Tok..tok..tok..
Pintu kamar Licy di ketuk, membuat Licy yang saat ini sedang membuat sesuatu terhenti, ia bangun dari duduknya dan membuka pintu.
"Lily gua gak bisa tidur" ucapnya.
"Astaga lix udah dini hari, sini tidur di kamar gua" ajak Licy.
Felix masuk dan duduk di tempat tidur Licy.
"Lily, inget janji kita waktu kecil kan?" Ucap Felix dengan menatap Licy penuh harap.
Licy mengangguk dan mengusap pucuk kepala Felix.
"Janji ya, Lo jangan mati, gua takut"
"Janji" Licy tersenyum manis.
"Jangan mati Lily" lirih Felix.
Ia paham Felix pasti baru saja mimpi buruk, maka dari itu licy berinisiatif untuk memeluk Felix.
"Mimpi buruk?"
Felix mengangguk.
"It may seem a little crazy, little brother
But I promise everything gonna be alright
And if you ask me tooLily gonna buy you a mockingbird
Ima give you the world
Ima buy a diamond ring for you
Ima sing for you
I'll do anything for you to see you smileAnd if that mockingbird don't sing and that ring don't shine
Ima break that birdies neck
I'd go back to the jeweler who sold it to ya
And make him eat every carat don't f with us"
Licy mengusap rambut Felix dengan lembut.Tanpa mereka sadari rival melihat itu semua bahkan merekamnya, dan ia tersenyum bangga, entah mengapa ia bangga kepada Licy yang terlihat begitu tulus menyayangi Felix adik kembarnya.
...
Sementara itu saat ini brayn masih belum bisa tenang hati dan pikirannya terus berputar mengingat semua perkataan Feya dan kata kata Felix yang ia tidak sengaja dengar.
"Belom tidur Lo?" Tanya Rafa yang kebetulan melihat pintu kamar adiknya terbuka.
Sejak kejadian itu Rafa memang tidak pernah bisa tidur dengan tenang, bahkan terkadang ia akan tidur pada pukul 3 dini hari dan bangun di pukul 6.
Ia tidak pernah bisa tidur dengan tenang, ia selalu merasa bersalah kepada Luciana.
Brayn menatap Rafa dengan tatapan tajam.
Bugh..
Tanpa aba aba, Brayn langsung menonjok rafa tanpa sebab.
Rafa menatap kesal sekaligus bingung.
"Kalo sampe apa yang gua pikirin itu bener bener terjadi, gua harap hidup Lo semakin menderita"
Setelah mengatakan itu, tanpa sopan santun Brayn langsung mendorong Rafa agar keluar dari kamarnya dan menutup pintu dengan kencang.
Rafa sendiri ia masih linglung, ia masih mencerna apa yang baru saja terjadi, dengan posisi yang sama yaitu terduduk di lantai menatap penuh tanya ke arah pintu kamar Brayn.
Sementara Brayn didalam kamar, ia menatap foto Luciana dengan kedua mata yang berkaca kaca.
"Apa gua harus potong tangan ini?" Gumamnya.
"Ini tangan yang sering di pake buat mukul kak Lusi"
"Brayn brengsek"
.
.
.
Pagi ini sama seperti pagi pagi biasanya, Licy menunggu teman temannya di parkiran namun kali ini ada yang berbeda, karena teman temannya sudah lama Licy tunggu tapi belum ada satu orang pun yang datang.
Berbeda dengan Felix yang pergi lebih dulu ke kelas.
20 menit menunggu, teman temannya pun datang, Licy menyambut mereka dengan senyuman biasanya, namun mereka tidak membalas senyuman licy.
Plak..
Licy di tampar.
"Keluar Lo dari alpha" Hector menatapnya tajam.
Licy menatap bingung.
"Gak usah sok polos, kita tau Lo kan yang udah bocorin informasi kita ke dia" tunjuk Hector kearah Feya yang sedang tersenyum puas.
Licy semakin bingung ia tidak tau apa apa, tiba tiba di salahkan.
"CK, dongo" kesal Jordy dan mengeluarkan beberapa foto yang ia lemparkan, hingga foto foto tersebut berterbangan.
Licy memungutnya dan menatap foto itu dengan teliti.
"Ini bukan gua" gumam Licy.
"Mana ada maling ngaku"
"Kalian kan Agent kok bego" gumam Licy.
Plak..
Licy kembali di tampar kini oleh Feya.
"Halah pake gak ngaku segala, mulai detik ini Lo bukan lagi alpha team, karena posisi Lo udah gua copot, pengkhianat" Hector menatap datar.
"Dongo sejak kapan gua gemuk, okey gua keluar" licy menghempaskan semua alat alat yang ia buat dan melemparnya dengan asal, mulai dari alat komunikasi, kamera seukuran lalat, penyadap suara, dan beberapa kertas kertas bukti.
Lalu licy pergi begitu saja dengan kedua mata yang berkaca kaca.
Felix kini sedang duduk berhadapan dengan Brayn dan sepupu sepupunya yang lain, ia tau jika tindakannya ini sedikit tidak sopan namun ia merasa jika keluarga asli Luciana harus tau kejadian yang sebenarnya.
"Jadi?" Sam menatap tak percaya.
Felix mengangguk.
"Kak Lusi" kedua mata Brayn berkaca kaca.
Yap Felix baru saja menceritakan semuanya tentang Licy dan Luciana.
"Jadi saya harap, kalian tidak mengganggu licy lagi"
Mereka berempat diam tidak tau harus berbicara apa.
"Kalian kembar?" Tanya Asher.
"Saya kakak"
Mereka semua menatap tak percaya.
"Sedikit rumit, mungkin nanti kalian akan mengerti"
"Tapi kita boleh kan anggap kak Licy sama kaya kak lusi?" Cicit Brayn.
"Jika itu mau kalian, maka tolong bantu jaga licy untuk saya, mungkin akan sedikit merepotkan karena dia tipe orang yang cengeng dan berisik" Felix tersenyum tipis.
Brak..
Pintu ruangan di buka dengan brutal, tampak disana ada Licy dengan wajah kusut dan kedua bola mata yang berkaca kaca.
"Benar kan, dia cengeng"
Hay Hay Hay....
KAMU SEDANG MEMBACA
Someone only we know (END)
Short StoryKalian percaya Astral projection? gak percaya? Sama, awalnya Licy juga gak percaya, sampe Licy kecelakaan dan ngalamin kejadian yang Licy sendiri gak percaya itu.