04. Kencan?

80K 5.6K 129
                                    

Hi, Wellcome back!

Baca part ini jam berapa? Jangan lupa untuk tinggalkan jejak. Vote dan komen kalian sangat berharga untuk author. Tandai bila ada typo. Thank you.

Happy reading <3
Enjoy!

***

Chapter 4. Kencan?

Anda: kalau udah nyampe langsung istirahat. jangan capek-capek dirumah

Ziva: iya sagara

Ziva: semangat juga kerjanya! kalau udah capek istirahat ya! kalau gak selesai sekarang, bisa di lanjut besok, dan lo gak sendiri. banyak rekan kerja yang siap bantu! <3

Sagara tersenyum kecil ketika membaca pesan Ziva. Dia masih tidak percaya kalau hubungannya dan Ziva kini mulai membaik. Perempuan itu kini tak segan untuk tersenyum manis padanya, salah satu hal yang membuat Sagara begitu menyukai perempuan itu. Ziva juga tak marah saat Sagara mengusap pucuk kepalanya. Ah, harus dengan cara apa Sagara menjelaskan bahwa dia sangatlah senang?

Dia paling menunggu moment ini. Dimana Ziva menoleh padanya dan menganggap Sagara ada di sekitarnya, mengingat yang selalu Ziva lihat adalah Altair. Terkadang Sagara iri pada Altair, karena bisa menjadi pusat perhatian Ziva. Bagaimana cara Ziva menatap Altair, bagaimana Ziva dengan antusias menceritakan kebersamaannya dengan Altair pada temannya. Sagara juga ingin menjadi alasan kebahagiaan Ziva

Awalnya Sagara mengelak tentang perumpamaan Jatuh cinta pada pandangan pertama. Namun, setelahnya Sagara malah merasakannya sendiri. Sagara jatuh cinta pada pandangan pertama dengan Ziva, saat pertama kali bertemu ketika masa OSPEK. Saat Ziva tersenyum untuk pertama kalinya pada Sagara, detik itu pula Sagara merasakan perasaan asing yang bisa dibilang jatuh cinta. Sagara selalu berdebar hanya dengan melihat senyum Ziva. Sagara juga selalu suka bagaimana cara Ziva tertawa. Dan Sagara selalu ikut merasakan kesedihan perempuan itu saat melihat Ziva menangis.

Sagara selalu menemani Ziva menangis di taman belakang fakultas, meski hanya duduk di samping perempuan itu tanpa mengeluarkan suara. Menghibur Ziva dengan caranya sendiri. Sagara tidak peduli Ziva membandingkan cara menghibur antara dirinya dan Altair. Meski Ziva selalu kesal dengan cara menghibur Sagara dan berakhir akan mengusirnya, Sagara tidak pernah pergi seperti yang Ziva minta. Sagara hanya tak bisa membiarkan Ziva berduka sendirian. Apapun akan Sagara lakukan demi bisa membuat Ziva kembali tersenyum.

Jika ditanya sakit atau tidak mengetahui fakta bahwa Ziva menyukai Altair yang notabenenya teman dekat Sagara, maka jawaban Sagara iya. Namun, Sagara tidak akan memaksa. Dia hanya bisa mencintai Ziva dalam diam. Berusaha selalu ada di samping Ziva suka maupun duka. Dengan dalih selalu menunjukkan wajah datar dan nada ketus agar Ziva tidak tahu kalau Sagara begitu senang ada di dekatnya. Dan selalu bersikap seolah cuek padahal Sagara begitu peduli padanya.

Munafik jika Sagara tidak menginginkan Ziva. Sagara kira, saat Ziva melihat Altair berciuman dengan Aurora di hadapannya langsung, Ziva akan menyerah dan menoleh padanya. Namun, Sagara salah. Yang dilakukan Ziva benar-benar membuat hati Sagara hancur apalagi mengetahui bahwa perempuan itu tengah mengandung anak Altair. Yang bisa Sagara lakukan saat itu hanyalah mengikhlaskan dan mencoba menguatkan hati kalau Ziva bukanlah jodohnya.

Tapi, sepertinya Tuhan berpihak padanya. Mengetahui Altair tidak ingin tanggung jawab dan malah menikah dengan Aurora hingga membuat Ziva terlihat kehilangan arah, benar-benar membuat Sagara marah. Dia tidak bisa membayangkan Ziva berjuang sendiri mempertahankan janinnya. Meski tahu semua itu bukan sepenuhnya salah Altair, Sagara tidak membenarkan keputusan Altair. Dia juga sempat memberikan bogeman mentah dan memaki Altair sebelum datang pada kedua orangtuanya untuk meminta restu menikahi Ziva.

Figuran WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang