17. DEALING

139 10 0
                                    

Grace melirik jam tangannya, ini sudah pukul 22:31 WIB dan keadaan rumah sakit kembali hening setelah perdebatan antara dia dan Nick mereda. Lalu, Grace mengedarkan pandangannya ke sekitar, menyadari betapa tenangnya ruang rawat VIP ini, sangat berbeda dengan ruang rawat yang biasanya dia temui, di mana beberapa pasien berada di satu ruangan yang sama. Kemudian, pandangan Grace akhirnya tertuju pada nampan makanan Nick yang masih utuh, menandakan laki-laki ini belum makan malam.

Grace menghela napas panjang. Dia tahu, jam segini bukanlah waktu yang bagus untuk makan. Maka, dia juga tak akan memaksa Nick untuk menghabiskan makanannya. Namun, dia mengeluarkan sesuatu dari dalam tas selempangnya.

“Makan nih,” ucap Grace sambil menyodorkan sebuah snack bar yang terbuat dari outmeal kepada Nick.

“Lebih baik lo kasih gue rokok dari pada ini,” jawab Nick masih sinis kepada Grace. Grace sampai hampir terbawa kesal lagi. Pasalnya, sebelum ini sikap Nick tak pernah sesinis ini padanya.

“Saya cuma punya ini sekarang. Setidaknya, kamu harus makan sesuatu karena saya tahu dari tadi siang kamu gak makan apa pun.”

“Gue gak akan mati cuma karena gak makan seharian,” sahut Nick yang kini menatap Grace dengan raut wajah sinisnya seolah sengaja membuat Grace merasa terganggu. Namun, Grace yang sudah mulai merasa kelelahan pun akhirnya berani melawan Nick. Dia menarik salah satu kursi ke dekat ranjang tidur Nick dan menatap laki-laki ini dengan pandangan putus asa.

“Iya, kamu gak akan mati karena gak makan seharian, tapi kamu akan mati kalau kamu ngerokok terus,” jawab Grace.

“Apa kamu pernah lihat seseorang mati detik itu juga karena rokok?”

Kali ini Grace tak menjawab, memang sulit sekali menasehati seseorang yang suka merokok. Seperti menasehati seseorang yang sedang jatuh cinta pada orang yang salah.

“Nick, kalau saya tahu perempuan itu adalah Ibu kamu, saya gak mungkin bicara sembarangan soal dia. Dan saya ngaku, kalau saya salah. Saya minta maaf ya, Nick,” ucap Grace pelan. Dia menyisir rambutnya sendiri dengan jari-jari tangannya, kemudian menoleh ke arah Nick yang tertangkap sedang memerhatikannya juga.

“Saya … gak berpihak sama siapa pun, kamu atau pun Bianca. Dan saya juga gak akan menjelaskan sama kamu seberapa khawatirnya kakak kamu. Saya cuma ingin … membantu kamu mencari dia tanpa perlu membahayakan diri kamu sendiri.”

“Lo cuma perlu gak ikut campur dan tutup mulut aja, itu udah bantu gue,” jawab Nick sambil membuang wajahnya dari Grace. Dia enggan kelihatan lemah sama sekali oleh siapa pun.

“Nick, walaupun kamu nyebelin, suka bikin masalah. Tapi saya gak lupa kok beberapa kali kamu bantuin saya. Dan, anggap aja ini giliran saya bantuin kamu. Gimana pun, kita kan housemate,” jelas Grace.

“Oh, setelah sekian lama lo baru anggap gue housemate? Bukan anak kecil yang dititipin sama kakaknya?” sindir Nick.

Grace menahan napasnya menatap Nick, dirinya merasa mulai putus asa dengan laki-laki ini. Benar-benar seperti anak kecil yang tidak bisa diajak bernegosiasi dan hanya bisa merajuk.

“Nick, kalau kamu sinis terus sama saya, lebih baik saya pulang aja deh.”

“Bukannya lo bilang mau pergi dari rumah itu?”

Grace menggigit bibirnya, menahan kesal. Dia beranjak dari duduknya tanpa mengatakan apa-apa dan kembali menyampirkan tasnya ke bahu. Lalu, ketika dirinya hendak pergi, Nick menahan lengannya.

“Kalau niat lo ke sini murni karena lo mau bantuin gue, tolong duduk lagi. Tapi kalau niat lo ke sini karena Bianca, just go.”

Grace membuang wajahnya dari Nick, lalu dia menarik lengannya yang dipegangi oleh Nick, dan meringsek kembali duduk di kursi tersebut sambil menyilangkan kaki dan melipat kedua tangannya di depan dada.

MY BAD HOUSEMATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang