31. Mulai Bergerak?

14.1K 692 2
                                    

Malam berikutnya.

"Sagara!" Ziva menuruni anak tangga dengan wajah cemberut kesal. Dia menghampiri Sagara yang duduk di ruang ramu bersama laptopnya, terlihat tengah mengerjakan sesuatu.

"Kerjaannya masih banyak?" tanya Ziva.

"Dikit lagi,"

Ziva mengangguk paham. Dengan wajah mengantuknya, Ziva masuk di antara celah-celah tangan Sagara yang tengah mengetik, kemudian duduk di pangkuan nya. Ia sempat mengambil kecupan di pipi cowok itu sebelum memeluk leher Sagara dan menaruh sisi kepalanya di lengan sang suami.

"Kamu udah ngantuk?" tanya Sagara tanpa menatap Ziva.

"He'um," Dia menatap Sagara, sejenak Ziva terpesona dengan rahang tegas cowok itu. Namun, jika rahang itu sudah mengeras, lain lagi ceritanya. Ziva jadi ketar-ketir.

"Ayo tidur," ajak Sagara kemudian beralih membelit pinggang Ziva dengan kedua tangan. Ia menunduk untuk menatap Ziva.

"Kerjaan kamu gimana? Udah selesai?"

"Belum,"

"Beresin dulu, aku nggak apa-apa kok nunggu,"

"Nggak apa-apa, bisa di lanjut besok." Ziva menggeleng kuat saat Sagara ingin mengangkatnya untuk pergi menuju kamar.

"Tanggung, tau. Ayo, aku temenin." kata Ziva kekeuh.

Sagara mengangguk. "Tidur aja kalau ngantuk," kata nya membiarkan Ziva tetap dalam posisinya.

Ziva kemudian memperhatikan layar laptop. Sebenarnya dia mengerti, mengingat Ziva Kanaya dan Sagara dulu nya satu jurusan dan kelas. Namun, dia nyaman dengan posisinya kini. Sungguh, tidak ada tempat paling nyaman untuknya saat ini selain mendekap dan dekapan Sagara. Karena Sagara adalah rumah paling nyaman untuknya.

Tatapan Ziva lantas teralih pada ponsel Sagara yang tergeletak di meja sebelah laptop. Ia lalu sedikit beranjak untuk mengambilnya.

"Aku pinjam ya?" tanya Ziva meminta izin. Tahu kalau Sagara tidak pernah keberatan Ziva memainkan barang-barangnya, Ziva segera membuka ponsel cowok itu berniat main game selagi menemani Sagara menyelesaikan pekerjaannya.

Ponsel Sagara kini dipenuhi oleh banyak game mulai dari yang online sampai yang offline. Tentu saja semuanya Ziva yang meng-install. Karena Ziva jarang bermain ponselnya sendiri sebab Sagara membatasi, Ziva jadi sering memainkan ponsel Sagara.

Baru saja hendak bermain, satu notifikasi pesan masuk mengalihkan perhatian Ziva. Ia lantas membukanya dan seketika terbelalak melihat isi pesan dari nomor tak di kenal itu.

Ziva refleks menutup mulutnya, matanya bergetar menatap pesan berupa sebuah foto itu.

"Siapa?" tanya Sagara tanpa mengalihkan pandangannya dari laptop. Dia juga mendengar notifikasi pesan itu.

"H-hah? Oh, bukan siapa-siapa kok," jawab Ziva gugup. Dia segera keluar dari aplikasi pesan.

"Jangan bohong," ujar Sagara datar. Fokusnya kini tak lagi pada laptop, melainkan pada Ziva yang mencoba menutupi wajahnya dengan ponsel. Sagara tahu kalau Ziva mencoba berbohong.

Biasanya Ziva akan langsung menjawab siapa yang mengirim pesan. Atau bahan dia akan memberitahu Sagara langsung jika ada pesan masuk di ponselnya. Maka dari itu, sangat aneh Ziva terdengar seperti mecoba menutup-nutupi. Terlebih dengan nada gugup.

"Aku nggak bohong," cicit Ziva.

"Siapa?" kata Sagara mengulang dengan melembut.

"Bukan siapa-siapa. A-aku mau ke kamar aja,"

Figuran WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang