Grace duduk di kursi dapur dengan lemah. Padahal, tadi perutnya sudah terasa lapar, entah mengapa dia malah merasa lemas sekarang. Nick benar-benar mengganggunya meski mereka belum sehari bertemu.
Bagaimana kehidupannya setelah ini? Rasanya masih kurang nyaman berinteraksi dengan orang yang mengetahui kebodohannya waktu itu di klub malam. Grace masih ingat jelas, bagaimana dirinya menyombongkan diri pada Nick soal hubungannya dengan Ezra, tetapi dirinya malah berakhir begini. Sendirian dan tak memiliki pekerjaan tetap.
Bagaimana pun, Grace tetap berusaha untuk meyakini dirinya bahwa Nick pasti akan sibuk selama di Indonesia untuk berjalan-jalan, main, bahkan mungkin akan jarang di rumah saat malam hari karena pergi ke klub malam. Dia akan baik-baik saja, dan bisa bersikap seolah mereka tak saling mengenal.
Dering ponsel Grace berbunyi ketika dirinya sedang memasak telur dadar untuk makan malamnya. Melihat nomor tak dikenal sedang meneleponnya, Grace agak ragu untuk mengangkat. Namun, dia pikir tak ada salahnya juga. Toh, selama ini tak pernah ada yang iseng meneleponnya.
"Halo?"
"Selamat malam, dengan Bu Grace?"
"Iya, saya sendiri," jawab Grace sambil mengangkat telur dadarnya dari wajan ke piring.
"Perkenalkan, saya Indri, manager nya Cecilia Adhikara. Saya sudah menerima email Bu Grace, dan tim kami sudah mendiskusikannya dengan Cecilia Adhikara tentang memakai jasa Bu Grace untuk membantu kepenulisan kami. Apakah Bu Grace bersedia hadir besok pagi ke kantor kami?"
Grace termenung. Dia sampai menggigit bibirnya bingung sekaligus terkejut karena mendapat kabar secepat ini.
"Bu Grace?"
"Oh, iya, baik. Terima kasih informasinya Bu Indri. Saya bisa hadir di kantor Anda besok pagi," jawab Grace dengan senang hati.
"Baik, Bu Grace. Untuk waktu dan rincian lainnya, akan saya kirimkan menyusul. Terima kasih konfirmasinya," ucap Indri, lalu dia mengakhiri panggilan teleponnya.
Grace tersenyum cerah ketika melihat pesan masuk dari nomor telepon tadi yang mengirimkan rincian dan apa saja yang perlu dia bawa besok.
Semuanya tampak sempurna bagi Grace. Ini kesempatan yang benar-benar harus dia manfaatkan sekarang, karena begitu dirinya menyelesaikan proyek kali ini, maka namanya jam terbangnya sebagai penulis bayangan akan memuncak.
"Grace?" panggil Nick yang tiba-tiba berdiri di hadapan Grace yang hendak masuk ke kamarnya.
"Apa?" tanya Grace ketus.
"Buat apa lo bawa-bawa teflon ke kamar?"
Detik itu juga, Grace menunduk, melihat apa yang baru saja dibawanya. Kedua matanya membulat ketika dirinya beralih ke meja dapur dan melihat piring berisi telur dan nasi masih ada di sana. Astaga! Memalukan sekali dirinya malah membawa wajan kosong.
"What's going on?"
"Enggak apa-apa. Tadi saya mau ... Foto-foto wajannya aja. Di sana kurang penerangan," jawab Grace asal. Namun, Nick tahu betul bukan itu alasannya. Terlalu konyol. Lantas, dia meraih gagang wajan itu dari tangan Grace, lalu dia berbalik menuju dapur dan mengambilkan piring wanita itu beserta gelas air mineralnya.
"Here. You need to focus, okay?" ucap Nick dengan nada meledek melihat raut wajah Grace yang memerah malu.
"Bisa gak, kalau ngomong sama saya itu pakai bahasa Indonesia yang sopan aja?" tukas Grace sambil mengambil alih piring dan gelasnya dari tangan Nick yang hanya menatapnya tenang, dengan alis terangkat.
"Saya kan lebih tua dari kamu," gerutu Grace sambil berbalik membuka kamarnya.
"Apa lo gak mau fried chicken yang gue beli tadi?"
"Makasih, tapi saya gak makan junk food!" sahut Grace berbohong. Padahal, dia suka sekali makanan-makanan cepat saji. Hanya saja, dia enggan menerimanya dari laki-laki menyebalkan itu.
"Trust me, it's - ini lebih baik dari pada cuma makan sama telur dadar!" balas Nick sambil tertawa. Dan dia mendapatkan balasan setimpal ketika Grace menutup pintu kamarnya dengan keras.
"Ughh!" Grace tak berhenti menggerutu sambil menaruh piring dan gelasnya di atas meja. Dia frustrasi. Bagaimana bisa dia tinggal dengan seseorang yang sudah berhasil membuatnya malu berkali-kali? Atau, mungkin dirinya yang salah karena berkali-kali melakukan kesalahan yang memalukan di hadapan Nick? Grace tak tahu pasti, dan berusaha menepis semuanya, karena ada yang lebih penting dari masalahnya dengan Nick. Yaitu tentang Cecilia. Grace lupa dia belum mempelajari bagaimana isi novel dari wanita itu. Dan, kira-kira apa yang akan dia kerjakan nanti?
"Harus bikin sample sinopsis? Okay, gampang!"
Grace memakai kacamata bacanya, lalu mulai menaruh jarinya di atas keyboard laptopnya. Otaknya sudah mempersiapkan banyak sekali ide untuk dituliskan. Apa lagi, pihak Cecilia sudah mengirimkan format sinopsis nya sehingga Grace tak perlu pusing menyusun semuanya. Dan jika sudah begitu, Grace akan melupakan segala-galanya.
Semuanya buyar ketika dia mendengar suara motor sport yang bertengger di depan rumah. Selain itu, dia juga mendengar suara gerbang terbuka dengan tawa laki-laki di luar. Apakah Nick dengan teman-temannya? Astaga! Ini bencana. Mereka tidak boleh masuk ke rumahnya apa lagi sekarang sudah pukul ... Astaga, pukul 21:30 malam.
Grace bergegas beranjak dari duduknya dan keluar dari kamar. Untunglah dia berpapasan dengan Nick yang juga baru keluar kamar.
"Tunggu." Grace menahan Nick sebentar dengan agak panik. Sementara Nick dengan santai menghentikan langkahnya sambil menunduk menatap Grace yang kelihatan agak berbeda dengan kacamata bulat di wajahnya yang mungil.
"Apa di luar itu teman-teman kamu? Kalau iya, please jangan bawa mereka masuk. Jangan! Okay?"
"Why? Ada masalah apa?"
"Pokoknya jangan. Atau, kalian mungkin bisa bicara di luar, di beranda rumah ..."
"Hold on, is this your house?" sindir Nick membuat Grace mengatupkan bibir kehilangan kata-kata. Memang, ini bukan rumahnya. Ya, dia sangat tahu ini adalah rumah kakak iparnya Nick dan dia yang seharusnya lebih berkuasa.
"Nick, ini udah larut malam. Gak baik bawa laki-laki masuk ke rumah perempuan - maksud saya, yang ada perempuannya. Jadi, jangan bawa temen kamu masuk, ya?"
Nick tersenyum, dia membungkuk mendekati wajah Grace hingga gadis itu reflek mundur. Namun, pandangannya masih tertuju pada Nick yang menatapnya sangat dekat.
"Gue gak percaya lo bilang begini. Bukannya lo cewek yang suka bergaul di klub malam?" bisik Nick yang rasanya ingin sekali Grace tinju wajah tampannya itu. Sayangnya, Grace tak memiliki kemampuan itu.
Setidaknya, Grace masih mampu mendorong dada Nick menjauh darinya. Lalu, dia berbalik menuju kamarnya lagi dengan raut wajah kesal.
"Berapa lama sih dia di sini? Liburan dia paling cuma sebulan. Okay, Grace, tenang aja ... Pasti dia cuma beberapa minggu di sini." Grace kembali meyakinkan dirinya. Lalu, dia menghela napas panjang.
Baru saja Grace kembali duduk di kursi dan di depan laptopnya, ponselnya bergetar tanda pesan masuk, dari nomor tak dikenal lagi. Karena penasaran, Grace akhirnya membuka pesan tersebut.
Yang di luar itu bukan temen gue, dia cuma mau anter motor. Lagian gue juga mau keluar, lo tenang aja gue gak akan bawa temen-temen gue ke rumah.
Nick-
"Syukur deh ..." Grace bergumam agak bersalah karena tadi dia sudah agak berlebihan pada Nick.
"Mau kemana dia? Ke klub malam lagi?"
KAMU SEDANG MEMBACA
MY BAD HOUSEMATE
RomanceGrace melewati malam tahun baru terparah seumur hidupnya. Dia menyerah dengan Ezra, laki-laki yang dicintai sejak 2 tahun lalu di klub malam yang pertama dan mungkin terakhir kali dia pijaki. Siapa sangka malam itu, dia juga bertemu dengan seorang l...