• ò ɓ ŕ ò ĺ à ñ •
Percakapan ringan dan santai
[04/09/2023]...
Sepulang dari cafe, Giandra buru-buru mencari dokumen-dokumen tentang Aruna yang sebelumnya tak ia pedulikan. Ia abaikan Arjuna yang lagi-lagi membuat apartemennya berantakan.
"Nyari apa lo? Buru-buru amat."
"Dokumen punya Aruna."
Arjuna memutar kursi dan menepuk tangannya sekali. "Akhirnya lo sadar!"
Saudaranya ini mengabaikan banyak informasi penting di dalamnya. Meskipun tidak tertarik dengan Aruna, setidaknya ada sedikit informasi Diwangkara di sana.
"Gue rasanya ketinggalan banyak. Sejak awal ngomong sama Aruna, gue baru sadar kalau dia kayak udah punya banyak persiapan." Aruna terlalu tenang untuk sikapnya yang kurang ajar. Seakan gadis itu sudah terbiasa melihatnya.
Arjuna berdecak pelan. "Lo emang udah telat banget." Sebenarnya ia sangat ingin membukanya sejak awal. Tapi Gian bakal gampar gue kalau buka seenaknya. "Yang terbaru di meja, baru aja dikirim tadi sore."
Giandra mengambil semua dokumen itu dan membawa ke meja ruang tamunya. Kamarnya sudah sepenuhnya dikuasai Arjuna.
Ia membuka dari yang paling awal. Sebagian besar berisi foto-foto keseharian Aruna, hanya ada dua lembar tulisan yang berisi rangkuman tiap minggu kegiatannya.
Aruna Diwangkara. Mahasiswa Kedokteran Universitas Adiwilaga semester 4. Usia 21 tahun. Hobi melukis. Pernah menempuh pendidikan di Inggris selama satu tahun, namun harus mengulang dari kelas satu ketika pindah SMA saat kembali ke negaranya.
Saat ini kegiatan Aruna tak jauh dari rumah sakit. Gadis itu memiliki jadwal khusus untuk melakukan praktik di rumah sakit dengan mentor pribadinya. Dan di sela-sela kesibukannya, Aruna menghabiskannya untuk melukis atau berkunjung ke museum dan galeri seni.
Kendati baru membaca sebagian, Giandra telah menghela napas panjang berkali-kali. Ini sih tetap aja maksa namanya. Apalagi kehidupan Aruna sangat berbeda dengannya.
Giandra tahu ini kesempatan besar untuk menjalin hubungan dengan Diwangkara. Apalagi Aruna satu-satunya perempuan di keluarga itu yang berusia tak beda jauh darinya. Keduanya hanya terpaut tiga tahun. Tapi tetep aja gue nggak nyangka Mama sama Papa sampai segininya.
"Lo kelihatan frustasi." Arjuna yang baru keluar kamar dan membawa camilan milik Giandra merasa tertarik. "Kenapa, Gi? Ngerasa karakter Aruna beda jauh sama lo."
"Banget. Ini Mama beneran nggak salah milih?" Giandra tahu sejak awal ia akan dijodohkan. Itu mengapa ia jarang menjalin hubungan. Selain malas berdebat, bila perempuan pilihan orang tuanya sesuai, Giandra tak akan keberatan. Toh perjodohan seperti ini biasa di kalangan mereka.
Dan kekesalan Giandra kembali memuncak ketika mengingat Aruna menolak untuk ia antar pulang. Awalnya gadis itu beralasan bahwa supirnya sudah menjemput, tapi setelah Giandra paksa, gadis itu baru mengatakan jika tak suka naik motor.
"Dia bilang nggak suka naik motor, Jun." Giandra memijat keningnya. Aruna seharusnya sudah tahu kalau Giandra justru menyukainya, bahkan bergabung dengan club balap secara legal dan menjadi salah satu pemimpinnya.
"Wah, susah juga." Arjuna batal kembali ke kamar. Ia ikut duduk di sofa. "Dia tadi ada ngomong kalau nggak suka cowok yang balapan juga?"
"Nggak. Cuma nolak pas mau gue anter balik."
KAMU SEDANG MEMBACA
Different
RomanceRate 18+ Perihal perbedaan yang kerap tak diyakini, nyatanya justru mendatangkan kekuatan tarik-menarik yang lebih erat. . . Hidupnya selalu diantarkan pada titik-titik gelap keluarga. Menumbuhkan didikan keras dengan ambisi kuat dan mengakar. Har...