Grace tak pernah merasakan sebingung ini ketika melihat seseorang. Entah ia bahagia, sedih, atau kesal. Semuanya seolah beradu di dalam hatinya ketika melihat Nick ada di hadapannya saat ini.
Siapa yang menyangka kalau orang ini akan datang kembali tanpa kabar sedikit pun pada Grace.
“Jadi kamu yang beli rumah ini?” tanya Grace dengan nada bicara dingin.
“Grace, gue tahu lo bingung –”
“Iya saya bingung, kenapa saya harus ada di sini. Kamu udah lihat sendiri kan rumah ini kondisinya baik-baik aja, kalau begitu saya permisi,” ujar Grace berbalik dari hadapan Nick.
“Grace, wait. Gue belum jelasin sesuatu.”
“Saya gak punya urusan sama kamu, saya aja gak kenal sama kamu,” jawab Grace tak memedulikan Nick yang menyusulnya. Namun, dia terpaksa menghentikan langkahnya ketika Nick lebih dulu mencegat jalannya dengan menutup pintu rumah dan berdiri di hadapannya.
“Wait ... Biar gue jelasin.”
“Jelasin yang mana? Kenapa kamu suka banget bohongin saya? Soal kamu gak menghubungi saya selama lebih dari dua tahun? Atau soal kamu yang janji dua tahun akan balik, ternyata tiga tahun baru ke sini? ” tanya Grace bertubi-tubi.
“Gue kan bilang 2 atau 3 tahun.”
Grace berdecak pelan, dia hampir membalas lagi, tetapi Nick menahannya untuk bicara dengan mengangkat tangannya.
“Okay, let me tell you. Gue mau fokus belajar supaya gue bisa lulus tepat waktu, Grace. Dan, gue kerja part time di restoran. Gue bener-bener habisin waktu untuk bisa cepet-cepet lulus dan menghasilkan uang sendiri, Grace. Makanya gue gak menghubungi lo sama sekali selama dua tahun terakhir.”
Grace menarik satu sudut bibirnya sambil melemparkan pandangannya keluar.
“Dalam 24 jam sehari, 7 hari seminggu, 30 hari sebulan. Kamu sama sekali gak sempat menghubungi saya? Kamu bukan gak sempat, Nick. Tapi emang saya yang bukan prioritas kamu ...”
Nick terdiam sambil menahan napas menatap Grace yang terus mengoceh, meluapkan kekesalannya.
“Padahal saya juga gak minta jadi prioritas. Cuma ... Sekedar pengen tahu kabar kamu aja.”
Nick sampai kehilangan kata-kata untuk menyahuti Grace, karena dia sama sekali tak berekspektasi Grace akan mengomel separah ini.
“Gue minta maaf, Grace. Lo harus nunggu gue selama itu tanpa kabar.”
“Saya gak nunggu kamu, Nick. Saya udah punya calon.”
“Calon?”
“Calon pacar,” jawab Grace dengan cepat. Suaranya terdengar gelagapan. Sementara Nick menahan tawanya ketika dia menemukan gelang pemberiannya yang masih melingkar di pergelangan tangan Grace.
“Kamu gak percaya?” tanya Grace sambil mengeluarkan tangkai bunga mawar yang diberikan Randy dari tasnya.
Nick melihat bunga mawar itu, dan dia masih menahan tawanya melihat begitu keras usaha Grace untuk meyakinkannya.
“Okay. Kalau gitu, biarin gue jelasin dulu, Grace. Alasan gue selama ini gak ngehubungin lo, karena gue terlalu kangen sama lo. Kalau gue ngobrol sama lo, apalagi lewat video call, mungkin gue gak bisa kontrol diri gue untuk nyamperin lo ke sini. Sementara gue mau fokus cepet lulus dan dapet kerja. Gue habisin masa liburan gue buat ambil pelajaran dan kerja part time. Lo tahu sendiri, gue orang yang ... Susah kontrol emosi.” Nick menjelaskan panjang lebar sementara Grace diam mendengarkannya dengan kedua mata yang berbinar.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY BAD HOUSEMATE
RomanceGrace melewati malam tahun baru terparah seumur hidupnya. Dia menyerah dengan Ezra, laki-laki yang dicintai sejak 2 tahun lalu di klub malam yang pertama dan mungkin terakhir kali dia pijaki. Siapa sangka malam itu, dia juga bertemu dengan seorang l...