14. Show the Truth

89.4K 7.2K 134
                                    

"Mas, yang tadi ...."

Flora tidak sanggup melanjutkan ucapannya ketika melihat rahang Madhava yang mengetat keras. Dia hanya bisa diam di tempat, menatap punggung tegap Madhava yang tengah berlutut di depan lemari televisi. Ketika berbalik, Flora bisa melihat adanya garis kemarahan di wajah lelaki itu.

"Duduk."

Tanpa menunggu Madhava mengeluarkan bariton rendahnya dua kali, Flora langsung menuruti perintahnya. Ia duduk di sofa dengan posisi sempurna, menghadap Madhava yang sudah berlutut di hadapannya seraya membuka kotak P3K. Tanpa mengatakan apa pun lagi, lelaki itu mengobati sudut bibir Flora dengan teliti.

Tidak banyak yang bisa dilakukan Flora. Dia hanya duduk mematung, memasrahkan luka di tubuhnya ke tangan Madhava. Selain sudut bibir yang robek, tangan Flora juga memar akibat tonjokan Windy. Ada luka berdarah di tulang keringnya, akibat tendangan maut gadis berambut merah itu.

"Mas!" sergah Flora ketika Madhava hendak menempelkan kapas kembali ke luka di kakinya. "Pelan-pelan. Ini sakit, lho."

Madhava hanya menatap Flora datar selama beberapa saat, kemudian kembali pada luka itu setelah tangannya dilepaskan. "Kamu yakin bukan Kevin yang melakukan ini?"

"Bukan," jawab Flora dengan cepat. Akhirnya, lelaki itu buka suara juga. "Pelakunya Windy."

Kepala Madhava kembali terangkat. Dia menatap Flora dengan dahi yang berkerut. "Atas alasan apa dia melukai kamu seperti ini?"

Selama beberapa saat, Flora hanya terdiam, berusaha mengingat kembali kejadian tadi. "Memang aku yang nyerang dia duluan, sih. Tapi itu karena dia udah berbuat jahat sama aku."

"Jangan bilang kalian bertengkar karena memperebutkan Kevin?"

"Enggak, ya! Buat apa aku ngerebutin cowok tukang selingkuh begitu?" tegas Flora, setengah berteriak.

Sambil geleng-geleng kepala, Madhava menutup luka Flora dengan plester. Ia pun membereskan kotak obat dalam kebisuan. Setelah membuang sampah dan cuci tangan, lelaki itu kembali ke ruang tengah. Dia duduk di samping Flora dengan mata yang menatapnya penuh perhatian.

"Bisa kamu jelaskan kronologi?"

Flora segera membuka tasnya. Ia menyerahkan ponsel pada Madhava. "Ini perbuatan Windy. Aku gak tahu itu cuma kebetulan atau dia emang berniat ngikutin kita selama selama ini. Gara-gara foto itu, sekarang aku jadi bahan gunjingan satu kampus."

Baru beberapa saat Madhava bisa bersikap santai, urat di kepalanya kembali kencang ketika melihat layar ponsel Flora.

Foto yang Flora turun dari mobil sepertinya diambil Senin kemarin. Madhava masih ingat dengan kemeja biru yang dikenakan istrinya. Pada hari Rabu, Madhava dan Flora mendapatkan undangan makan malam dari Radevan. Mereka mendapatkan pelayanan naratama dan bisa menikmati pemandangan ibukota dari penthouse Basunjaya hotel. Terakhir, ketika mereka makan di luar semalam. Foto menunjukkan Flora sedang memukul dada Madhava, seakan sengaja ingin membangun persepsi bahwa memang gadis itu yang mendekatinya.

"Semua orang berpikir aku perempuan gak bener sekarang," ucap Flora sembari menunduk. Suaranya parau, terdengar menyedihkan. "Mereka mencemooh aku, berpikir aku goda kamu, padahal kamu udah punya pasangan. Ada yang bilang demi nilai, aku tergiur kekayaan kamu, aku cewek yang butuh belaian, omongan mereka nyakitin banget."

Madhava segera menyimpan ponsel di tangannya ke meja. Ia pun menarik tubuh Flora ke dalam pelukan. Saat itu juga, tangisan Flora pecah seketika. Air mata yang sejak tadi ia bendung kini tumpah ruah tanpa bisa dikendalikan.

"Jangan terlalu dipikirkan. Mereka berkata seperti itu karena tidak tahu yang sebenarnya. Mereka tidak tahu bahwa kamu adalah istri saya," ucap Madhava seraya mengusap punggung Flora, berusaha memberikan ketenangan.

Emergency Wedding [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang