memasuki ruang UKS. “Lo udah bangun?”

Bukannya menjawab. Valdes malah menarik Queyra ke dalam pelukannya, membuat seisi ruang UKS melotot kaget.

“R-ra ... Aku kangen sama kamu,” bisik Valdes membuat tubuh Queyra menegang sempurna.

“V-valdes ... lepas!”

Seakan tuli, laki-laki itu malah mengeratkan pelukannya. “Berapa kali kamu bohongin aku, Ra? Kamu siksa aku dengan perasaan yang membingungkan kayak gini, kamu selalu menghindari tatapanku, padahal aku ingin meyakinkan perasaanku saat itu, Ra. Kamu benar-benar tega buat aku dilema selama ini. Buat apa? Buat apa? Ra! Hati aku sakit, Ra ...”

Queyra menangis di pelukan Valdes. Menggeleng-gelengkan kepalanya, seraya mendorong bahu Valdes agar segera melepaskan pelukannya.

Farhan yang melihat Queyra tidak nyaman dengan pelukan paksa itu, membantunya memisahkan tautan pelukannya dengan Valdes.

Bugh!

Farhan memukul permukaan wajah Valdes. “Lepasin Queyra. Lo nggak denger? Dia minta dilepas dari tadi. Lo juga kenapa asal peluk-peluk gitu aja? Nggak ada sopan-sopan nya lo jadi cowok.”

Valdes mendengus kesal. “Ini bukan urusan lo. Jangan so-so'an ikut campur!”

Farhan terkekeh kecil. “Terus gue peduli? Nggak! Gue cuma nggak tega lihat Queyra nahan sakit gara-gara lo peluk dia kenceng banget. Lo kalau ada niat nyekik orang, jangan kayak gitu juga, njir! Kasian korbannya belum ada persiapan.”

Mendengar lawakan Farhan, Queyra menyeka air matanya yang hendak keluar. “Han, udah.”

Tatapan Queyra kembali kepada Valdes. Ada rasa benci dan kecewa yang terbesit di dalam tatapannya itu.  Ia teringat akan pertama Valdes bangun dari koma-nya. Mengusir Queyra, dan bahkan tidak mau melihat wajahnya walau hanya sekejap saja.

“Ra ... Aku ingat semuanya,” lirih Valdes menatap manik mata Queyra meyakinkan.

Queyra terdiam membisu, membiarkan Valdes menggenggam tangan dinginnya. “Please, Ra. Bilang sama aku. Kalau kita itu sahabatan, udah lama bukan? Dari kecil, sampai ... Saat ini.”

Dengan berat hati Queyra menepis tangan Valdes. “Jangan mimpi terlalu tinggi. Kisah kita udah berakhir berapa bulan yang lalu. Dan lo, udah jadi tunangan Quenza.”

Mendengar kenyataan pahit itu, Valdes mengepalkan tangannya. “Ra! Kamu tau sendiri waktu itu aku koma. Aku nggak tau apa-apa selain percaya sama orang yang udah nunggu aku sadar di rumah sakit. Dan sekarang, aku ingat. Aku ingat semuanya. Aku minta maaf karena nggak pernah nanggepin kamu selama ini. Padahal jelas-jelas kamu berjuang buat aku, 'kan?”

Queyra terkekeh, lalu menggeleng lemah. “W-wono gue udah mati. Nggak usah diungkit-ungkit lagi masalah itu. Toh, sekarang keadaannya berbeda.”

“Ra—”

Farhan, Fitaloka dan kedua sahabatnya hanya menjadi saksi bisu di antara perdebatan mereka. Jujur saja mereka tidak mengerti alur pembicaraan yang sedang di utarakan Valdes kepada Queyra.

Namun melihat Queyra menangis, mereka baru menyadari suatu hal. Valdes dan Queyra adalah sahabat sejak lama. Hanya karena tragedi amnesia, keduanya terpisah dan memendam rasa kecewa satu sama lain.

“Valdes! Valdes!”

Panggilan melengking dari ujung koridor sekolah mengejutkan lamunan mereka. Di pandanginya Quenza yang berlari dengan menenteng sekantung kresek jajanan di tangan kanan dan kirinya.

“Valdes! Kamu kenapa bisa masuk UKS? Aku tadi nyari-nyari kamu nggak ada. Kata petugas keamanan, kamu di gotong ke UKS. Kamu nggak papa 'kan?” cerocos Quenza tanpa jeda, mendekat ke arah Valdes untuk memeriksa tubuhnya yang dibanjiri keringat dingin.

Quenza melirik Queyra tidak suka. “Kenapa lo masih di sini? Pergi!”

“Bukannya lo yang harusnya pergi?” celetuk Valdes mengundang gelak tawa di dalam diri Quenza.

“Pergi kemana sih, sayang? Pergi ke hati kamu?” gombal Quenza yang membuat emosi Valdes semakin memuncak.

“Gue nggak lagi bercanda. Lo yang harusnya pergi dari sini, oh iya. Gue kembaliin cincin palsu punya lo ini,” ketus Valdes memberikan cincin yang selama ini mengikat jari jemarinya, kini terlepas bebas begitu saja.

Tentu saja Quenza shock bukan main. “K-kamu kok aneh banget, ini pasti gara-gara Queyra 'kan?”

Valdes berdecak tidak suka. “Jangan salahin orang. Ini semua salah lo yang nipu gue. Lo bukan tunangan gue, cih! Bisa-bisanya gue ngikutin permainan iblis yang lo rangkai sedemikian rupa itu. Padahal jelas-jelas gue udah punya bidadari yang selama ini menempati hati gue sampe kebawa mimpi.”

Quenza menggeleng, meraih tangan kekar Valdes yang terkepal kuat. “V-valdes ... jangan becanda. Kamu pasti capek, makanya ngomongnya ngelantur—”

“Gue nggak lagi becanda! Dan gue udah ingat semuanya. Lo cuma Kakak tiri Queyra. Nggak lebih dari itu, gue aja yang bodoh ngikutin permainan busuk lo selama ini.” Valdes tertawa miris, menertawai kebodohannya selama ini. “Dan sekarang, jangan ganggu gue lagi. Karena hidup gue bukan menetap di lo, tapi di hati orang lain.”

Tatapannya beralih kepada Queyra yang kini mematung di sampingnya. Valdes ingin meraih tangan Queyra, bersujud meminta maaf kepada gadis itu. Namun belum sempat ia melakukannya, tiba-tiba Queyra berlari dari ruangan UKS, meninggalkan Valdes yang tercengang di tempatnya.

“RARA! MAU KEMANA KAMU RA!” teriak Valdes hendak mengejar Queyra. Namun Quenza menahan tangannya, membuat Valdes menatapnya tajam.

“Lo mau apa? Minggir!” bentak Valdes kasar.

Farhan mengepalkan tangannya, melayangkan pukulannya kepada Valdes.

Bugh!

“Lo boleh marah! Lo boleh kecewa. Tapi ingat, jangan sampai lo bentak-bentak cewek kayak tadi. Gue tau Quenza itu bangsat! Tapi nggak seharusnya lo bentak-bentak dia kayak gitu. Mikir dikit elahh! Lo cowok, Lo lahir di rahim wanita, bukan lahir di rahim buaya!” sarkas Farhan meninggikan volume suaranya agar Valdes mengerti apa yang ia tekankan kepadanya.

Valdes menyeka sudut bibirnya yang mengeluarkan darah kecil. Menatap Farhan dengan tatapan permusuhan. “Lo—”

Bugh!

Bukan Farhan yang memukulnya. Akan tetapi Rifan, yang sedari tadi sudah gatal ingin ikut meninju wajah kesalnya. “Gue kesel sama muka ngeselin lo, itu. Ditambah sama drama yang lo ciptain dadakan bak tahu bulat lima ratusan. Anggap aja itu hadiah buat lo. Karena lo, waktu Istirahat gue kebuang sia-sia.”

Valdes mengepalkan tangannya kuat, ingin sekali membalas perbuatan mereka sekarang juga. Saat akan melayangkan pukulannya, Quenza menangkis tangan kekar itu.

“Jangan di bales. Mereka cuma mancing emosi kamu, sayang.” Quenza menggenggam tangan Valdes, namun sialnya Valdes menepisnya kasar.

“Jangan pegang-pegang! Gue nggak sudi di pegang sama cewek kadal modelan cacing kepanasan kayak lo,” ketus Valdes memicingkan matanya sinis.

Quenza menahan dirinya untuk tidak membalas ucapan pedas Valdes. Farhan dan teman-temannya meninggalkan ruang UKS, setelah puas memberi pelajaran kepada Valdes yang mungkin belum setimpal dengan apa yang Valdes perbuat kepada Queyra yang sekarang tengah menangis sesenggukan di dalam kelasnya.

Aghhh sial! Ingatan Valdes kembali, dan itu artinya dia akan cepat pergi. Batin Quenza berkata demikian.

================================

Lanjut Ndak??

THE REAL ANTAGONIST [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang