Grace menggigit bibirnya menahan perih luar biasa pada telapak tangannya yang berdarah karena terus menggesekkan pecahan beling ke tali yang mengikat pergelangan tangannya. Rasanya sulit sekalo dan dia hampir kehilangan harapan.
Grace yakin saat ini dirinya berada di gedung klub malam. Karena dia mendengar suara musik ketika malam, dan hening ketika siang hari. Ia harus memanfaatkan malam ini untuk kabur. Karena malam adalah waktu tempat ini menjadi aktif beroperasi.
Air mata menetes di pipinya ketika dia berhasil membuka ikatan di tangannya dengan susah payah. Darah dari telapak tangannya berceceran di lantai. Grace tak peduli dengan rasa sakitnya, dia berambisi untuk bisa selamat.
Dengan cepat, tangannya membuka ikatan pada kakinya. Lalu, tubuhnya sedikit terhuyung ketika untuk pertama kalinya dia berdiri sejak satu hari yang lalu dia hanya duduk.
"Aggh!" Grace menutup mulutnya agar tak berteriak lebih keras saat kakinya tak sengaja menginjak pecahan piring lainnya.
Grace mencoba memfokuskan pandangannya. Dia harus segera keluar dari ruangan ini bagaimana pun caranya.
Kepalanya menempel ke arah pintu ruangan. Ia mencoba menajamkan pendengarannya. Dan tebakkannya benar. Klub sudah dibuka. Suara dentuman musik terdengar sayup-sayup.
Sekarang, bagaimana caranya ia keluar dari sini, sementara tak ada celah, tak ada jendela. Kecuali kaca jendela besar dibalik gorden. Grace berjalan dengan hati-hati menghampiri gorden tersebut dan membukanya. Saat itu juga Grace menggerutu kesal saat menyadari kalau saat ini dirinya berada di lantai 3. Tak mungkin dia memecahkan kaca ini dan terjun bebas ke bawah.
Perhatian Grace kembali pada pintu. Dia bergerak dengan cepat mengangkat kursi kayu yang ada di ruangan tersebut, lalu menempelkan dirinya di dinding sebelah pintu ketika dia mendengar suara seseorang yang membuka kunci.
Seperti dugaannya, seorang laki-laki bertopi masuk ke dalam ruangan. Dia kelihatan bingung sekaligus terkejut ketika menyadari Grace tak ada di tempatnya dengan tali dan percikan darah.
Saat itu juga, Grace melemparkan kursi tersebut ke arah laki-laki itu hingga dia terjatuh dan lengah. Lantas, dengan menahan sakit pada kakinya yang terus mengeluarkan darah, Grace bergegas keluar dari ruangan tersebut. Namun, rencananya tak semulus pikirannya. Ternyata laki-laki itu kembali bangkit dan segera menyergapnya hingga Grace terjatuh.
Grace mencoba menendang laki-laki itu. Dia berontak sekuat tenaga, tetapi hal itu malah membuat laki-laki tersebut marah dan memukuli Grace. Grace meraih pecahan piring yang masih disimpannya, kemudian menusuk pipi laki-laki tersebut.
"Dasar jal*ng sialan!"
Laki-laki itu mencoba membalas Grace dengan mengeluarkan pisau dari dalam jaketnya. Namun, luka yang dialami Grace membuatnya tidak cekatan, sehingga dia tak bisa berlari.
Brakk!
Grace tertegun, kepalanya pening ketika laki-laki tadi terjatuh tak sadarkan diri setelah seseorang memukul kepalanya dari belakang menggunakan stik baseball.
Marisa meraih topi milik laki-laki tadi, kemudian ia menarik tangan Grace yang masih diam membeku menatapnya.
"Jalan lurus ke sana. Gak ada pintu belakang, kamu harus lewat depan secepat mungkin!" bisik Marisa sambil memakaikan topi tadi di kepala Grace.
"Jangan biarin Nick melakukan perjanjian apapun dengan Juno. Kalau sampe itu terjadi, kamu yang harus bertanggung jawab." Setelah bicara begitu, Marisa memaksa Grace memegang stik baseball di tangannya, kemudian dia mendorong pelan tubuh gadis itu untuk segera bergerak pergi.
Meski masih merasa kaget dengan perlakuan Marisa, Grace segera berjalan pergi dari hadapan wanita itu. Dia berusaha menahan sakit luar biasa di sekujur tubuhnya. Kakinya yang masih mengeluarkan tetes-tetes darah itu terseok-seok berjalan menuruni tangga.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY BAD HOUSEMATE
RomanceGrace melewati malam tahun baru terparah seumur hidupnya. Dia menyerah dengan Ezra, laki-laki yang dicintai sejak 2 tahun lalu di klub malam yang pertama dan mungkin terakhir kali dia pijaki. Siapa sangka malam itu, dia juga bertemu dengan seorang l...