27. Blue Wave

64.8K 4.9K 225
                                    

Sekalipun urat kepalanya begitu tegang, Flora tetap tersenyum ketika Madhava datang. Lelaki itu tampak segar, setelah membersihkan diri. Pasti Madhava baru selesai salat karena rambutnya depannya sedikit basah. Senyum Flora semakin mengembang ketika suaminya itu mendaratkan kecupan singkat di pipi, sebuah rutinitas tiap kali mereka bertemu di meja makan.

"Maaf, ya, kamu harus menunggu lama," ujar Madhava seraya duduk di seberang meja.

"Gak apa-apa. Lagian aku juga yang mau nunggu Mas," balas Flora seraya mengambil piring Madhava.

Lelaki itu hanya mengangguk paham. Ia paling tahu Flora tidak bisa makan sendiri. Namun, Madhava terjebak kemacetan parah di jalan pulang tadi. Maka dari itu, mereka harus makan malam terlambat, pukul 8.

Secara diam-diam Flora melirik Madhava. "Gimana pertemuan sama kliennya tadi, Mas? Lancar?"

Madhava cukup terkejut dengan pertanyaan istrinya itu. Rasa bersalahnya kembali menyeruak, memenuhi rongga dada. Ia berdeham, berusaha menekan rasa panik. "Lancar. Semuanya berjalan sesuai rencana."

"Kasus apa?" tanya Flora lagi.

Kali ini, Madhava tidak langsung menjawab. Ia justru mengedarkan pandangan ke sembarang arah, berusaha mencari jawaban. "Sengketa warisan."

"Oh, ya? Kliennya anak ke berapa? Cewek atau cowok?"

"Anak laki-laki pertama."

Pergerakan tangan Flora terhenti seketika. Niatnya untuk mengambil ayam goreng tepung terhenti selama beberapa detik. Kepalanya terangkat, menatap Madhava dalam. Kenapa Mas bohong? Kenapa Mas menyembunyikan Selina sampai segininya?

Dengan rahang yang mengetat keras, Flora pun menyimpan piring di tangannya ke hadapan Madhava. Lalu, ia mengisi piring sendiri. Setiap suapan nasi yang masuk ke mulut sangat jauh dari kesan nikmat. Walaupun Madhava membelikan ayam tepung kesukaannya, itu sama sekali tidak bisa mengusir sakit hati Flora.

Perempuan itu tidak bisa lagi berpikir positif karena kebohongan Madhava barusan. Rasa curiga mulai menyelimuti pikirannya. Bahkan, Flora sampai menyempatkan diri untuk bangun tengah malam demi bisa memeriksa ponsel Madhava. Di tengah kegelapan, Flora harus menahan suara tangis ketika melihat isi pesan suaminya dan perempuan itu.

sselinaaa94
Bisa kita ketemu besok?
Ada hal penting yang harus aku bicarakan.
Aku mohon, Madha.

madhavanoar
Tentukan saja tempat dan waktunya.

sselinaaa94
📍 Sleepless Owls

sselinaaa94
Jam 4 sore besok.

madhavanoar
Baik.

Air mata tidak bisa lagi Flora tahan. Ia terduduk di lantai sambil menatap siluet Madhava yang tidur lelap. Begitu mudah bagi suaminya itu menyanggupi janji bertemu dari Selina, masa lalunya. Begitu mudah bagi Madhava untuk mematahkan kepercayaan Flora secara diam-diam.

Hal penting apa yang mereka bicarakan? Apakah itu lebih penting dibandingkan perasaan Flora sebagai seorang istri? Jangan-jangan ... ini tentang bocah perempuan itu. Jangan jangan itu adalah anak Madhava dan Selina?

***

Naumi melirik Flora yang berjalan di sampingnya, menuju halte depan. Perempuan itu terlihat bersedih seharian ini. Entah berapa kali Naumi mendengar Flora mengembuskan napas lelah seperti barusan. Bahkan, dia yakin, materi dari seminar yang baru saja mereka hadiri pun tidak masuk ke kepala sahabatnya itu barang sedikit pun.

Emergency Wedding [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang