• s è p à ķ à t •
[28/04/2024]
...
"Jantung." Aruna berucap lirih. Suaranya mulai memberat ketika ia bicara. Ia menepuk pelan dada kiri Giandra. "Apa keluarga Fellysia yang nusuk lo?"Aruna ingat ada bekas jahitan di dada kiri pemuda ini. Dan mungkin itu balasan yang Giandra terima sebagai akibat telah membuat putri mereka mati. Bisa jadi mama atau papa Fellysia pelakunya, pikir Aruna.
Giandra tertawa pelan, tak memberi sanggahan. "Sekarang lo paham kan?" Ia menangkup dagu Aruna agar kembali menatapnya. "Seandainya di tengah jalan lo mati, Kanaka nggak akan kasih ampun. Hubungan keluarga kita juga bakal rusak gitu aja."
Jadi ini alasannya. Harusnya Aruna tak perlu menebak banyak hal.
Sebab, memang itu yang terjadi sebelumnya. Rasa tidak terima membuat hubungan keluarga Fellysia dengan Dirgantara rusak. Giandra juga mendapat balasan, ia hampir mati ditikam oleh ibu Fellysia sendiri. Wanita itu kalap, dan Giandra terlalu kaget untuk melawan. Alhasil, ia nyaris kehilangan nyawa dan menghabiskan beberapa bulan di rumah sakit.
Bohong jika Giandra tidak terpuruk ketika melihat gadis itu mati di depan matanya. Kini, ia tak mau mengulangnya. Giandra tak mau menyaksikannya lagi.
Mata Giandra, Aruna menemukan mata itu kian menggelap. Bukan kebohongan. Itu pasti kenangan buruk buat Giandra. Namun Aruna tak akan tertipu.
"Giandra," Ia mendorong tangan pemuda ini dari wajahnya, lantas menggenggamnya erat. "Jangan coba manipulasi gue."
Satu detik, dua detik, hingga detik berikutnya Giandra tak merespon.
Sampai kemudian tawa pemuda itu pecah. "HAHAHAHAHAHAHA!" Menggema, memenuhi seluruh ruangan.
"Harunya gue dengerin Kanaka. Hahahaha!" Pemuda itu masih tertawa. Salut. Gadis ini memang tak mudah tertipu.
Aruna menghela napas kasar. Ia ingin menjauhkan diri, tetapi Giandra makin mengeratkan lilitan di pinggangnya. Ia yakin pemuda ini memang terpuruk dan sakit hati atas kematian Fellysia, tapi itu dulu. Giandra tetaplah Giandra.
Memanipulasi dengan melibatkan masa lalunya untuk memikat nurani Aruna, dasar gila!
"Lihat lo masih bisa sadar gini, gue nggak sabar lihat tanggapan seorang Aruna di masa depan." Giandra berkata dengan sisa tawanya. Tatapannya masih gelap dan kelam, namun kini dengan maksud yang berbeda.
Aruna tahu ini keputusan berat untuk hidupnya. Ia bisa melepaskan Giandra, tapi tidak tahu apa ada seorang yang bisa menggantikan pemuda itu nantinya.
Dengan segala gemuruh di kepalanya, Aruna memantapkan diri. Ia menggeser tubuh, lantas melingkarkan kedua tangannya di leher Giandra, balas memeluk pemuda itu.
"Giandra.." Aruna menahan getaran dalam suaranya. "Ada satu lagi." Ini yang Aruna paling harapkan dan ia mau Giandra melakukan hal yang sama.
"Seburuk apapun nanti, di mata gue, lo tetap Giandra." Aruna berucap dengan pelan dan tegas. "Sebanyak apapun lo rusak orang, bikin mereka gila, atau bahkan bunuh banyak orang, lo tetap Giandra bagi gue."
Aruna berujar dengan sungguh-sungguh. Kondisi keluarga mereka tak jauh berbeda. Dan seharusnya Giandra lebih dari paham dengan apa yang ia bicarakan.
"Apa lo juga mau melakukan hal yang sama, Giandra?"
Dada Giandra mendadak terasa berat. Kata-kata Aruna ... bagaimana bisa?
Aruna menahan dekapannya yang dibalas lebih erat, agak menyakitkan. Sepertinya ia berhasil memancing emosi Giandra. "Seburuk apapun nanti gue di masa depan, apa lo tetap mau menerima gue sebagai Aruna?" Mata Giandra makin tak dapat ia baca. Tapi Aruna yakin Giandra mengerti keinginannya. "Apa lo tetap bisa lihat gue sebagai Aruna?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Different
عاطفيةRate 18+ Perihal perbedaan yang kerap tak diyakini, nyatanya justru mendatangkan kekuatan tarik-menarik yang lebih erat. . . Hidupnya selalu diantarkan pada titik-titik gelap keluarga. Menumbuhkan didikan keras dengan ambisi kuat dan mengakar. Har...