14. Bayangan Menyakitkan

47.6K 3.6K 586
                                    

Happy Reading <3
Enjoy!

***

Chapter 14. Bayangan Menyakitkan

Yang paling sering di rasakan ibu hamil saat usia kandungannya masih muda biasanya kelelahan. Terutama mual, muntah dan pusing. Terlebih di pagi hari. Semua itu sama dengan yang di alami Ziva. Ia mengalami yang namanya morning sickness yang membuat Ziva harus bolak-balik ke kamar mandi hanya untuk muntah.

Ia bahkan tidak sempat membuatkan sarapan untuk Sagara. Namun, Sagara sama sekali tidak masalah. Dia bahkan memutuskan untuk tidak berangkat kerja karena khawatir pada Ziva yang terus saja mual-mual dan pusing. Padahal Ziva mengatakan akan baik-baik saja di rumah. Tapi, Sagara tetap kekeuh. Mau tidak mau Ziva mengalah.

Ziva juga jadi menemukan sesuatu yang baru dari Sagara. Cowok itu tidak bisa di bantah jika sudah membuat keputusan. Ziva hanya bisa menurut. Sagara seperti itu pasti karena khawatir. Ini juga demi kebaikannya, jika terjadi apa-apa Sagara bisa dengan sigap membawanya ke rumah sakit bila cowok itu stay di rumah.

Hari itu, Liam dan juga Mami datang berkunjung ke rumah. Ziva terlihat senang dengan kedatangan mereka. Ziva langsung berhambur ke pelukan Mami nya sebab sudah rindu. Sesuai ucapan Liam hari itu, sang Mami yang akan datang mengunjunginya.

“Apa kabar, sayang?” tanya Maharani, Mami Ziva dan juga Liam.

“Baik, Mi. Cuma pas pagi aku mual-mual parah,” jawab Ziva sambil cemberut.

Maharani tertawa. “Wajar dong, sayang. Kamu, 'kan lagi hamil muda. Lama-lama juga berhenti kok,”

Liam berdecak. “Ini akibat masih bocil tapi pengen punya anak.”

Ziva mendelik. “Daripada lo, udah tua tapi belum punya istri. Mau jadi bujang lapuk lo?!”

“Sembarangan lo. 28 tahun masih muda. Kalo tua tuh, kayak Papi!” kilah Liam, membuat Maharani tertawa.

“Udah, berantem terus.” lerai Maharani. Ia menatap Sagara yang duduk di sebelah Ziva. “Bagaimana kabar kamu, Sagara? Baik?”

Sagara tersenyum tipis sambil mengangguk. “Baik, Mi.”

“Ziva suka ngerepotin kamu nggak?” tanya Maharani, membuat Ziva melotot terkejut ke arahnya.

“Mami apaan nanya kayak gitu?! Aku nggak repotin Sagara kok! Iya 'kan, Ga?” Ziva menoleh pada Sagara. Dia mencubit pinggang Sagara pelan dengan mata melotot kecil, sebagai bentuk peringatan agar Sagara tidak mengaku kalau Ziva merepotkannya tadi pagi, sampai minta-minta gendong. Dia akan sangat malu nanti. Terlebih ada Liam. Cowok itu pasti akan meledeknya.

Sagara menoleh pada Ziva. Ia mengelus rambut Ziva pelan. “Nggak, Mi. Cuma agak manja,”

Ziva cengengesan saat Maharani menatapnya. Begitupun Liam yang mendengkus. Bukan, Maharani bukannya marah, sebelumnya Ziva tidak pernah bersikap manja di rumah, bahkan ketika Liam melakukan segala cara agar Ziva setidaknya bergantung padanya. Itu sedikit membuat Maharani dan Liam merasa iri. Ziva tidak pernah bersikap manja pada mereka berdua. Padahal mereka sangat ingin.

“Kalau Ziva minta yang aneh-aneh, nggak perlu kamu turuti ya, Ga.” ujar Maharani.

“Nggak pa-pa, Mi. Sagara nggak keberatan,” balas Sagara.

Liam berdecak pelan saat melihat Ziva menyandarkan kepalanya dengan nyaman ke lengan Sagara. Ziva tidak pernah melakukan itu padanya selama ini. Membuat Liam benar-benar merasa iri.

“Dih, bocil.” cibirnya, membuat Ziva menjulurkan lidahnya mengejek.

Maharani kemudian mengajak Ziva untuk berbicara berdua di kamar. Sementara Sagara dan Liam di tinggalkan di ruang tamu. Biarkan saja lah, agar Sagara dan Liam lebih dekat.

Figuran WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang