14 | Mendekat :

1.1K 98 67
                                    

A/n: bisa dong diramaikan 🍿🌸

Ini agak warning 🙈

Selamat membaca 🌻🌻

...

• m è n d è ķ à t •


[29/01/2024]

...

Satu pukulan keras berhasil mengenai tulang pipi Giandra. Pemuda itu terkekeh pelan sembari mengusap bibirnya yang mengeluarkan darah. Dan sebelum pukulan mengenai wajahnya lagi, Giandra lebih dulu menghindar, lalu menendang perut lawannya hingga terpental cukup jauh.

Suasana hatinya sedang buruk. Ia juga tengah sibuk. Tapi ada saja yang mengusik hidupnya.

Entah mereka sedang bertaruh atau apapun, kali ini Giandra tidak peduli. Mereka yang datang menawarkan diri menjadi samsaknya.

Giandra kembali maju, kemudian melayangkan beberapa pukulan dan tendangan. Ia mengabaikan seluruh atensi yang membuatnya menjadi pusat perhatian, tak peduli bahkan harus membunuh di depan banyak orang.

Tapi Aruna peduli.

Gerakan Giandra terhenti. Ia tertawa pelan. Sialan! Gadis itu kini benar-benar mencampuri hidupnya. Apa Giandra sekarang harus ikut bersopan santun selayaknya pangeran yang akan mendampingi sang putri?

Ck! Sial! Gara-gara memikirkan Aruna, ia kecolongan. Tubuh Giandra di dorong mundur, dan pemuda yang menjadi lawannya berusaha berdiri. Laki-laki itu lalu kembali menyerang Giandra.

Dan perkelahian sengit keduanya kembali beradu.

Dari gerakan dan rasa sakit yang ia terima, Giandra tahu laki-laki ini memiliki ilmu bela diri yang baik. Sayangnya, kemampuan teknis saja tak cukup.

Dia cuma niat hajar gue sampai mampus dan menangin pertarungan.

Sementara kemampuan mental Giandra selalu mengarahkan untuk menghabisi lawannya, tak peduli jika harus mati sekalipun.

Laki-laki di bawahnya dalam kondisi mengenaskan. Giandra meraih dagu dan memperhatikan wajah lawannya. Tidak ada satu pun nama keluarga atau orang-orang yang pernah ia temui dalam daftar ingatannya.

Merasa tak cukup puas, Giandra meninju wajah di bawahnya beberapa kali. Suasana hatinya makin buruk.

Orang-orang yang menonton mendapat hiburan, tapi Giandra bahkan masih terikat kesepakatan dengan sang ayah.

Sinar matahari mulai meredup, tanda hari semakin gelap. Pemuda itu berdiri dan mengambil tasnya, menyudahi acara tontonan gratis yang makin membuatnya jengkel. Sembari melewati kerumunan yang langsung membuka jalan untuknya, Giandra mengangkat panggilan dari gadis yang sejak tadi menunggunya.

"Halo, Aruna."

...


Aruna ingat ada Giandra harus diatasi. Dengan harapan pemuda itu tidak sedang kalap, buru-buru ia menyusul ke fakultas Giandra. Namun, ketika sampai di depan gedung utama, keadaannya tampak tenang, tak ada situasi perkelahian seperti kata Thalia.

DifferentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang