27. Period

4.2K 442 100
                                    

Happy weekend!
.
.
.


“Selama camping, dengerin kata Papa. Terutama Ken.” Arini mengalungkan botol minum ke leher Ken. “Gak boleh banyak-banyak makan ice cream, chocolate, dan yang terlalu sweet. Paham?”

Ken mengangguk. Dia mengacungkan jempol. “Oke!”

“Jangan oke-oke doang, giliran dilarang nangis-nangis. Kasian Papa nanti, ikut tantrum ngadepin kamu,” balas Arini yang membuat Tirta terkekeh. Arini berdiri, kali ini memakaikan Dipta topi. “Kalau Mama telepon itu angkat, kalau di chat cepet-cepet bales, jangan ngartis.”

“Iyaaa Macan.” Dipta menyahut.

“Ada lagi?” tanya Tirta.

Arini menatap bergantian kedua putranya. Agak berat melepaskan Dipta dan Ken untuk ikut camping bersama sang papa selama tiga hari di Bandung. Arini hanya tidak terbiasa jauh dari mereka, apalagi sampai tiga hari lamanya. Arini akan merindukan kebisingan yang diciptakan putra-putranya, tapi di satu sisi ini kesempatan baginya memiliki waktu istirahat tambahan. “Gak ada, pokoknya aku titip mereka.”

“Iya, aku jagain. Yuk kita berangkat?”

“Bentar!” Dari arah dapur, Juan berlari sambil membawa kotak makan tingkat. “Ini buah potong sama Om ada bikin kimbab, gak jamin rasanya bakal enak, tapi layak makan kok.” Juan menyerahkannya pada Dipta. “Hati-hati ya di sana, jangan jauh-jauh dari Papa kalian. Buat Ken...” Juan merogoh kantung celananya, mengeluarkan senter kecil berbentuk Buzz Lightyear dan memberikannya pada si kecil. “Biar gak takut gelap.”

“Wow makasih banyak Om Buzz! Ken suka, ini cool!”

“Sama-sama Sayang.” Juan tersenyum manis. “Boleh Om minta kiss?”

Ken menjawab pertanyaan Juan dengan melayangkan kecupan di pipi lelaki tampan itu. Arini dan Tirta melihatnya ikut tersenyum. Keduanya dalam hati masing-masing, semakin yakin jika Juan menyayangi Dipta dan Ken tulus. Setelah acara pamitan, Tirta membawa pergi anak-anaknya, meninggalkan Arini dan Juan.

“Bakal sepi deh rumah,” ujar Arini saat mobil Tirta menghilang dari pandangan.

“Gak dong, 'kan ada aku.” Juan merangkul Arini. Keduanya saling pandang. “Kamu luang hari ini?”

“Enggak juga sih, siang nanti ke Harva. Aku mau bantu Rere, karena yang lain pada izin gak masuk.”

“Sekarang masih jam sembilan. Perlu kita isi waktu luangnya?”

“Mau ngapain?”

Netflix and chill?

Arini mendorong wajah Juan yang mendekat. “Ndasmu kecil,” sarkasnya sambil menjauh.

Juan terkekeh. Dia mengekori Arini. “Terus ngapain dong Sayang?”

“Bantu aku ngebor tembok, mau pasang pajangan.”

Juan berdecak. “Inimah nukang date,” keluhnya yang mengundang tawa Arini.

“Haduh, berasa suami istri kalau begini, kurang make sarung aja akunya.” Juan berujar saat Arini membawakan kopi dan camilan padanya yang sedang mengebor tembok.

Ya, Arini benar-benar membuat Juan bekerja.

Juan mematikan alat bornya, dia meraih cangkir kopi. “Seperti biasa, kopi buatan Arini selalu wangi.”

Arini mengibaskan rambutnya sombong. “Iyalah, yang bikin aja wangi mawar begini.”

“Ciailah gaya lo Nyonya!” Juan meledek. “Untung bukan wangi kuburan.”

Juan dan Arini [END✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang