Hidup memang selalu memiliki banyak kejutan untuk para manusia. Mereka seakan tidak diizinkan untuk istirahat sejenak, untuk sekadar menarik napas, hal-hal di luar ekspektasi terus saja terjadi. Tidak masalah jika itu adalah sesuatu yang menyenangkan, yang ada manusia akan bergembira. Namun, mengapa selalu saja sesuatu yang menyulitkan yang datang silih berganti?
Sungguh, Flora sudah berusaha sekuat tenaga untuk bisa tiba di kelas Ilmu Perundang-undangan sebelum dosen. Ia rela melewatkan sarapan, naik ojek supaya tidak terjebak macet, juga lari menelusuri koridor Fakultas Hukum supaya bisa datang tepat waktu. Namun, sayang seribu sayang, semua upaya keras Flora itu berakhir sia-sia ketika melihat pintu kelas sudah tertutup rapat.
Untuk beberapa saat, gadis itu hanya berdiri di tempat. Matanya tertuju pada daun pintu, seraya berusaha mengatur napas yang masih tersendat. Setelah mengumpulkan sejumlah keberanian, akhirnya kaki jenjang Flora melangkah. Kedua tangannya terkepal, berusaha meyakinkan bahwa semuanya akan baik-baik saja. Lalu, ia pun mengetuk pintu lumayan pelan, yakin bahwa orang-orang di dalam sana akan mendengar sekalipun jumlahnya banyak sekali.
"Ya, silakan masuk."
Sahutan dari dalam kelas membuat degup jantung Flora semakin menggila. Berulang kali ia membasahi bibir, tidak peduli aksinya itu membuat liptint merah muda yang dikenakan menjadi luntur. Dengan penuh hati-hati, ia pun meraih kenop dan membuka pintu perlahan. Detik itu juga, pandangannya langsung bertemu dengan netra legam seorang pria yang duduk di depan kelas.
"Selamat pagi, Pak," sapa Flora.
"Pagi," jawab orang itu, tanpa memalingkan pandangan sekalipun sudah menatap wajah mahasiswinya lebih dari sepuluh detik.
"Saya ... boleh ikut kelasnya, Pak? Saya hanya telat satu menit, Pak."
Alis kanan pria itu terangkat tinggi. "Kenapa telat?"
Flora menelan saliva susah payah ketika mendengar beriton rendah itu. "Saya bangun kesiangan, Pak. Orang tua saya tidak ada di rumah, jadi-"
"Keluar."
Wajah tegang Flora berubah memelas seketika. "Saya minta maaf, Pak. Tolong izinkan saya untuk ikut kelas Bapak. Saya sudah berusaha untuk tidak telat, Pak. Bahkan, saya lari dari area parkir sampai ke sini. Saya juga tidak sempat sarapan supaya-"
"Itu bukan sebuah usaha. Itu adalah konsekuensi yang harus kamu tanggung karena telat bangun tidur. Saya sudah tekankan berulang kali, bukan? Saya tidak menerima alasan apa pun untuk sebuah keterlambatan. Apalagi ini kali ke tiga kamu telat masuk kelas saya dalam sebulan ini."
"Tapi, Pak ...."
"Silakan tutup kembali pintunya. Waktu mengajar saya telah berkurang satu menit gara-gara kamu."
Walaupun sangat ingin menimpali ucapan pria itu-untuk lanjut membela diri ataupun melayangkan protes-pada akhirnya Flora hanya bisa menutup pintu kelas pelan-pelan. Gadis itu hanya bisa menghela napas panjang, lalu berjalan menuju tempat duduk dengan langkah gontai.
Percayalah, Flora bukan tipikal anak yang tidak mensyukuri apa yang telah dikaruniakan dalam hidupnya, terutama tentang menuntut ilmu. Dari pertama masuk Universitas Adiwidya sampai semester empat ini, baru tiga kali Flora telat. Sialnya, selalu saja bertepatan dengan kelas dosen paling ditakuti di Fakultas Hukum, Pak Madha. Semesta seakan ingin Flora belajar menjadi manusia yang lebih sabar dengan cara ini.
"Telat lagi, Flo?"
Baru sedetik Flora menoleh, ia langsung menarik kembali kedua matanya menuju buku. "Ngapain lo di sini? Sana pergi! Gue lagi gak mau diganggu!"
Terdengar helaan napas panjang, bersamaan dengan duduknya seseorang di samping Flora. "Mau sampai kapan kamu bersikap judes kayak gini, sih, Flo? Mau sampai kapan kamu marah sama aku?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Emergency Wedding [Terbit]
Romance"Gue sumpahin tuh dosen dapet istri kayak setan! Biar tahu rasa!" Percayalah, Flora sama sekali tidak bermaksud mengutuk Madhava, dosen galak yang sangat menyebalkan. Ia berkata demikian hanya untuk meluapkan kekesalan karena tidak diizinkan masuk k...