07. HOW WOULD IT BE?

180 12 0
                                    


Grace benar-benar tak membayangkan hidupnya akan kembali mendapat masalah bertubi-tubi. Padahal, dia merasa ada harapan baru dengan tawaran bekerja sama dengan Cecilia.

Sebenarnya, apa sulitnya mengawasi laki-laki dewasa seperti ini? Tidak, memang usia Nick seharusnya masih sangat muda. Namun, tetap saja dia bukan lagi anak kecil yang harus selalu diawasi kegiatannya bukan? Lagi pula, Grace merasa dirinya bukanlah babysitter laki-laki ini.

Grace kembali menghela napas panjang sambil melempar kotak P3K di atas meja, sementara kedua matanya menatap Nick yang masih berbaring tidur di kasur setelah Grace harus bersusah payah dengan supir taxi online untuk mengangkatnya ke kamar ini.

Mendengar suara gebrakan kotak P3K di atas meja, Nick membuka matanya pelan-pelan. Dia mengedarkan pandangannya ke sekitar, terlihat bingung. Namun, begitu melihat Grace, Nick menghela napas, lalu kembali menjatuhkan kepalanya di bantal sambil memegangi keningnya yang pening.

"Minum dulu, kamu mabuk, kan?" ucap Grace sambil menyodorkan gelas berisi air mineral. Sayangnya Nick tak bergerak. Dia malah kembali memejamkan matanya, tepat setelah dia mengingat seseorang yang ia lihat tadi malam. Wanita yang menyebabkannya babak belur begini.

"Nick, cepet obatin luka kamu dulu. Saya harus keluar sebentar. Kalau kamu mau, saya udah masak untuk sarapan," ucap Grace dengan malas. Dia melangkah menuju pintu kamar, tetapi dia berhenti di ambang pintu.

Grace menahan napas, kemudian berbalik lagi.
"Dan, tolong jangan buat masalah. Saya gak mau kamu terlibat sama polisi. Paham?"

"Gak usah kasih tahu ini sama Christ dan Bianca," ucap Nick terdengar dingin.

"Kamu pikir saya gak akan melaporkan hal sefatal ini?" balas Grace, lalu melanjutkan langkahnya menuju kamar untuk bersiap-siap.

Nick menghela napas panjang, dia bergerak bangkit menyusul Grace. Lalu, menahan lengan gadis itu, berdiri di hadapan Grace hingga gadis itu reflek melangkah mundur. Sialnya, dia sudah terlalu menempel ke dinding, sehingga posisinya sangat terpojokkan, apa lagi dengan tubuh tinggi Nick.

"Kalau lo gak bilang masalah ini sama mereka, gue berterima kasih, Grace. Tapi, kalau lo bilang ..." Nick menggantungkan kalimatnya. Dia membungkuk mendekati wajah Grace yang bergerak menunduk perlahan seolah melindungi wajahnya yang terlalu dekat dengan Nick, karena kedua tangannya membeku dengan tatapan laki-laki ini.

"Jangan salahin gue, kalau nantinya gue akan selalu ngerepotin lo," bisik Nick menatap Grace lekat-lekat. Lalu, keduanya sama-sama terdiam dalam keheningan. Nick tak tahu jika di dunia ini ada manik mata seindah milik Grace. Dari sekian banyak perempuan yang pernah ditatapnya, hanya kedua mata Grace yang begitu cantik dan menenangkan. Kedua mata yang kelihatan sedang siap siaga menatapnya itu, memang muncul dari kegugupan dan ketakutan Grace. Meski pun begitu, Nick tetap bisa melihat sinarnya.

Tak ingin terlalu berlarut dalam kedua mata milik Grace, Nick segera memalingkan wajahnya dan menyingkir dari hadapan Grace, lalu kembali ke kamarnya. Sementara Grace, hanya diam membeku dengan kedua tangan yang mengepal. Ingin sekali dia meninju laki-laki muda itu. Sudah tak sopan, merepotkan, dan sekarang mengancamnya. Grace benar-benar ingin mengobrak-abrik wajah tampannya yang sudah lebam-lebam itu. Jika saja dia bisa.

***

Grace melangkahkan kakinya dengan tergesa-gesa melewati lobby sebuah kantor minimalis yang terlihat sangat mewah dengan beberapa ornamen kaca mengelilinginya.

Grace sedikit berlari ke arah lift hingga dirinya harus terjatuh di depan pintu lift. Untungnya, orang-orang yang lebih dulu masuk lift peka untuk menahan pintu lift dan membantu Grace berdiri.

MY BAD HOUSEMATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang