Apa ga mabok langsung dikasih asupan jaerose double gini?
.
.
.Arini Purbawisesa, wanita berusia dua puluh sembilan tahun dengan pekerjaannya sebagai desainer grafis, memiliki toko kue, dan dua coffe shop yang terletak di daerah Ibu Kota. Dari segi karir, Arini terlihat sempurna. Dengan kemampuannya di bidang desainer grafis dan sudah berpengalaman, Arini tak hanya bekerja di satu perusahaan, dia juga memiliki klien di luar perusahaan yang bayarannya tidak main-main. Soal uang, Arini tidak pernah mengkhawatirkannya, dia manusia yang menganut kepercayaan rezeki itu ada saja. Tapi, soal percintaan, Arini benar-benar payah. Riwayat percintannya tak pernah berakhir manis dan berujung tragis. Saat di sekolah menengah atas, Arini pernah berpacaran dan hubungannya hampir menginjak dua tahun jika saja Arini tidak tahu kalau kekasihnya berselingkuh dan ternyata hanya menjadikan Arini pelampiasan. Kemudian saat kuliah, Arini menjalin hubungan dengan seorang laki-laki yang ditemuinya ketika magang, saat itu si laki-laki bekerja sebagai Kepala Tim di sebuah perusahaan manufaktur yang akhirnya setelah Arini menyelesaikan kuliahnya, Arini dinikahi oleh laki-laki tersebut hingga memiliki satu anak laki-laki sebelum akhirnya keduanya memutuskan berpisah di tahun ketiga pernikahan mereka.
Kini sudah tiga tahun Arini mempertahankan status janda sekaligus Ibu tunggal. Dari luar, tak sedikit orang yang memandang Arini sebagai wanita bersahaja terlepas dari statusnya yang sudah tak bersuami. Penampilannya selalu sempurna, tubuhnya bagus tak seperti wanita yang sudah pernah melahirkan, tak sedikit pula yang beranggapan Arini sosok ibu yang kalem dan mengayomi anaknya. Padahal kenyataannya, saat di rumah Arini akan berubah menjadi macan betina. “Kenzooooo!”
Anak berusia lima tahun yang sedang mengisi air ke dalam balon-balonnya itu melotot kaget mendengar teriakan Arini. Dia turun dari kursi yang membantunya menggapai keran wastafel.
“Ken ya Tuhan, ini dapur banjir banget? Baru sepuluh menit kamu Mama tinggal ke minimarket buat beli nugget.”
Arini meletakkan belanjaannya ke meja. Lengan kemejanya dia gulung sampai siku, bersiap membereskan kekacauan yang dibuat putranya, Kenzo Mahardika yang akrab dipanggil Ken atau Kenzo. Anak kandung Arini dan mantan suaminya. Kenzo tipe anak laki-laki yang tidak bisa diam, ada saja ulahnya yang membuat Arini mengeluarkan tanduk setan. Jika hari ini anak itu berhasil membuat danau di dapur, kemarin sore Kenzo berhasil menjadi manusia salju, dari tepung. Dia membuka stok tepung dan memainkannya di kamar. Bersama Kenzo, Arini harus pintar-pintar menjaga kewarasannya. Tidak ada dalam kamusnya duduk manis sepulang bekerja, bahkan belum sempat mengganti pakaiannya, Arini sudah harus membereskan rumah. “Kenapa Kenzo main air di wastafel? Mama udah sering bilang, gak boleh main air kecuali di kamar mandi atau halaman depan.” Arini bertanya seraya mengepel lantai.
“Ken pingin buat bom air.”
“Tapi ini udah malam, Ken. Waktunya apa?”
“Main?”
Arini menghela napasnya. “Terserah kamu lah.”
“Ken bantu mau gak Ma?”
“Kamu emang harus bantu, namanya bertanggung jawab. Sekarang Ken keluarin air-airnya dari balon.”
Ken menatap balon-balonnya yang sudah dia isi air susah payah. Enggan rasanya membuang isian balon-balon tersebut.
“Yaudahlah, gak usah jadi anak Mama lagi.”
“Iya, Ken buang.”
Kenzo menurut. Dengan bibir manyun, anak itu membuang balon airnya.
“Besok-besok jangan gini lagi, kalau mau main air di mana?”
“Kamar mandi atau di depan.”
Jawaban Ken demikian, tapi lihat saja beberapa waktu ke depan. Arini tahu kejadian seperti ini akan terulang. Beres dengan rumah, Arini membantu Ken berganti pakaian sebab pakaian sebelumnya basah. “Menuju tak terbatas dan melampauinya wuuusssh!” Ken menggerakan figure buzz lightyear seolah-olah terbang, membuat Arini sedikit kesulitan memakaikan baju putranya.