24. Someone Gave Him Pain

72.8K 4.6K 216
                                    

"Kayaknya lo gendutan, deh, Flo."

Saat itu juga, Flora langsung menurunkan sendok di tangannya. Ia urung menikmati kuah bakso yang baru selesai diracik sepenuh hati-ditambah kecap, sambal, dan sedikit cuka. Makanan satu itu sudah mengahntui Flora sejak tadi pagi, cocok untuk suasana panas siang ini. Namun, seleranya mendadak hilang setelah mendengar penuturan Naumi.

"Yang bener, Nau?"

Gadis itu mengangguk. Dengan polosnya, Naumi memasukkan satu butir baso kecil ke dalam mulut, lalu memperhatikan wajah Flora lagi. "Muka lo makin bulet."

Sontak saja Flora menyentuh kedua pipinya. "Gue kira perasaan gue doang. Ternyata emang makin bulet, ya?"

"Nih, dagu lo aja jadi ada dua," tambah Naumi seraya menyentuh dagu sahabatnya itu. "Lagian, lo makan yang manis mulu, sih. Cokelat, wafer, permen, ciki, gue selalu ngeri sendiri tiap lo jajan. Gula semua, tuh."

Bibir Flora semakin mengerucut. Tangannya terus bergerak ke sana kemari, memeriksa bagian tubuhnya satu per satu. Memang, beberapa hari ini Flora berpikir badannya lebih berisi ketika bercermin. Ia kira, itu perasaannya saja. Ternyata, memang kenyataan.

Memang, Flora cukup fanatik dengan makanan manis. Setiap kali papanya ada pekerjaan di luar kota, pasti Flora meminta dibelikan kue khas kota yang dikunjunginya. Jika jalan-jalan berdua dengan mamanya, sudah pasti Flora memesan makanan yang manis. Jika Madhava pulang telat, harus membawa buah tangan yang manis-manis. Pokoknya, hidup Flora bisa lebih bahagia jika sudah mencicipi makanan manis.

Sayangnya, hal menyenangkan itu tidak diiringi olahraga. Sekalipun sudah 8 bulan menjadi istri dari laki-laki yang sangat gemar berolahraga, Flora masih termasuk spesies mager. Ia lebih memilih menonton televisi dibandingkan melakukan kegiatan melelahkan semacam olahraga.

"Gimana, dong? Masa iya gue duduk di pelaminan dengan wajah bengkak? Nanti Mas Madha malu."

Kali ini, giliran Naumi yang urung menyesap kuah bakso miliknya. Dia melirik sahabatnya dengan alis yang terangkat sebelah. "Duduk di pelaminan?"

Flora tersenyum lebar, membiarkan pipi tembamnya mian mengembang. Ia mengangguk penuh semangat dan berkata, "Gue sama Mas Madha mau ngadai resepsi. Mungkin setelah ujian semester nanti."

Mata Naumi membulat seketika. "Wah ... beneran? Lo gak bohong, kan? Gue bakalan jadi bridesmaid, kan?"

"Kalau bukan lo, mau siapa lagi? Emang gue punya temen yang lain?" Flora balik bertanya. Lalu, dia mengambil kembali sendok yang sempat dianggurkan dan menyeruput kuah bakso penuh nikmat. "Besok gue diet, deh. Gue juga bakalan olahraga, biar gak tembem lagi."

"Gak perlu sekaligus, dikit-dikit aja. Biasanya Lo ngemil yang manis-manis setiap hari, kan? Mulai sekarang, diatur jadi dua hari sekali. Jumlah yang lo makan juga dikurangin pelan-pelan," tambah Naumi, berusaha memberikan solusi.

Flora mengangguk paham. "Makasih banget udah ngingetin gue, ya, Nau. Gue paling takut Mas Madha kepincut cewek lain kalau badan gue makin gede."

"Apalagi pelakor sekarang makin gila. Udah pada gak malu goda suami orang secara terang-terangan."

Keduanya bergidik ngeri secara bersamaan. Fenomena itu memang sedang meledak akhir-akhir ini. Kisahnya banyak ditemukan di sosial media. Semoga saja Flora dan Naumi tidak termasuk perempuan malang yang dikhianati pasangan.

***

Madhava mengedarkan pandangan, mengabsen satu per satu bangunan pencakar langit yang ada di hadapannya. Kesibukan di Jalan M.H. Thamrin yang padat karena kendaraan pun tidak lepas dari perhatiannya. Dari ketinggian, orang-orang di bawah sana sama halnya seperti semut. Madhava tidak bisa memastikan seperti apa ekspresi manusia ibukota saat ini. Entah lesu karena lelah bekerja seharian, bahagia karena akan segera bertemu dengan kasur di rumah, atau sedih karena ada hal terduga di kantor mereka.

Emergency Wedding [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang