Halo! Apa kabar???
.
.
.Pernikahan bukan semata tinggal bersama orang yang dicintai, bukan cuma perihal memiliki anak, tapi jauh lebih dalam dari pada itu. Pernikahan adalah kerja sama yang dilakukan terus menerus, berbagi tanggung jawab, dan menjalankan peran masing-masing dengan baik sehingga terciptanya harmonisasi.
Juan dan Arini sadar akan hal tersebut. Belajar dari pengalaman keduanya yang pernah gagal, Juan dan Arini berusaha tidak membebani satu sama lain dan menjalankan peran mereka sebaik mungkin, baik sebagi suami, istri, maupun orang tua.
Sebagai orang tua yang memiliki empat anak dengan karakteristik yang berbeda-beda, masa perkembangan yang berbeda, membuat Juan dan Arini harus extra bersabar. Si kembar, Dirga dan Kanza, kedua bayi itu yang paling banyak mendapat bantuan dan perhatian dari kedua orang tuanya untuk saat ini, karena dari segi kemampuan, mereka jelas tidak bisa mengurus diri sendiri karena baru enam bulan, namun hal tersebut mengundang kecemburuan dari sang kakak baru, Kenzo. Tidak terbiasa dengan kehadiran adik-adiknya yang menurutnya merebut perhatian Juan dan Arini, membuat Ken sedikit sensi dan selalu menjahili adik-adiknya.
Seperti sekarang, ketika kedua orang tuanya masih terlelap di kamar, Ken bangun lebih dulu dan masuk ke kamar adik-adiknya. Pria kecil yang sekarang sudah duduk di bangku sekolah dasar itu naik ke atas box dan menggambar di wajah Dirga dan Kanza. Ken menggambar kumis hingga kaca mata. Dirga terusik, dia membuka mata dan mengambil posisi duduk. Ken tertawa melihat wajah adiknya, namun hal itu membuat Dirga mulai menangis. Ken buru-buru turun, bersembunyi sebelum orang tuanya datang.
“Pagi Sayang...” Arini masuk ke dalam kamar si kembar, menyalakan lampu. “Kenapa nang–DIRGA?” Arini melotot kaget, saat dia melihat Kanza semakin kaget. “Abangggg Kennnnn! Adik-adiknya mau diajak ngelenong ke mana? Masih pagi lho!”
Ken terkikik dibalik rumah-rumahan. Arini menggendong Dirga lebih dulu sebelum menghampiri putranya yang bersembunyi. “Abang! Kenapa adiknya digambar-gambar gini? Emangnya mereka kanvas?”
“Lucu, 'kan Ma?”
“Lucu apanya?” Arini menatap Dirga, yang ditatap berubah tersenyum. “Haduuuuuhhh, capek banget dah ah.”
“Hehe Dirga suka kok itu.” Ken berlari keluar kamar.
“Kenapa Ma?” Juan dengan wajah bantalnya menyusul setelah mendengar teriakan sang istri.
“Nih anak kita mau ngelenong.”
Juan tertawa melihat wajah si kembar. “Abang lagi?” tanyanya sudah hapal tingkah Ken.
Arini menghela napas. Dia mengangguk. “Gak betah kayaknya dia liat adik-adiknya tidur lelap tuh, ada aja yang dilakuin.”
Juan terkekeh. “Lebih ke gak betah liat kamu gak ngomel.”
“Tau ah, aku mau mandiin anak-anak dulu. Kasian banget cemong.”
“Yaudah, biar aku yang bikin sarapan sekalian beresin rumah.” Juan mengecup bibir Arini sebelum akhirnya pergi.
Lagi, perihal kerja sama. Tidak ada yang duduk berpangku tangan dan hanya menyaksikan, Juan memasak dan membersihkan rumah selagi Arini mengurus anak-anak. Semua berjalan dengan baik meski tanpa asisten rumah tangga.
“Mas, tolong ambilin saus dong,” ujar Juan ketika melihat Dipta masuk ke dapur.
Dipta menyerahkan sausnya. “Bikin burger Dad?”
“Iya. Siang makan apa ya Mas yang enak?”
“Gak tau, aku gak makan siang di rumah soalnya.”
Juan langsung mematikan kompor, dia menghadap Dipta sepenuhnya. “Wih mau ke mana nih weekend? Jalan ya sama cewek?”