Ting!
Ketika Flora baru keluar dari kafe tempat diselenggarakannya kerja kelompok, ponselnya berbunyi. Ia segera merogoh saku kardigan. Terbitlah senyum cerah ketika yang mengirim pesan memang seseorang yang ditunggunya sejak tadi.
Mas Madha
Belum pulang, ya?Flora
Belum, Mas. Ini baru
beres kerja kelompok.Mas Madha
Coba kirim lokasi kamu.
Biar saya jemput.Flora
📍Your current location."Flo, lo pulangnya gimana? Dianterin atau naik ojol?"
Terlalu asyik dengan ponsel, Flora sampai lupa dengan pertanyaan teman sekelasnya. "Eh, kalian duluan aja. Gue dijemput, kok."
"Dijemput siapa?" tanya yang lain.
"Sama ...." Flora menatap satu per satu temannya dengan ragu.
"Pacar barunya," celetuk Naumi tiba-tiba. Dia langsung menaiki motor matic salah satu teman laki-laki. "Ayo, kita pulang duluan aja. Pacarnya Flora pemalu, susah buat ketemu sama orang baru."
Walaupun terkejut dengan penuturan Naumi-tentang Flora yang sudah memiliki pacar baru-mereka semua serempak menaiki kendaraan masing-masing. Mereka meminta Flora untuk duduk di dalam kafe supaya lebih aman, sebelum akhirnya menarik tuas gas menuju rumah.
Sementara itu, Flora tidak bisa menahan senyum ketika mengetahui Madhava sedang di perjalanan untuk menjemputnya. Flora merasa ... ia benar-benar telah menikahi Setelah sebulan lebih, akhirnya ia bisa tahu bagaimana rasanya dijemput suami.
Ketika mobil SUV hitam Madhava tertangkap pandangan, senyum gadis itu semakin mengembang. Flora sudah siap melangkah mendekati mobil, tetapi tertahan karena melihat Madhava turun. Ia kira, lelaki itu berniat mampir ke kafe terlebih dahulu. Namun, ternyata Madhava keluar dari mobil untuk sekadar membukakan pintu untuk Flora.
"Silakan," ucap lelaki itu.
Bunga-bunga di hati Flora bermekaran seketika. Walaupun seperti ada yang menggelitik dada, sebisa mungkin Flora bersikap tenang. "Terima kasih."
"Sama-sama," jawab Madhava, lalu menutup pintu kembali setelah melihat Flora mengenakan sabuk pengaman.
Flora menghirup oksigen sebanyak mungkin, lalu mengembuskannya perlahan. Ia berusaha menenangkan diri. Perlakuan kecil Madhava barusan-yang sangat manis di mata Flora-telah menghilangkan separuh kontrol dirinya.
"Bagaimana kabar kamu?" tanya Madhava setelah duduk di kursi kemudi.
"Baik," balas Flora dengan suara yang dibuat setenang mungkin. "Mas sendiri bagaimana? Urusannya sudah selesai? Kasus KDRT klien sudah dilaporkan?"
Hati Madhava berdesir mendengar panggilan 'Mas' untuknya. Baru tiga hari panggilan dari Flora berubah, ia belum terbiasa. "Saya juga baik. Kami langsung melakukan visum dan mengajukan laporan ke kepolisian. Dengan adanya tindakan kekerasan ini, klien sudah pasti bisa berpisah dari suaminya."
"Emangnya, apa alasan awal klien pengen cerai?"
"Suaminya tidak bertanggung jawab. Dia tidak memberi nafkah selama bertahun-tahun. Klien semakin tidak bisa bertahan karena suaminya kecanduan judi beberapa bulan terakhir."
"Wah ... emang harus pisah, tuh. Katanya, kalau udah sekali kecanduan judi, gak bakalan sembuh-sembuh. Banyak juga orang yang berakhir bangkrut, hidup serba kekurangan, karena judi."
Madhava mengangguk, setuju dengan ucapan gadis di sampingnya itu. Seraya mengendarai mobil, ia menoleh kanan kiri, mencari sesuatu. "Kamu sudah makan?"
"Belum," jawab Flora seraya memamerkan deretan gigi putihnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Emergency Wedding [Terbit]
Romance"Gue sumpahin tuh dosen dapet istri kayak setan! Biar tahu rasa!" Percayalah, Flora sama sekali tidak bermaksud mengutuk Madhava, dosen galak yang sangat menyebalkan. Ia berkata demikian hanya untuk meluapkan kekesalan karena tidak diizinkan masuk k...