Grace memilih untuk langsung masuk ke taxi online pesanannya sementara Nick masih memasukkan koper ke dalam bagasi mobil, dibantu oleh sang supir. Selama itu pula, Grace menyenderkan keningnya di tangan yang menempel ke sisi jendela mobil. Ia sibuk merutuki diri sendiri, mengapa dia tak menyadari hal ini sejak Bianca mengirimkan foto adik iparnya. Grace benar-benar melupakan segalanya tentang Ezra termasuk soal kejadian paling menyedihkan di klub malam saat itu. Apa lagi bocah berusia 20 tahun ini baru sekali ditemuinya.
Rasanya ingin mengumpat dan memprotes. Namun, apa gunanya? Toh, bagaimana pun dia tetap harus membantu Bianca mengawasi adik iparnya.
“Kita jangan langsung pulang, ya. Ke restoran dulu, gue laper.”
“Gak bisa. Ini taxi online, bukan kendaraan pribadi kamu. Saya udah kasih titik tujuan langsung pulang ke rumah,” jawab Grace dengan cepat.
“Bisa, kok. Apa lo gak tahu fitur baru di aplikasinya -”
“Iya, tapi bayarnya bakal dua kali li …” Grace segera mengatupkan bibirnya saat menyadari bahwa dirinya sedang bicara di sebelah supir taxi online ini.
“Pakai voucher aja, Kak. Ada potongan harga,” ucap sang supir menyarankan. Sementara Grace tersenyum kikuk karena malu membahas ongkos perjalanan mereka. Kalau saja anak ini tidak asal bicara.
“Kenapa? Mahal? Ya udah, biar gue yang bayar. Lagian cuma drive thru sebentar aja,” jawab Nick menahan tawanya. Belum apa-apa saja, wanita ini sudah perhitungan soal biaya ongkos. Yah, kalau diingat-ingat, sama seperti terakhir kali mereka bertemu. Nick tak akan lupa ekspresi tak rela Grace saat harus mentraktirnya di sana.
“Jadi, gimana, Kak? Kita mampir dulu ke restoran cepat saji?” tanya sang supir memastikan.
“Jadi, Pak. Saya yang bayar,” jawab Nick sebelum Grace sempat membuka mulutnya lebih dulu. Dan lagi-lagi, Grace menahan napasnya, berusaha sabar.
Ketika mobil mulai berjalan, sesekali Grace melirik Nick yang duduk di kursi penumpang belakang melalui kaca dashboard. Ia heran, mengapa Bianca sampai ‘menitipkan’ adik iparnya. Pasalnya, belum satu jam mereka berinteraksi pun, Grace yakin Nick tak akan mendapat masalah di Indonesia. Bahasa Indonesia nya lancar, logatnya pun sudah mirip dengan orang Indonesia. Bahkan, dia mengetahui tentang sistem kendaraan online. Mengapa dirinya harus mengawasi Nick?
Grace kembali menaruh pandangannya ke depan ketika Nick melirik ke arahnya. Dia tak ingin tertangkap basah sedang memerhatikannya. Namun, Grace masih merasa penasaran pada Nick. Apa karena Nick sering datang ke klub malam? Rasanya berlebihan jika Bianca mengkhawatirkan itu. Masalahnya, pergaulan remaja di luar sana kan memang bebas. Jika hanya mengunjungi klub malam, seharusnya sudah biasa.
“Ya Tuhan,” gumam Grace kaget saat dia berbalik untuk melirik Nick, laki-laki itu sudah menyenderkan kepalanya di senderan joknya sehingga jarak wajah mereka sangat dekat.
“Kenapa? Bukannya lo lagi merhatiin gue?”
Grace tak menyahuti Nick. Dia kembali menaruh pandangannya lurus ke depan, karena tak ingin dirinya bertambah emosi.
“Lagi bertengkar ya? Kalian ini masih muda, pertengkaran dalam hubungan itu memang sering terjadi, tapi jangan sampai berlebihan, lho,” komentar sang supir seolah semakin memperburuk suasana hati Grace saat ini.
“Siapa yang pacaran sih? Pak, saya lebih tua dari dia. Dia adik teman saya,” sahut Grace agak jutek karena komentar sang supir yang sok tahu menurutnya.
“Oh … Maaf, Kak. Kirain kalian …”
“Gak perlu minta maaf, Pak. Kita kan gak tahu, kedepannya gimana,” ucap Nick tersenyum lebar. Grace yang tak tahan dengan ucapan asal Nick, hanya bisa mengumpat pelan sambil mendorong kepala Nick menjauh dari kursinya, lalu dia menghembuskan napas gusar. Sementara Grace terlihat kesal, Nick malah tertawa pelan sambil menyenderkan tubuhnya ke senderan kursi jok. Dia menghela napas panjang sambil menatap keluar jendela mobil.
***
Setelah sampai di rumah, Grace bergegas menunjukkan kamar Nick yang berada di sebelah kamarnya. Dia memberikan kunci kamar tersebut kepada Nick, dan mempersilakan laki-laki itu untuk membereskan barang-barangnya. Sementara itu, Grace berjalan ke arah dapur. Dia mengambil makanan kucing di sebuah bungkusan plastik, lalu menaruhnya di mangkuk khusus kucing.
Nick menaruh kopernya di atas kasur. Begitu membuka koper, Nick bergegas merapikan baju-bajunya ke dalam lemari kayu. Kemudian, dia mengeluarkan barang-barang lainnya dan menaruhnya sesuai tempatnya. Setelah itu, Nick duduk di pinggir tempat tidur sambil memerhatikan ke sekitar kamar barunya untuk sementara. Kemudian Nick mengeluarkan ponsel dari sakunya, dan melihat foto seorang perempuan cantik yang tersenyum dengan balutan gaun yang anggun. Di mana pun perempuan ini berada, dia pasti akan menemukannya, Nick meyakinkan hal itu pada dirinya sendiri.
“Mochi …”
Suara Grace membuyarkan lamunan Nick. Sekilas, Nick penasaran siapa yang sedang dipanggil oleh Grace. Seingatnya, sang kakak mengatakan kalau Grace tinggal sendirian di sini.
“Mochi,” panggil Grace berjalan keluar rumah. Matahari sudah terbenam, seharusnya kucing kampung itu sudah bertengger di beranda rumahnya.
“Mochi …” Grace menggerak-gerakkan mangkuk makanan kucing itu untuk memanggil kucing tersebut. Dan akhirnya, seekor kucing berbulu orange berpadu putih tiba-tiba melompat melewati pagar dan berlari menghampiri Grace yang tersenyum lebar ke arahnya.
“Hai, kamu kemana aja?” tanya Grace mengelus kucing yang sedang melahap makanannya itu.
“Lo pelihara kucing?” tanya Nick menghampiri Grace yang masih berjongkok sambil mengelus kucing berbadan tambun itu.
“Bukan. Ini kucing liar aja yang sering kemari.”
“Terus kenapa lo kasih nama kalau bukan kucing punya lo?” tanya Nick seketika membuat Grace menghentikan elusannya pada kucing tersebut.
“Memangnya kenapa kalau saya kasih nama sendiri? Lagi pula, itu hanya panggilan kesayangan aja, kok,” jawab Grace ketus lagi. Bahkan, dia tak menoleh pada lawan bicaranya sama sekali.
Nick memerhatikan cara Grace mengelus kucing tersebut, kemudian dia ikut berjongkok di sebelah wanita ini.
“Panggilan kesayangan itu, cuma boleh dikasih sama sesuatu yang menjadi milik lo. Menurut lo, apa gue boleh panggil lo ‘Baby’ sementara lo bukan milik gue?” tanya Nick sambil memerhatikan Grace yang tertegun sambil menatapnya.“Lo kasih dia makan, kasih panggilan kesayangan, tapi lo gak jadiin dia peliharaan. Itu namanya lo cuma kasih harapan palsu,” imbuh Nick dengan nada meledek.
“Saya punya alasan untuk ini. Kalau saya jadikan dia peliharaan, saya takut … Gak bisa merawat dia dengan baik, dan saya gak mau sakit hati kalau nanti terjadi sesuatu sama kucing ini,” jawab Grace beranjak berdiri, lalu berjalan masuk meninggalkan Nick yang masih berjongkok menatap kucing tersebut.
Nick menahan tawanya sambil ikut mengelus kucing ini. Dari cara bicaranya saja, Nick sudah tahu akhir dari hubungan wanita itu dengan pacarnya di klub malam waktu itu. Sepertinya, mereka berakhir buruk, seperti dugaannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY BAD HOUSEMATE
RomanceGrace melewati malam tahun baru terparah seumur hidupnya. Dia menyerah dengan Ezra, laki-laki yang dicintai sejak 2 tahun lalu di klub malam yang pertama dan mungkin terakhir kali dia pijaki. Siapa sangka malam itu, dia juga bertemu dengan seorang l...