Grace sudah mengurus semua barang milik Nick, sedikit dibantu oleh laki-laki itu tentunya. Karena tangan Nick masih digips, Grace tak mungkin membiarkan Nick membereskan barang-barangnya sendiri. Untungnya, Vero masih berada di sini, sehingga Grace tak merasa canggung dengan Nick.
Setelah membereskan semuanya, Grace bergegas membuatkan kopi untuk Nick dan Vero. Meskipun, sebenarnya hanya Vero yang meminta kopi. Namun, karena dua laki-laki itu berniat mengobrol berdua, tentu saja Grace membuatkan untuk mereka berdua. Tak perlu bertanya kepada Nick, karena dia pasti akan meminta softdrink. Dan Grace tak mau repot-repot ke supermarket hanya untuk membeli softdrink.
"Makasih ya, Grace. Aku jadi ngerepotin kamu," ujar Vero ketika Grace menaruh dua cangkir kopi di atas meja mereka.
"Gak repot, kok. Kalian ngobrol aja ya, kalau perlu apa-apa, saya ada di kamar."
"Lho, kamu gak ikut gabung ngobrol di sini? Gak apa-apa kali Grace. Aku fine aja kok. Lagian, kita juga gak ngobrolin hal-hal yang bersifat privasi," bujuk Vero agar Grace mau ikut duduk bersama mereka.
"Grace gak bisa kena asap rokok, Ver," timpal Nick seolah mewakili Grace yang tak enak mengatakannya. Namun, sekarang dia malah merasa semakin tak enak karena Nick mengatakan alasan tersebut.
"Oh, kamu gak bisa kena asap rokok, Grace? Oh my God, kamu pasti tersiksa banget ya harus tinggal sama si Nick?" canda Vero, sontak menghapus raut wajah ketegangan Grace.
"Ya, itulah alasannya kenapa saya agak benci orang ini," jawab Grace menyindir Nick.
"It's okay, i hate you too," sahut Nick tersenyum miring.
"Udah ya, saya ke kamar dulu." Grace berpamitan sekali lagi, kemudian melangkahkan kakinya ke dalam kamarnya.
"Udah gue duga, dia orang yang cukup tertutup," komentar Vero sambil mengangkat cangkirnya, lalu menyeruput kopi itu pelan-pelan. Kedua matanya langsung terbelalak sambil menoleh ke arah Nick.
"Kenapa?" tanya Nick.
"Enak. Gue pikir bakal kemanisan," bisik Vero pelan. Sementara Nick mengangkat alisnya seolah memastikan apa yang baru saja Vero katakan. Lalu, laki-laki itu menganggukkan kepalanya dan menyeruput kembali kopinya.
"Ini bukan kopi instan kayanya," ujar Vero.
"Gak ada mesin kopi di rumah ini. Jadi ini pasti kopi instan," sahut Nick membantah pernyataan Vero, lalu menyeruput kopinya sendiri.
"Ya, maksud gue ... Bukan kopi instan yang kopi dan gulanya udah digabung. Soalnya, yang itu pasti kemanisan. Tadi, gue juga sempet lihat dia meracik kopi, kok. Ya ampun, gue udah skeptis aja tadi," ucap Vero tertawa pelan sambil menggelengkan kepalanya.
Sebenarnya, Nick tak terlalu menyukai kopi. Namun, secara mendasar, dia cukup bisa menilai sebuah kopi enak atau tidaknya. Dan menurut Nick, kopi buatan Grace memang enak.
"Kopi item racikan, rokok, nongkrong. Wah, udah kaya bapak-bapak aja nih kita," canda Vero sambil tertawa terbahak-bahak.
"Bapak-bapak?" tanya Nick tak mengerti.
"Oh, lo gak tahu? Kebiasaan bapak-bapak di sini, ngobrol sambil minum kopi dan merokok. Kaya begini nih," jawab Vero sambil mengangkat satu kakinya ke atas lutut satunya lagi mengikuti gaya bapak-bapak yang biasanya dia lihat. Nick yang tak begitu mengerti pun hanya tertawa geli, lalu kembali menyesap rokoknya.
Aneh, menurutnya. Karena berhari-hari dilarang Grace merokok, sekarang Nick malah merasa agak bersalah karena merokok.
"Motor lo gimana urusannya? Masih di kantor polisi, kan?" tanya Vero kembali mengingatkan Nick akan nasib motornya. Namun, dia juga tak bisa berbuat apa-apa saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY BAD HOUSEMATE
RomanceGrace melewati malam tahun baru terparah seumur hidupnya. Dia menyerah dengan Ezra, laki-laki yang dicintai sejak 2 tahun lalu di klub malam yang pertama dan mungkin terakhir kali dia pijaki. Siapa sangka malam itu, dia juga bertemu dengan seorang l...