7 | Mengenal (2) :

1.2K 112 32
                                    

• m è ñ ĝ è ñ à ĺ •

Mengetahui; kenal (akan); tahu (akan)

[17/09/2024]

...

Aruna menyerahkan helm dan merapikan rambutnya yang berantakan. Rupanya Giandra membawanya ke hotel Dirgantara yang jaraknya tak jauh dari kampus mereka.

Ia mengikuti Giandra masuk hingga keduanya sampai di privat room yang Giandra pesan. "Giandra, apa ini nggak berlebihan?" Aruna bertanya dengan hati-hati.

Mereka hanya mengobrol biasa. Tapi persiapan Giandra memberi kesan bahwa ini pembicaraan penting dan penuh rahasia.

"Lo mau pembicaraan kita bocor ke media?" Giandra meletakkan tasnya di kursi. "Mau penting atau nggak topik yang kita omongin, mereka tetep bisa bikin beritanya makin panas dan kemana-mana. Lo mau?"

Aruna menggeleng pelan, Giandra benar. Orang-orang itu selalu suka membesar-besarkan berita. Dan Aruna tidak mau jadi tokoh utama mereka.

Ia mendekat ke jendela dan memandang ke luar. Kini mereka berada di lantai 10. Di bagian samping ada pintu yang mengarah ke luar dan menampilkan taman beserta kolam renang. Dan di sisi lain terdapat jendela besar yang memperlihatkan gedung-gedung pencakar langit.

Sejenak, Aruna diam menikmati pemandangan gedung-gedung di hadapannya. Ia mencari ketenangan sejenak. Selama dua minggu disibukkan dengan berbagai hal, bisa menikmati pemandangan di depannya adalah kesenangan tersendiri baginya.

Aruna melirik Giandra sekilas. Pemuda itu tampak bicara dengan seorang, sepertinya manager hotel. Malam ini seharusnya Aruna makan malam dengan salah satu teman bisnis mamanya. Namun begitu ia bilang akan bertemu dengan Giandra, mama mengizinkan begitu saja.

Keluarganya benar-benar membuka jalan untuknya dan Giandra.

"Lo mau bicara di taman?" Giandra memberi tawaran kala melihat Aruna hanya diam dengan mata terpejam di dekat jendela. Tanpa perlu bertanya pun ia tahu kalau gadis itu kelelahan.

Giandra lalu membuka pintu dan mengajak Aruna bicara di luar. Keduanya duduk bersebelah menghadap kolam renang.

Beberapa menit kemudian pelayan masuk, menyajikan beberapa minuman dan makanan ringan.

"Terima kasih," Aruna tersenyum tipis pada waiter. Ia cukup tersanjung karena Giandra lumayan peka dengan menyajikan pancake yang batal ia makan tadi.

"Untuk ukuran cowok pemaksa, lo ternyata cukup peka. Thank you, Giandra."

"Anggap aja kompensasi karena lo mau naik motor panas-panasan." Giandra membuka botol air mineralnya, lantas meneguk hingga sisa setengah. "Tapi gue bakal terus maksa lo buat naik motor selama sama gue."

Aruna refleks menoleh, menatap Giandra sesaat. Raut kaget yang semula terlukis di wajah cantik itu perlahan berganti dengan helaan napas dan anggukan pasrah. "Gue ngerti."

"Lo beneran nggak suka, ya?"

"Iya," Aruna menjawab jujur. "Gue nggak terbiasa. Tapi bakal gue coba."

"Kenapa lo mau nyoba?" Giandra memajukan wajah. Ekspresinya kaku dan terkesan tengah menginterogasi tersangka.

Dan Aruna sadar, mau seperti apapun, ekspresi wajah Giandra memang selalu terlihat keras dan galak. Dan ia mulai terbiasa.

"Pertanyaan yang sama, Giandra. Kenapa lo mau coba perjodohan ini? Bukannya sejak awal lo nggak tertarik?" Aruna penasaran apa yang membuat pemuda ini berubah pikiran.

DifferentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang