29. Apa salah jika Egois?

15.6K 718 10
                                    

Cinta pada pandangan pertama itu, benar-benar terdengar mustahil. Bagaimana bisa, orang jatuh cinta saat pertama kali memandang? Jika dipikir menggunakan logika, sampai kapanpun itu akan menjadi hal yang tak masuk akal. Tapi ingat, kalau soal cinta, jangan gunakan kepala tapi hati.

Jaman kuliah dulu, Ziva hobi sekali mampir ke kantin hanya untuk membeli donat yang menurut sebagian besar mahasiswa disana rasanya kurang enak. Sagara saja sampai merasa heran.

Tapi kalau sudah suka, mau bagaimanapun tanggapan semua orang kita tidak akan pernah peduli. Sama seperti Sagara, sudah tahu Ziva menyukai Altair, tapi Sagara tetap kekeuh suka sama Ziva. Eh, lho?

Setiap kali Ziva menawarkan untuk satu kelompok jika ada tugas, Sagara pasti tidak bisa menolak, pun dengan keinginan Ziva yang lain. Sudah begitu mengerjakannya pakai hati, padahal jelas-jelas Sagara tahu kalau Ziva hanya menganggapnya teman seangkatan dan juga teman dekatnya Altair.

Namun, meski begitu Sagara tetap tidak mau berpaling hati. Menurut Sagara, cinta tidak hanya harus memiliki saja. Banyak cara untuk mencintai seseorang. Dan mencintai versi Sagara adalah demikian tanpa harus memaksa Ziva untuk membalas perasaannya. Ya, terdengar bodoh. Tapi, semuanya akan menjadi bodoh jika sudah cinta. Jika menggunakan kepala, logikanya pasti akan berteriak untuk berhenti. Tapi, balik lagi, kalau soal cinta, jangan pakai kepala tapi hati.

Lagipula, kata Bram ––Ayahnya: Akan ada waktu di mana Ziva memiliki perasaan yang sama untuknya tanpa harus memaksa Ziva untuk membalas perasaannya. Dan yang Sagara lakukan adalah menunggu dan berusaha sehingga takdir berpihak padanya. Tak hanya menjadi miliknya, Ziva juga mempunyai perasaan yang sama untuknya.

Hari itu, Ziva mengajak Sagara sarapan di tukang bubur ayam dekat rumah mereka. Letaknya tidak jauh jadi keduanya memutuskan untuk jalan kaki. Cukup ramai, ketika Sagara dan Ziva sampai. Setelah Sagara memesan, keduanya duduk di bangku yang memang disediakan disana. Ada meja juga bagi yang ingin makan di tempat.

"Ga, kamu tau Pak Simba yang suka pelihara binatang itu, 'kan? Yang burungnya pernah lepas ke rumah kita." ujar Ziva.

"Tetangga?"

"Iya."

"Hm, kenapa?"

"Ternyata dia pelihara anak harimau juga. Aku baru tau kemarin pas datang ke rumahnya." cerita Ziva.

"Kamu ngapain kesana?" tanya Sagara. Dia lantas mengucapkan terimakasih pada Mang bubur karena telah mengantarkan penasaran mereka.

"Aku sama tetangga yang lain di undang gitu. Katanya mau ngerayain ulang tahun burungnya yang ke 2. Aku nggak tau deh, burung apa. Terus aku ngeliat ada kandang harimau, eh Pak Simba malah ajak anak harimau itu kenalan sama aku,"

Ziva yang hendak mengambil mangkuk buburnya, di tahan oleh Sagara. Cowok itu tengah memindahkan kacang di mangkuk bubur Ziva ke dalam mangkuk buburnya.

"Maaf, aku lupa kamu nggak suka bubur pakai kacang," terang Sagara seraya menaruh mangkuk bubur kehadapan Ziva. Sudah tidak ada taburan kacang lagi di sana.

Sebenarnya Sagara bisa menukar dengan yang dia punya, tapi bubur miliknya tidak pakai kuah kaldu. Sementara Ziva suka sekali bubur dengan banyak kuah kaldu, jadi Sagara harus melakukannya.

Ziva menahan senyum. "Nggak apa-apa kali. 'Kan bisa aku sisihin."

"Aku mau liat anak harimau. Gigit nggak?" Sagara bertanya sambil menyuap bubur ke dalam mulutnya.

"Nggak kok, lucu malahan. Cuma nyakar dikit aja,"

"Nggak jadi. Takut."

"Dih, lebih sakit juga aku yang gigit!"

Figuran WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang