Double update uhuy!!!!
.
.
.“Harum bener Mas kayak kuburan baru.” Tanpa mengetuk pintu dahulu, Jemma masuk ke dalam kamar Juan. Dilihatnya sang kakak tengah menata rambut di depan cermin. “Tumben malam minggu udah rapih, kayak mau jalan sama cewek aja.”
“Emang.” Juan memutar tubuhnya menghadap Jemma. “Udah rapih belum?”
“Mas dari tadi ngaca ngeliatin apa? Masih aja nanya.”
“Memastikan lagi.”
“Udah, Masku paling ganteng sedunia.” Dipuji, Juan tersenyum bangga. “Jalan sama Mbak Arini ya?”
“Iya, ngajak makan dia.”
“Katanya temen doang. Emang sih, semua itu bermula dari yang namanya temen. Gak apa-apa Mas, aku dukung, yang penting Mas Juan gak duda sampai akhir hayat.” Juan terdiam sejenak. Sejujurnya, dia masih belum tahu bagaimana perasaannya terhadap Arini. Keduanya baru dekat akhir-akhir ini. Tapi Juan tidak bisa menampik jika Arini berhasil menarik perhatiannya. Kesempatan seperti ini akan Juan gunakan untuk meyakinkan dirinya sendiri dan ke arah mana dia akan membawanya.
Setengah jam kemudian, Juan datang menjemput Arini. Mereka hanya pergi berdua. Dipta dan Ken sengaja Arini titipkan pada sang mama karena Arini khawatir dia akan pulang larut, meski harusnya tidak karena niatnya hanya mentraktir Juan makan setelah itu pulang. “Rin, lo ngintipin gue ganti baju ya tadi?” Pertanyaan acak Juan, membuat Arini yang sedang melihat layar ponsel menoleh ke lelaki itu. “Baju kita couple anjay.”
Arini spontan melihat penampilannya sendiri, dia mengenakan sweater putih yang terdapat corak biru di beberapa bagiannya, sementara Juan mengenakan sweater biru. Nampak serasi dan cukup untuk membuat orang lain menilai mereka adalah pasangan. “Lah iya. Ganti baju gih Mas, masa couple an begini, gak mau.”
“Kok jadi gue yang ganti? Kenapa gak lo aja?”
“Gue, 'kan gak bawa baju ganti.”
“Terus lo kira gue bawa?”
“Biasanya cowo tuh nyimpen baju ganti di mobil, Mas Tirta gitu. Lo juga gitu pasti.”
“Gak lah, repot amat bawa baju ganti.” Juan melirik ke arah spion, melihat kaos hitamnya menyembul di kursi belakang. Benar kata Arini, dia membawa baju ganti, tapi Juan tidak akan menggantinya. Biar saja dirinya dan Arini memakai baju couple hari ini. “Udah takdir kali Rin.”
“Takdir apaan?”
“Takdir kalau kita jadi couple.”
Arini bergidik ngeri. “Sorry, gak dulu. Kalau gak, drive thru aja.”
“Yailah perkara baju aja masa jadi drive thru? Katanya mau ngajak gue makan di tempat enak.”
“Malu Mas, nanti dikira couple beneran.”
“Gue emang semalu-maluin itu ya Rin?”
“Eh bukan gitu maksud gue.”
Bibir Juan cemberut. “Terus?”
Ingin Arini menghantam wajah Juan dengan tasnya karena bersikap sok imut. Tapi Arini ingat dengan tujuan awalnya, bermaksud memperbaiki makan malam yang sempat kacau karena dirinya. Alhasil, Arini hanya menggeleng, meminta Juan melanjutkan perjalanan tanpa perlu membahas perihal pakaian lagi. Arini membawa Juan ke kedai mie yang menurutnya sangat enak dan layak dicoba setidaknya sekali seumur hidup. Hanya saja, di kedai itu pengunjung tidak bisa melakukan reservasi lebih dulu dan harus mengantre untuk makan dan mendapatkan tempat duduk. Selagi mengantre, Arini melihat ke sekelilingnya, banyak muda mudi atau pasangan kekasih yang datang ke kedai ini. Mereka nampak bahagia, saling melontarkan candaan, menghilangkan jenuh selagi menunggu antrean. “Pegel gak Rin?” Arini memutar tubuhnya ke belakang, tempat Juan berdiri.