Tap..
Tap..
Licy berjalan ke arah Felix yang sedang duduk di ruang tv.
"Lix"
Bruk..
Licy merebahkan dirinya di sofa dengan paha Felix sebagai bantalan.
"Apa hmm?" Felix mengusap pucuk kepala licy.
"Sadar gak sih kok perasaan gua, ada yang gak nyambung ya? Ada yang gak beres tapi apa? Bikin gak tenang tau" keluhnya.
"Pasti semuanya gak beres cy, semuanya gak nyambung, karena emang bukan jalan Lo"
Licy menatap bingung ke arah Felix.
"Semuanya gak nyambung itu karena, kehidupan yang Lo jalani saat ini masih tepaku sama kehidupan pemilik asli, pasti Lo ngerasa semuanya aneh dan gak nyambung, Lo ngerasa ada yang gak beres sama badan Lo sendiri"
"Itu dia lix, gua pengen selesai in semuanya secepat yang gua bisa, gua pengen hidup gua gak ada lagi hubungannya sama Lusiana"
"Sabar ya"
"Gak usah di kasih tau juga udah sabar" Lucy menatap tajam Felix.
"By the way lix, ini gua gak tau bener apa nggak, ada yang gak beres sama feya dan team alpha, gini aja logikanya kok bisa agen Intel percaya sama foto editan? Dan feya tiba tiba tau kalo mereka team alpha?"
Felix tersenyum misterius kemudian merogoh sesuatu dari saku celananya.
"Tara" ia menunjukkan sebuah cookies milik feya yang tadi terjatuh.
Grep..
Licy memeluk Felix dengan erat.
"Lo tau banget gua butuh ini" lirihnya.
.
.
.
"Bagaimana, dia mau?" Tanya seorang pria yang sedang duduk di ruangan yang cukup gelap.
"Tentu saja tuan, dia mau dan karena dia juga kemungkinan rencana kita sukses besar" ucap sang anak buah.
"Itu bagus dengan begitu kita bisa memiliki keuntungan yang berlipat ganda"
"Kau mendapat bonus bulan ini, jangan lupa pantau pergerakannya, saya akan memantau team menyusahkan itu"
"Satu lagi, pastikan cari tau apa yang adik saya lakukan seminggu terakhir"
Sang anak buah mengangguk kemudian pergi untuk meninggalkan ruangan gelap itu.
.........
"Jadi?" Seluruh team alpha saling menatap kemudian mengangguk.
"Feya ya?" Gumam Jordy dengan tersenyum misterius.
"Kita urus dia belakangan, karena dia gak begitu penting" ucap Kevin.
"Bener tuh, daripada ngurus Feya bukannya lebih penting buat kita urus buronan yang itu?" Bobby melirik ke arah salah satu poster buronan yang belum mereka tangkap.
Ya buronan yang beberapa hari lalu mereka bicarakan sudah tertangkap dengan bantuan team lainnya, sementara beberapa orang yang di duga buronan sudah tidak di curigai lagi.
"Mukanya kaya gak asing ya?" Gumam Hector.
"Lo bener setiap liat mukanya kaya gak asing"
"Siapa ya?"
Diam diam salah satu dari mereka menyeringai.
"Orang itu keliatan dari badannya suka olahraga"
.
.
.
Pagi hari yang cerah ini Felix sudah di sibukkan dengan tingkah Licy, waktu sudah pukul 06:23 namun Licy masih asik tidur di dalam gulungan selimutnya.
"Ayo cy, Lo tau kan hari ini ada bazar di sekolah" bujuk Felix.
"Jujur lix sebenernya kita masuk sekolah juga gak guna, apalagi Lo sih" gumam Licy yang masih memejamkan matanya.
"Lo yakin gak mau cari tau soal feya? Kalo nggak yaudah gua aja yang cari tau sendiri, kalo nyesel itu di luar tanggung jawab gua loh"
Tanpa menunggu lama setelah Felix menyelesaikan kata katanya mata Licy mendadak terbuka, dan detik itu juga ia langsung berlari menuju kamar mandi.
Begitu melihat Licy pergi ke kamar mandi, Felix langsung keluar dari kamar Licy, ia pergi ke kamarnya untuk mengambil data dan alat komunikasi khusus miliknya yang hanya tersambung dengan kalung yang Licy pakai.
Alat tersebut Felix dapatkan tentu saja dari Licy, alat yang Felix pakai juga sama berbentuk kalung namun berbeda liontin, karena milik Licy berbentuk bunga sementara milik Felix berbentuk tengkorak, itu semua untuk mengelabuhi orang orang yang melihatnya.
Ya dua benda itu sebenarnya alat komunikasi, Felix atau Licy hanya perlu menekan tombol kecil yang ada di balik liontin tersebut, maka secara otomatis akan tersambung dengan milik salah satu dari mereka.
Alat tersebut menggunakan bantuan cahaya matahari sebagai baterai, jadi baik Licy atau Felix tidak perlu mengganti baterai atau mencharge, selama ada sinyal dan baterai dari matahari benda itu akan bekerja.
Seperti itu cara kerjanya, namun benda itu memiliki kekurangan yaitu tidak memiliki pelacak, karena baik Licy maupun Felix mereka berdua sama sama menghargai privasi masing masing.
Jadi benda itu memiliki kekurangan dan kelebihan, jika dilihat sekilas terlihat seperti kalung biasa yang tidak istimewa.
Felix memakai kalungnya kemudian membaca sekilas data yang malam tadi ia dan Licy buat.
"Son?" Rival berdiri di depan kamar Felix dan menatapnya dengan tatapan penuh tanya.
"Hal penting apa yang mau kamu bicarakan?" Tanyanya lagi.
"Ah ini yah" Felix menunjukan sebuah kotak kepada Rival.
"Ah ayah paham, biar anak buah ayah yang urus, udah sana sekolah, tadi ayah liat Licy udah siap"
"Oke yah, makasih, tolong jaga Licy ya kalo Felix gak ada" Felix berbicara dengan menunduk sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal, bahkan mukanya sudah memerah karena malu.
Felix malu karena ia harus meminta tolong pada orang yang sudah ia ragukan.
"Muka kamu merah gitu, pake merkuri ya?" Tanya Rival.
Seketika itu raut wajah Felix yang awalnya memerah karena malu berubah menjadi memerah karena marah.
"CK"
Tanpa berkata apa apa lagi Felix pergi begitu saja meninggalkan rival yang diam diam tersenyum.
"Tentu saja keamanan kalian tanggungjawab ayah" gumamnya dengan menatap isi kamar Felix.
Hay Hay Hay Hay.....
KAMU SEDANG MEMBACA
Someone only we know (END)
Short StoryKalian percaya Astral projection? gak percaya? Sama, awalnya Licy juga gak percaya, sampe Licy kecelakaan dan ngalamin kejadian yang Licy sendiri gak percaya itu.