Lauren Arutala memilih menceraikan suaminya, Nathan Pramudya dan merahasiakan kehamilan keduanya. Hal ini dia lakukan setelah tahu, kalau Nathan suaminya yang sudah menyuruh dokter untuk menggugurkan kandungan pertamanya.
Laurent tidak tahu apa moti...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Saat Nathan hendak masuk ke dalam mobil, seorang lelaki seusianya menahan tangannya yang akan membuka pintu mobil. Wajahnya terlihat panik dan juga ketakutan, keringat bercucuran, napasnya tak karuan.
"Ada yang buang mayat di gudang tempat saya simpan hasil panen." Dia menelan ludah, berusaha menenangkan dirinya sendiri, "Pak Nathan harus lihat!" Suaranya bergetar.
Seketika badan Nathan menegang, matanya terbelalak, jantungnya berdegup kencang, "Perempuan atau laki-laki?!"
Orang itu menggeleng, "Sebetulnya saya kurang tahu pasti, saya langsung disuruh sama bapak saya buat cari Pak Nathan."
"Beneran udah meninggal??"
Orang itu menggeleng lagi. Nathan langsung menyuruhnya masuk ke dalam mobil, dan menunjukan lokasi gudang miliknya. Nathan sangat takut kalau orang yang di maksud adalah mantan istrinya.
"Tadi saya sama bapak saya dengar ada suara mobil berhenti di depan gudang, saya kira itu yang mau angkut sayuran punya kita ke kota, taunya mereka buang tubuh tepat di depan pintu gudang, saya nggak berani mendekat, banyak banget darahnya alhasil bapak saya nyuruh untuk panggil Pak Nathan." Orang itu meremas sabuk pengaman, menjelaskan kejadian yang begitu mengguncang pikirannya.
Nathan mendengarkan sambil fokus menyetir, dengan kekhawatiran yang semakin menjadi-jadi. Setibanya di lokasi, Nathan langsung melompat keluar dari mobil, diikuti oleh lelaki itu. Mereka berjalan cepat menuju posisi lelaki dan seorang wanita yang tergeletak di tanah dengan darah yang hampir menutupi seluruh tubuhnya.
"Dia masih hidup tapi denyut nadinya sangat lemah, sebaiknya kita langsung bawa dia ke rumah sakit!" Orang tua itu panik.
Nathan berlutut di samping tubuh itu, dan dengan tangan bergetar, ia memeriksa denyut nadinya. Saat ia memindahkan tangannya ke dada untuk merasakan napas yang mungkin tersisa, tangannya menyentuh sesuatu yang keras dan dingin, Nathan menggunakan jempolnya untuk mengusap noda darah yang mengotori benda itu.
Seketika, perasaan hancur menyelimutinya. Dunia terasa berhenti berputar. Tenggorokannya tercekat dan napasnya tersendat. "Tidak... tidak mungkin," bisiknya dengan suara parau, hampir tak terdengar. Air mata mulai mengalir tanpa bisa dibendung. Ini adalah sebuah mimpi buruk yang sama sekali tidak ingin dia hadapi. Di permukaan name tag tertulis nama Lauren Arutala.
Dua orang lelaki yang juga ada di sana menyadari kalau Nathan mengenali wanita yang bisa diduga adalah korban dari konflik yang terjadi tadi siang.
Nathan menggenggam tangan Lauren yang dingin dan berlumuran darah, berharap wanita itu akan membuka matanya, "Lauren tolong... bangunlah," suaranya bergetar, dengan rasa takut akan kehilangan. "Aku... aku tidak bisa kehilanganmu dengan cara yang seperti ini."
Lelaki itu dengan hati-hati mendekap tubuh Lauren ke pelukannya, dengan sapu tangan miliknya ia mengusap dengan pelan wajah Lauren yang dipenuhi oleh luka dan darah, hampir tidak bisa dikenali.