6

253 24 0
                                    


"Akhirnya"  Felix senang bukan main ketika ia menginjakkan kakinya di negara tempat kakaknya berada.

Karena Felix yang terus menerus merengek kepada Hector, jadilah Hector mengambil jam menerbangkan tercepat, bahkan mereka tidak membawa koper dan perlengkapan lainnya.

Kini Hector menatap geli dan malu bersamaan dengan tingkah Felix, bagaimana tidak saat ini Felix sedang berguling guling di lantai bandara.

Apa lagi saat menaiki pesawat tadi, Felix terus menggenggam tangannya dengan erat,seolah ia tidak mau melepaskannya.

"Lix? Ayo" ajaknya.

.

.

.

"Ogah" tolak Licy.

"Ayo lah, mulai sekarang om kan jadi ayah kamu" bujuknya.

"Ayo pulang, anak ayah tidak boleh tinggal sendiri nanti ada yang culik loh mau"

Licy menatap ayahnya dengan tatapan kesal.

Sungguh Licy mengira sosok rival ini adalah seorang pria dingin, tak tersentuh dan hanya berbicara beberapa patah kata saja, seperti tokoh-tokoh yang ada di dalam novel, ternyata sebaliknya.

Licy benar benar merasa tertipu saat ini.

"Ayo cy, kita pulang" ajaknya.

"Udah sih yah, sana ayah tinggal sendiri aja" usirnya.

"Kamu usir ayah? Kok tega sih, mau jadi anak durhaka?" Melasnya.

"Ckk yah, abis ini juga Licy pulang lagi ke negara Licy, Licy harus kerja yah, ada Felix yang harus Licy kasih jajan"

"Mulai kemarin kalian berdua jadi tanggung jawab ayah, ayah bakal lindungi kalian"

"Yah, Licy aja belum bilang sama Felix tentang ini"

"Felix oxana?"

Licy terdiam membeku.

"Kok tau?" Tanyanya.

Bukannya menjawab ayah malah menunjukan ekspresi sok misterius.

Bugh..

Licy melempar bantal kursi yang tepat mengenai wajah ayah.

.

.

.

"Ja..jadi?" Lirih Daddy.

"Astaga Lusi sayang, maafin mami" Isak mami Sam.

"Sudah ku katakan bukan? Jangan terlalu membenci seseorang" papi Sam memeluk mami Sam.

Brayn dan Samuel membeku di tempat.

Daddy menatap tangannya yang baru saja menampar Licy, tanpa berlama lama ia langsung berdiri dari duduknya dan berlari untuk mencari putrinya.

"Udah Rafa bilang" lirihnya.

"KENAPA KAMU BARU BILANG SEKARANG HAH?" kesal mami Sam dengan mengepalkan tangannya erat.

Rafa menggelengkan kepalanya ia tidak bisa menjawab.

Dilain sisi Asher sedang sibuk menghubungi Licy namun sayang tidak ada satupun panggilannya yang di jawab.

"I..ini hpnya kak Lusi?" Tanya Sam dengan membawa sebuah ponsel.

Semua orang menoleh kecuali Feya, karena Feya sudah lebih dulu masuk kamar.

"Iya" seru Rafa.

"Bukan cuma itu, Sam juga temuin ini semua di meja makan" Sam menunjukkan aset yang tadi di letakan oleh Licy.

Bruk...

Mami Sam pingsan melihat itu semua.

Papi Sam? Ia menatap berkas berkas tersebut dengan teliti.

Prang....

Daddy melemparkan guci keramik yang ada di sana, bahkan ia tidak sadar dimana dirinya berada, ia melemparkan beberapa barang barang yang ada di rumah kakaknya seenaknya.

"Brayn, Rafael bawa Daddy kalian pulang" perintah papi Sam.

Mereka berdua mengangguk, karena tak mau merepotkan papi.

30 menit berlalu..

"Feya sayang anak ibu" ibu Feya datang untuk menjemput anaknya.

"Eh?" Bingungnya saat melihat rumah kakaknya berantakan seperti habis terkena badai.

"Itu Bu" Sam langsung menceritakan semuanya kepada ibu Feya yang tak lain adik dari ayahnya.

"Astaga? Bener itu sayang? Dimana lusi sekarang?" Paniknya.

Sam dan Asher menggeleng, mereka tidak tau.

"Sebelum pergi kak Lusi bilang, buat mari jangan saling mengenal, abis itu Sam temuin semua ini punya kak Lusi"

Ibu Feya menutup mulutnya dengan tangan, ia tak percaya dengan semua yang sedang menimpa keluarga besarnya, selama ini ibu Feya tidak pernah ikut membenci Luciana karena ia sibuk bekerja, begitupun suaminya.

Jadi mereka tidak ikut ikutan, hanya Feya yang selalu menjadi biang kerok, itupun mereka selalu menasehati Feya, namun selalu di bela oleh Daddy Rafa.

Membuat Feya menjadi seenaknya, dan sok berkuasa.

"FEYA" teriaknya.

Feya yang mendengar teriakan ibunya langsung bergegas keluar dari kamarnya, ia paling takut dengan amukan ibunya, karena ibunya merupakan tipe orang yang sangat tegas.

"PULANG" tegas ibu Feya ketika Feya baru saja sampai di lantai bawa.

Feya di tarik begitu saja, mereka pergi tanpa pamit.

"Kalian istirahat besok sekolah"

"Mami?" Gumam Sam.

"Udah, biar papi yang urus"

....

Sesampainya di rumah Daddy langsung pergi memasuki ruang kerjanya, ia tampak seperti orang linglung.

Begitupun dengan Rafa yang langsung memasuki kamarnya meninggalkan brayn yang duduk melamun di ruang tamu.

Keadaan rumah mereka memang seperti itu sepi, seperti tidak ada kehidupan, namun ada, mereka bertiga jarang berkomunikasi, kecuali jika ada Luciana maka sudah di pastikan akan ada kata kata menusuk yang sudah pasti di tujukan untuk Luciana.

"Lo jahat Rafa" gumamnya dengan mengepalkan tangannya kuat.

Sementara di dalam kamar ada Rafa yang menangis dengan memeluk foto Luciana kecil, ya foto itu sudah lama tersimpan rapi di kamarnya, karena selama 5 tahun ia hidup dalam penyesalan, ketakutan dan rasa bersalah, jadi diam diam ia selalu membawa barang barang yang berhubungan dengan Luciana adiknya.

Mulai dari foto, boneka bahkan hingga jepit rambut dan parfum terakhir yang Luciana pakai ada di kamarnya.

Berbeda dengan Rafa dan Brayn Daddy saat ini sedang menatap tangannya dengan tatapan kosong.

"Saya jahat ya?" Gumamnya dengan menatap foto mendiang istrinya.

"Apa Lusi kecil kita mau memaafkan saya?"

"Sudah puluhan kali saya melukai Lusi, apa harus saya potong tangan saya?"

"Apa yang harus saya lakukan sekarang?"

Bak mengalami gangguan kejiwaan Daddy terus berbicara dengan menatap foto mendiang istrinya, kadang ia menangis, kadang ia kesal, dan kadang frustasi.

Padahal ia belum lama duduk di dalam ruang kerjanya.


















Hay Hay Hay....


Someone only we know (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang