.
.
.Pukul delapan pagi Tirta sudah tiba di depan rumah Arini. Dia berniat mengajak anak-anaknya dan Arini, kalau mantan istrinya tidak menolak berjalan-jalan di hari libur. Tapi sejak sepuluh menit yang lalu, dia belum juga bertemu dengan si pemilik rumah. Tirta sudah mengetuk, menekan bel, sampai memanggil-manggil nama Arini tetapi tidak ada yang merespon. Tirta mencoba menelepon Arini. Samar-samar terdengar dering ponsel dari dalam rumah. Tirta rasa Arini masih tidur, tapi mengingat kepribadian Arini yang rajin dan kebiasaannya yang selalu beraktifitas bahkan di hari libur, membuat Tirta meragukan tebakannya. “Arini?” Ketukan di pintu semakin kencang. Tirta khawatir terjadi sesuatu pada Arini ataupun anak-anaknya di dalam sana. Lelaki itu mengecek jendela sampai ke garasi untuk mencari tahu dan Tirta baru menyadari jika ada mobil asing yang belum pernah dilihatnya terparkir di garasi Arini.
Sementara di kamarnya, Arini baru saja terbangun. Wanita itu meregangkan otot-otot tubuhnya yang terasa pegal. Dia pergi ke kamar mandi, menyempatkan diri mencuci muka sebelum akhirnya ke ruang keluarga untuk melihat tamunya sudah bangun atau belum. Juan, lelaki itu menginap di rumah Arini, dia tertidur di sofa ketika Arini belum menyelesaikan pekerjaannya. Tidak tega membangunkan, Arini biarkan Juan bermalam di rumahnya. “Mas?” Arini berjongkok, berniat membangunkan Juan karena hari sudah pagi.
Juan tidak terusik, tidurnya masih lelap.
“Arini?” Arini menoleh, suara Tirta terdengar bersamaan dengan ketukan pintu yang tidak biasa. Gegas wanita berpiama itu membuka pintu. Wajah khawatir Tirta, menjadi hal yang pertama Arini lihat begitu pintu dibuka. “Rin astaga, dari mana aja?”
“Baru bangun.”
Tirta menghela napas. “Aku pikir kamu kenapa-napa. Udah dua puluh menitan aku di sini manggil-manggil kamu, tapi gak ada respon.”
“Maaf Mas, aku gak denger.”
“It's okay, yang penting kamu gak apa-apa.”
“Aku baru tidur jam tiga pagi, makanya kesiangan.”
Tirta mengangguk paham. “Aku sempet mikir yang aneh-aneh, apalagi ada mobil itu.” Tirta menunjuk ke arah mobil Juan.
“Itu mobil Juan.”
“Juan? Dia di sini?”
“Iya. Kamu masuk dulu aja.”
Mendadak banyak pertanyaan di benak Tirta saat tahu Juan sudah di rumah Arini pagi-pagi seperti ini. Dibuat semakin terkejut Tirta kala menemukan Juan tertidur di sofa. “Rin, Juan nginap di sini?”
Arini mengangguk. “Kamu tumben ke sini pagi-pagi, kenapa?”
Tirta tak langsung menjawab, matanya masih memindai sosok Juan.
“Mas Tirta?”
“Hah iya?” Tirta menatap Arini. “Aku mau ajak anak-anak jalan, kalau bisa kamu juga ikut.”
“Anak-anak gak di rumah, mereka di rumah Mama.”
“Kamu titipin mereka? Karena ada Juan nginap?”
“Enggak, bukan karena itu.”
“Terus? Sesibuk-sibuknya kamu kayaknya kamu gak pernah biarin anak-anak nginap di rumah Mama.”