Ish mantap kan double update?
.
.
.
“Om Juan akhir-akhir ini jadi sering main ke rumah ya Ma,” ujar Dipta dari dalam mobil ketika melihat Juan sudah berdiri di depan gerbang. Dosen tampan itu tersenyum, melambaikan tangannya ke arah mobil Arini yang semakin dekat.Saat mobil Arini berhenti, Juan menghampiri kursi kemudi. “Kunci gerbangnya? Biar aku aja yang buka.”
“Nunggu dari tadi?” tanya Arini seraya menyerahkan kunci.
“Sepuluh menit yang lalu. Bentar.” Juan bergegas membuka gerbang, membiarkan mobil Arini masuk baru dia memasukkan mobilnya sendiri. “Aku aja yang gendong Ken.” Juan mengajukan diri ketika melihat Arini berusaha membawa Ken yang tertidur dalam perjalanan pulang.
“Pelan-pelan,” bisik Arini.
“Iya.” Juan menggendong Ken, mengusap punggungnya agar si kecil semakin lelap. “Langsung aku bawa ke kamar ya?”
Arini mengangguk. “Makasih ya.”
Juan masuk lebih dulu, Arini dan Dipta menyusul di belakang.
“Diliat-liat Om Juan cocok juga Ma,” celetuk Dipta.
“Cocok gimana?”
“Cocok jadi Papa baru.”
“Mulutnya Mas!” Arini mencubit gemas pipi Dipta, yang dicubit hanya terbahak. “Sana istirahat.”
“Harusnya aku yang bilang gitu, sana Mama istirahat, matanya udah kayak gak tidur satu bulan, kantong matanya ngalahin kantong doraemon.”
“Ish nyebelin! Mama jitak kamu.” Belum sempat Arini melancarkan aksinya, Dipta lebih dulu lari ke dalam kamarnya, menyelamatkan diri. “Awas kamu ya Mas!”
“Kenapa sih? Ribut banget kayak uang kaget.” Juan menghampiri Arini setelah menyelesaikan tugasnya.
“Tuh Dipta, katanya kantong mata aku ngalahin kantong mata doraemon. Emang iya Mas?”
“Coba sini liat.” Juan menangkup wajah Arini, membuka kedua matanya lebar-lebar.
Arini reflek tertawa melihat wajah Juan yang menurutnya konyol. “Muka kamu kayak kodok.”
“Dih kurang ajar!” Juan melepaskan tangannya, ikut tertawa.
“Gimana? Emang segede itu kantong mata aku?”
“Ya selagi gak lebih gede dari kantong jenazah mah biarin aja.”
Arini memukul pinggang Juan. “Rese.”
Juan terkekeh.
“Mas?”
“Hm?”
“Akhir-akhir ini jadi sering banget main ke sini.” Benar kata Dipta, Arini pun merasa beberapa hari terakhir ini Juan jadi sering datang ke rumahnya, bahkan intensitasnya mengirim pesan pada Arini meningkat dari biasanya. Terlebih lagi mereka sudah mulai terbiasa menggunakan panggilan aku-kamu berkat seringnya Juan bermain bersama anak-anak. “Eh bukannya aku gak suka. Aku malah suka, jadi punya temen ngobrol, lumayan juga dapet baby sitter gratis. Tapi kamu gak capek dari kampus langsung ke rumah aku?”
“Capek kalau sambil dorong gerobak.”
Arini berdecak. “Ngomong sama orang yang khodamnya speaker bluetooth emang harus sabar.”
Juan tergelak. Teringat dengan yang dilakukannya dan Arini tempo hari. Ketika Dipta dan Ken sudah tertidur, kedua orang dewasa itu iseng menonton siaran langsung orang yang katanya bisa membaca khodam orang lain dengan bermodalkan nama. Saat Arini mengetik nama Juan, orang itu mengatakan jika Juan berkhodam speaker bluetooth.