19

594 49 2
                                    

Ada dua burung yang terbang menjauh dari sarangnya, mereka pernah bersama, menikmati angin yang sama, namun suatu ketika angin membawa mereka ke arah yang berbeda

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ada dua burung yang terbang menjauh dari sarangnya, mereka pernah bersama, menikmati angin yang sama, namun suatu ketika angin membawa mereka ke arah yang berbeda. Selama waktu itu, mereka tumbuh dan belajar tentang dunia dengan cara yang berbeda.

Namun, dalam hati mereka, ada nada yang selalu memanggil, seperti melodi yang tak pernah benar-benar hilang. Meski terpisah oleh jarak dan waktu, benang merah takdir tetap menghubungkan mereka. Setiap kepakan sayap yang diambil, meski tampak acak, sebenarnya membawa mereka lebih dekat ke satu sama lain.

"Sejak kapan dia pindah kesini."

Lauren dan Nathan terbangun begitu pagi sudah menyapa mereka, di tengah-tengah tubuh mereka Abraham tertidur.

"Dia suka tiba-tiba pindah?"

"Biasanya sih Abam kalau tiba-tiba ada di kamarku habis dari kamar mandi malamnya." Lauren langsung duduk di kasur dan mengikat rambutnya yang tampak berantakan, setelahnya ia langsung keluar untuk menyiapkan sarapan.

"Hari ini kamu kerja?" Nathan mengambil air minum.

"Nggak ada jadwal, cuma anterin Abraham aja."

Nathan memijat bahunya sendiri yang mulai merasakan efek dari kejadian semalam, "Kalau libur biasanya kamu ngapain?"

"Tergantung," Lauren mengangkat kedua bahunya, "Kalau nggak ada banget kegiatan dan semua pekerjaanku udah selesai, paling tidur sih."

"Tidur?"

Lauren mengangguk dan menatap Nathan, "Emangnya salah? Eh, badan kamu sakit?" Dia menghampirinya.

Nathan mengangguk samar, memasang wajah kesakitan padahal ia hanya berpura-pura. Lauren memegang bahunya dan mulai memijatnya lembut, "Mau aku siapin air panas buat mandi?"

"Iya tolong ya, tapi nanti aja." Nathan menunjuk bagian lain dan tangan Lauren berpindah untuk memijatnya.

"Has it been a long time, dear?"

Lauren tak kuasa menahan tawanya, dahi Nathan mengkerut apa yang lucu?

"Apa yang salah dari ucapanku?" Nathan mendongak kebingungan.

"Nggak sih, tapi lucu aja kamu panggil gitu. Kita bukan ABG, jadi kayak gak pantes."

"Bukannya orang kalau lagi kasmaran nggak inget umur ya? Kayak saya, never stop falling in love with you."

"Stop." Lauren menutup mulut Nathan, matanya berair, puas menertawakan kekonyolan Nathan, "Mas, lututku lemes banget gara-gara ketawain ucapan kamu."

"Kamu boleh duduk di pahaku." Belum selesai Nathan menggoda Lauren, Abraham muncul dari pintu dapur sambil mengucek matanya, rambutnya berantakan.

"Hey, morning my little tomato." Panggil Nathan begitu Abraham menghampirinya dan duduk di pangkuannya, "Mau Papi anterin ke sekolah?"

We Were Once TogetherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang