27 A Mea

14K 1.5K 53
                                    

Suara gesekan ranting terdengar nyaring. Namun Penopil tidak memperdulikan gesekan yang terjadi antara tubuhnya dan ranting-ranting pohon di sekitarnya. Penopil terus meloncat dari satu batang pohon ke batang pohon yang lain.

Penopil harus hidup dan mendapatkan imbalan dari tuannya atas kerja kerasnya selama ini.

Bruk

Tubuh gadis siluman rubah itu ambruk secara tiba-tiba. Surai pirang usang nya berubah ke warna merah, itu adalah warna rambut alisnya wajahnya pun kembali ke wajah semulanya. Penopil tak menghiraukan perubahan pada tubuhnya dia memegangi bagian pinggangnya... tubuhnya semakin melemah.

"Seharusnya tubuhku sudah kembali pulih setelah meminum ramuan pemulih jiwa? Tapi, kenapa tubuhku semakin lama semakin terasa lemah dan tidak bertenaga??"

Dia menyibak sedikit kain yang menghalangi kulitnya yang terluka. Kedua pupil matanya melebar. Matanya menelusuri luka di bagian pinggangnya, luka itu membusuk dan merambat layaknya api memenuhi sekujur tubuhnya.

"Roxana, gadis sialan itu ternyata seorang ahli pedang aura tingkat lima?" Penopil berkata geram, "Pantas saja, luka tusuk ini terasa memanas setiap waktunya, dia menggunakan mana murni untuk menahan pengobatan luka milikku dan membuat lukanya semakin parah setiap aku melakukan pengobatan."

Penopil meraung marah, kedua pupil matanya berubah merah. Meskipun dia hanya seorang siluman rubah berekor lima tapi dia tetaplah seorang bangsawan dari klan siluman. Dia tidak ingin mati secara hina oleh gadis manusia yang merebut miliknya.

"Dia di dekat sini, Jangan membunuhnya. Grand Duke menyuruh kita membawa siluman rubah itu hidup-hidup."

"Sial!" dia mengumpat lirih dan merangkak maju ke arah pohon besar untuk menghindari kstaria keluarga Beniamin. Penopil meremas erat kedua tangannya, Jangan sampai dia ketahun dia harus membalaskan dendam pada Roxana dan mengambil kembali Abel. Benar, asalkan dia selamat dan bisa mengantar informasi penting dan darah milik gadis itu pada orang itu dia akan menjadi Grand Duchess.

"Benar, aku akan berdiri di samping Abel, jika perlu aku akan membuat Abel menjadi boneka hidup kalau-kalau dia tidak ingin menjadi milikku." Penopil tersenyum gila. "Abel, kamu itu milikku... Sampai kapanpun tetap menjadi milikku."

"Ck, ck, ck, kau benar-benar sudah tak tertolong lagi, ya." seseorang berjubah hitam berdecak penuh rasa iba, dia berjongkok di atas batang pohon besar yang menjadi tempat Penopil bersembunyi.

"Kau...."

Orang berjubah hitam dengan garis merah di ujung jubahnya meloncat turun. Dia berdiri di hadapan Penopil dengan senyuman miring. Dia menunjuk dirinya sendiri.

"Aku, hanya seorang utusan, bukanya kita sudah berjanji akan bertemu di hutan ini."

Berjanji? Kapan aku berjanji untuk bertemu dengan utusan tuanku? Penopil baru akan bersuara jika saja pria didepannya tak membuka penutup wajahnya.

Dia menyibak jubah yang menghalangi rambut dan wajahnya, memperlihatkan surai perak platinum dengan wajah yang sempurna tanpa celah, matanya sedikit sipit dan tatapan matanya tampak hangat. Pria ini mirip dengan seseorang yang Penopil kenal, dia mirip dengan Abel. Namun Abel tidak memiliki pandangan mata yang hangat seperti ini setiap waktu.

"Aku tahu aku tampan." pria asing itu berkata narsis, "Kau tahu pandangan matamu membuatku terbebani." katanya seraya memeluk tubuhnya sendiri.

Penopil mengernyit, dia mendengus, pria ini sama sekali berbeda jauh dengan Abel. Bisa-bisanya dia membandingkan Abel dengan orang gila ini.

"Kau membawa informasi dan darah gadis itu bukan?"

Dalam sekejap atmosfer di tempat ini berbuah gelap dan penuh tekanan. Pria di hadapannya bicara dengan kekuatan intimidasi yang kuat. Dia bukanlah utusan biasa yang selalu mendatanginya di kediaman Grand Duke dulu.

A MeaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang