Warning : agak gore...
• ś ë ŕ ɓ ù à ʼn •
[08/11/2024]
...
Aruna tak tenang. Jantungnya mulai berdetak cepat tanpa aturan. Tembakan bertubi-tubi itu jelas akan membobol pintu. Ia tidak tahu kemana para penjaga Giandra. Apakah mereka semua sudah mati?
Satu-satunya hal yang bisa Aruna lakukan adalah meraih pistol yang ditinggalkan Giandra. Aruna asing dengan senjata satu ini, tapi ia menggenggamnya erat-erat.
Bila Giandra tak kunjung datang, sisa penolongnya hanya pada Diwangkara. Tapi ini jelas akan memicu keributan. Kanaka akan marah besar melihatnya acak-acakkan di tempat Giandra.
Sial! Ia malah peduli dengan hal itu!
Mendengar keributan yang semakin terdengar jelas, Aruna yakin mereka sudah berhasil masuk. Ia lantas menyembunyikan diri di almari. Para penjaga Giandra sudah datang, karena itu ia harus diam, berpura-pura seolah tak berada di sini.
Aruna mencoba menghubungi Giandra kembali, tersambung tapi tidak diangkat. Ia yakin Giandra dalam perjalanan.
Menarik napas dalam-dalam, Aruna berusaha menenangkan diri. Gadis itu memeluk erat pistol pemberian Giandra, jaga-jaga bila mendadak seorang menemukannya.
Gadis itu kontan menutup mulut ketika mendengar pintu kamarnya digedor, disusul suara tembakan beberapa kali. Mata Aruna terpejam, ia berusaha tenang dan menahan tangis. Seorang sudah berhasil masuk kamarnya. Aruna lupa bila ada barang-barangnya yang akan terlihat, keberadaannya jelas akan disadari dengan mudah.
Aruna nyaris berteriak ketika pintu almari mendadak dibuka. Tangannya ditarik paksa untuk keluar. Tubuhnya didorong ke lantai dan laki-laki dengan wajah tertutup itu mencekik lehernya kuat-kuat.
Sakit. Pasokan udara yang ia hidup terbatas dan dadanya mulai sesak. Kendati tidak terbiasa dengan senjata di tangannya, ia mengarahkan tangannya diperut laki-laki itu dan menarik pelatuk.
Tidak ada suara. Dan terasa tanpa beban. Bahkan tangan Aruna tidak merasa seperti menarik pelatuk. Namun, perlahan lehernya terbebas dan laki-laki ini ambruk. Aruna kontan meraup oksigen banyak-banyak, lantas menyadari tangannya terasa amis dan penuh darah bersama pistol yang masih dipegangnya.
Laki-laki itu bergerak, menahan kaki Aruna dengan tangannya. Sebab dilanda kepanikan, ia refleks menembakkan peluru lagi di punggung laki-laki itu.
Dan mati.
Cekalan di kakinya terlepas. Tapi Aruna masih cukup sadar bahwa ia baru saja membunuh seseorang.
Pistol pemberian Giandra terlalu enteng, tidak seperti yang ia duga akan membutuhkan keterampilan. Seolah, menarik pelatuk adalah hal sepele. Pun, menjadi pilihan yang mudah untuk Aruna lakukan dalam keadaan darurat.
Gadis itu refleks menjatuhkan pistol. Tangannya bergetar dan ia merasa mual. Namun, tepuk tangan dari seorang di belakangnya membuat kesadaran logikanya kembali. Gadis itu berbalik dan kembali waspada ketika menemukan laki-laki yang ia lihat di kabar berita---yang seharusnya laki-laki itu kini di penjara, bukan malah ada di hadapannya.
"Apa si brengsek itu yang ngajarin Tuan Putri Diwangkara main pistol?" Laki-laki melangkah maju dengan senyum senyum miring penuh penghinaan.
Aruna refleks mundur. Ini berbahaya. Mata laki-laki di depannya dipenuhi kekalutan dan dendam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Different
RomanceRate 18+ Perihal perbedaan yang kerap tak diyakini, nyatanya justru mendatangkan kekuatan tarik-menarik yang lebih erat. . . Hidupnya selalu diantarkan pada titik-titik gelap keluarga. Menumbuhkan didikan keras dengan ambisi kuat dan mengakar. Har...