23

322 35 1
                                    

Air mati selama tiga hari penuh, sumur-sumur milik warga yang memiliki kualitas air keruh juga ikut surut, terpaksa harus beli dari kantor desa yang disediakan oleh Pak Gunawan dengan harga mencekik, satu jerigen besar, 20 liter dihargai lima pulu...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Air mati selama tiga hari penuh, sumur-sumur milik warga yang memiliki kualitas air keruh juga ikut surut, terpaksa harus beli dari kantor desa yang disediakan oleh Pak Gunawan dengan harga mencekik, satu jerigen besar, 20 liter dihargai lima puluh ribu rupiah. Mereka tidak ada pilihan, hanya bisa pasrah. Untuk minum dan masak mereka akan membeli air galon isi ulang.

Para petani kembali mengalami gagal panen, setelah tanggul sungai yang tercemar limbah berwarna hitam pekat jebol dan air menggenangi tanaman kol, sawi, cabai milik mereka.

Kelompok warga anti proyek pembangunan pabrik tekstil melakukan akumulasi, menghadang semua truk, alat berat di jalan raya. Mereka membabi buta melakukan perusakan sebagai bentuk aksi protes yang ke ratusan kalinya karena merasa pengaduan, keluhan mereka tidak pernah didengar oleh pemerintah setempat dan pemilik pabrik.

Saranggakara menegang beberapa jam. Tidak takut mereka pun berkelahi dengan puluhan preman bayaran yang berjaga di lokasi proyek setelah salah satu sopir alat berat meminta bantuan mereka.

BAKAR!! BAKAR!! BAKAR!! seru warga yang emosinya bergejolak, sopir-sopir berlarian menyelamatkan diri, beberapa warga sudah ada yang tumbang di pukuli preman-preman berbadan besar.

"Kamu yakin ini bakal berhasil?" tanya seorang warga yang sedang menyalakan bom molotov untuk dilemparkan ke preman-preman.

BOOM!!!

"Kita kerahkan semua tenaga yang kita punya, kita nggak boleh menyerah mereka harus membayar semuanya!" Teriak Iyan.

Orang itu mengangguk, amarahnya semakin berkobar.

Masyarakat yang ketakutan memilih untuk mengurung diri di rumah masing-masing, situasi sangat tegang sampai polisi akhirnya hadir untuk membubarkan mereka, menangkap beberapa dari mereka yang dianggap sebagai provokator.

Lauren sedang berada di sekolahnya, melakukan aktivitas terakhirnya. Suara gemuruh, sirine mobil polisi mengalihkan fokus wanita itu, dia menjauh dari papan tulis, mendekat ke jendela memperhatikan apa yang sudah terjadi.

"Iyan beneran ajak warga buat demo." gumamnya.

Para murid ikut mendekat ke jendela, "Wah kita bisa pulang nggak ya? Udah selesai belum ya demo nya? Duh! takut anggota keluargaku ada yang ikut juga!" Seorang siswi histeris, kejadian ini bukan fenomena baru bagi mereka tapi selalu sukses membuat anak-anak remaja itu bergidik ketakutan.

Pulang sekolah di suguhi darah segar dan beberapa orang yang entah pingsan atau mati bergelimpangan di jalan.

Lauren menenangkan murid-muridnya, menyuruh mereka untuk kembali ke meja masing-masing dan melanjutkan pelajaran.

Kerusuhan yang terjadi di Saranggakara akhirnya sampai ke telinga Imelda, perempuan yang sedang stres akibat anjloknya harga saham langsung menelepon Pak Gunawan, kepala desa Saranggakara.

We Were Once TogetherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang