Lauren Arutala memilih menceraikan suaminya, Nathan Pramudya dan merahasiakan kehamilan keduanya. Hal ini dia lakukan setelah tahu, kalau Nathan suaminya yang sudah menyuruh dokter untuk menggugurkan kandungan pertamanya.
Laurent tidak tahu apa moti...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Lauren memastikan Abraham aman di rumah terlebih dahulu sebelum pergi untuk menyusul mantan suaminya yang entah bagaimana keadaannya sekarang. Preman-preman itu bukanlah orang yang memiliki belas kasih.
Wanita itu berlari tanpa alas kaki saking buru-burunya, air mata Lauren jatuh berderai berharap masih ada waktu untuk menyelamatkan mantan suaminya. Namun di tengah-tengah perjalanannya ia melihat Nathan berjalan sendirian dengan tubuh yang penuh luka dan darah.
Nathan berusaha tersenyum menahan rasa sakit, seolah tidak ada yang terjadi kepadanya, memandangi Lauren di seberang sedang menatapnya penuh khawatir. Lauren berlari mendekat langsung memeluk tubuhnya.
Nathan membalasnya hangat, "Saya udah bilang akan menyusul ke rumah, kenapa kamu kembali. Takut saya kenapa-kenapa?"
Lauren mengangguk dan terus memeluk.
"Kita harus pulang, takutnya Abam kebangun dan nangis." Nathan mencoba menenangkan mantan istrinya, ia menggenggam tangannya erat.
"Masih kuat jalan?" Suara pelan itu mencerminkan rasa khawatir, dan takut.
"Masih, emang kamu kuat gendong saya?"
"Nathan aku tanya serius, tolong jangan bercanda dulu!"
Nathan sedikit terkejut mendapati respon Lauren, sebelum benar-benar pergi lelaki itu kembali memeluk Lauren yang emosinya tidak stabil akibat insiden barusan. Meski kesakitan, Nathan bahagia sebab masih ada orang yang mengkhawatirkannya.
"Aku nggak apa-apa Lauren. Memang sudah seharusnya seperti ini."
Lauren mendongak, meraba-raba wajah Nathan yang penuh luka lebam, "Aku obati."
We Were Once Together
Untuk pertama kalinya Nathan kembali melihat Lauren menangisi dirinya lagi, wanita itu sibuk membersihkan dan mengobati luka di wajahnya, Nathan sebenarnya ingin tertawa karena Lauren tidak berhenti mengomel.
"Kita punya banyak waktu buat lari dan hindarin mereka tadi, namanya orang mabuk pasti larinya juga sempoyongan."
"Omelan kamu nggak bakal merubah kejadian yang udah terjadi," Nathan menurunkan tangan Lauren di wajahnya lalu menggenggamnya, "Orang mabuk selalu nekat, saya harus kasih mereka pelajaran biar nggak kurang ajar lagi, terutama sama kamu."
"Mau aku ambilin cermin? Abraham pasti nggak bisa kenalin kamu besok pagi. Kamu masih beruntung mereka lepasin kamu." Lauren sama sekali tidak tahu kejadian sebenarnya, setelah ia pergi dan bagaimana kondisi preman-preman itu sekarang.
"Aku yang lepasin mereka." Nathan meraba sudut bibirnya yang terasa perih.
"Mana mungkin." Lauren tidak percaya lalu membereskan kotak obat.
Mantan istrinya tetap akan seperti itu, menyangkal dan tidak akan pernah percaya sebelum matanya sendiri yang menyaksikan.