A/n : tolong bgt ini vote dan komennya, jangan lupa share cerita ini juga...
Selamat membaca 🌻🤗
...
• d è ķ à t •
"4. a akrab; rapat (tentang hubungan persahabatan, persaudaraan, dan sebagainya)"
[10/01/2024]
...
"Pulang bareng gue." Giandra meraih tangan Aruna dan membawanya ke parkiran. Ia tertawa pelan ketika melihat wajah panik gadis itu, lalu menambahkan. "Tenang, hari ini gue bawa mobil."
Langkah Aruna lebih ringan sekarang. Kepanikannya juga mereda. Namun, pikirannya tidak. Gimana kondisi Fajar? Apa dia masih hidup? Giandra nyeret dari lantai tujuh.
Aruna masih tak menyangka Giandra akan segila itu. Mereka bertemu dengan Arjuna yang hendak mengambil motor.
"Aman, Gi." Laki-laki itu memberi kode pada Giandra.
Giandra mengangguk. Lalu menepuk pundak Arjuna dan membisikkan sesuatu.
Aruna tak mendengar apa-apa. Arjuna naik ke motor dan pergi setelahnya, sementara ia mengikuti Giandra menuju mobilnya.
Giandra membuka pintu untuk Aruna. Namun, Aruna tak kunjung masuk. Gadis itu tampak tak fokus. "Dia nggak mati, Aruna."
Kalimat itu menyadarkan Aruna. Dan segera gadis itu masuk. Sayangnya, daripada menutup pintu, Giandra justru menunduk, lalu mendekatkan bibir ke telinganya. "Tapi gue bisa bikin dia mati di rumah sakit kalau lo mau."
Aruna sontak menatap Giandra kaget. Beberada detik ia terdiam tanpa kata. Dan begitu tersadar, Aruna berujar lirih, "nggak perlu, udah cukup."
Giandra mengangguk singkat, lalu memasangkan sabuk pengaman Aruna. Ia memundurkan diri dan masuk ke kursi kemudi.
"Thank you, Giandra." Aruna memecah keheningan yang sempat berlangsung beberapa menit. Setidaknya ia berterima kasih Giandra sudah menolong. Meski dengan cara yang luar biasa bruntal.
"Lain kali langsung telepon gue atau siapapun yang bisa nolong kalau lo diganggu lagi."
"Iya, tadi gue nggak sempet. Waktu lo telepon hp gue direbut gitu aja."
Beruntung Giandra ingat dering ponsel Aruna dan langsung menyusul ke sumber suara.
"Lagian kenapa lo nggak teriak? Banyak orang di sisi satunya." Giandra masih tak habis pikir. "Dan kenapa juga lo malah mojok? Ada banyak tempat di perpustakaan, Aruna."
Giandra tak bisa bayangkan apa yang akan terjadi kalau ia tak datang tepat waktu. Dengan luasnya perpustakaan, juga karakter yang cenderung apatis para penghuninya, Giandra tak yakin Aruna "selamat" dengan tepat.
Gadis itu tak menjawab untuk beberapa saat. Ia ragu mengatakannya. "Apa lo percaya kalau gue bilang ... gue nggak bisa teriak kalau lagi takut?"
Giandra sontak menoleh. Kaget. Ia tahu Aruna tak pernah bersuara keras, berbicara kasar, atau pun bertindak di luar kendali. Tapi nggak bisa teriak kalau takut? Hidup lo ngapain aja, Aruna?
Diwangkara ngajarin apa aja sih? Giandra mengumpat dalam hati. "Jangan bilang itu bagian dari tata krama keluarga lo?"
Lagi-lagi Aruna diam cukup lama. Dan Giandra sudah tak memiliki kesabaran menunggu jawaban. "Lo pernah diganggu kayak gitu sebelumnya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Different
RomanceRate 18+ Perihal perbedaan yang kerap tak diyakini, nyatanya justru mendatangkan kekuatan tarik-menarik yang lebih erat. . . Hidupnya selalu diantarkan pada titik-titik gelap keluarga. Menumbuhkan didikan keras dengan ambisi kuat dan mengakar. Har...