8. Sleep Tight

100K 7.6K 221
                                    

Baru satu detik Madhava membuka pintu kamar, ia langsung mematung di tempat ketika menyadari ruangan itu tidak kosong. Kerja otaknya sempat terhenti selama beberapa saat. Kemudian, ia segera kembali menutup pintu setelah sebuah sisir merah jambu melayang secepat kilat, mendarat di kepalanya.

"Kenapa gak ketuk pintu dulu?!" hardik seseorang dari dalam sana.

"Sa-saya kira kamu masih di kamar mandi," jawab Madhava, gelagapan. "Kamu tenang saja, saya ... tidak lihat apa-apa."

"Bohong! Tadi saya lihat Bapak ngelihatin saya sambil melotot, ya! Gak mungkin Bapak gak lihat apa-apa!" Suara itu masih penuh dengan emosi.

"Saya sudah lupa dengan apa yang saya lihat barusan."

"Rambut saya basah atau kering?"

Madhava terdiam beberapa saat. Setelah yakin dengan jawabannya, ia pun berkata, "Basah."

"Pak Madhaaa!"

Sebelum Flora membuka pintu dan melayangkan senjata lain, Madhava segera berlari. Ia memasuki ruang kerja dan mengunci pintu dua kali, memastikan Flora tidak akan bisa menganiayanya.

Madhava berniat membawa baju ganti sebelum membersihkan diri. Namun, betapa terkejutnya Madhava ketika mendapati Flora ada di sana, sedang duduk menghadap cermin meja rias sambil merapikan rambutnya. Sialnya, gadis itu masih mengenakan handuk, membuat Madhava tak mampu menggerakkan tubuh selama beberapa detik.

Mengira Flora masih di kamar mandi adalah kebohongan yang terucap dari bibir Madhava secara spontan. Sebenarnya, lelaki itu lupa bahwa dirinya tidak lagi tinggal sendiri. Walaupun sudah seminggu lebih, Madhava masih sering lupa bahwa ia sudah berbagi tempat tinggal dengan seorang perempuan yang berstatus sebagai istrinya.

Lelaki 28 tahun itu terperanjat ketika terdengar ketukan dari luar. Tanpa alasan yang jelas, Madhava memperkuat kuda-kudanya sambil berdiri menahan pintu.

"Bapak mau ambil baju, kan? Saya sudah beres, tuh," ucap Flora dari balik pintu.

"I-iya, nanti saya ambil."

"Mandinya jangan lama-lama, biar bisa makan malam bareng. Saya gak suka makan sendiri," tambah Flora lagi. Lalu, terdengar derap yang menjauh, sepertinya gadis itu menuju ruang tengah.

Dengan penuh hati-hati, Madhava pun membuka kunci pintu. Ia keluar perlahan, melirik Flora yang sibuk dengan ponselnya di ruang tengah. "Sekali lagi, saya meminta maaf atas kejadian barusan."

Flora mengalihkan pandangan dari benda pipih di tangannya. "Iya, saya maafkan. Tapi, lain kali, Bapak harus ketuk pintu dulu kalau mau masuk kamar."

"Iya."

"Saya juga minta maaf karena sudah pukul kepala Bapak. Tadi saya refleks lempar barang yang lagi saya pegang," imbuh Flora lagi.

"Tidak apa-apa. Saya mengerti," balas Madhava sebelum berlalu. Setelah mendapatkan baju ganti, ia pun segera memasuki kamar mandi dan membersihkan diri.

Embusan napas panjang lolos dari bibir mungil Flora. Ia menatap pantulan dirinya di lemari kaca tempat tas mahalnya terpajang rapi.

Suami mana yang akan meminta maaf setelah melihat istrinya hanya mengenakan handuk? Istri mana pula yang akan melemparkan sisir ke kepala suaminya padahal yang dipamerkan sekadar bahu? Hanya Madhava dan Flora. Rumah tangga yang mereka jalani memang membutuhkan adaptasi ekstra karena menikah secara mendadak.

Spageti panas tidak lagi menarik perhatian Flora ketika mencium aroma maskulin. Gadis itu mengangkat kepala, memastikan sumber wangi yang semerbak itu. Napas Flora langsung tertahan ketika melihat sosok Madhava mendekatinya.

Emergency Wedding [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang