43. Keadaannya

11.4K 516 1
                                    

Mendengar kabar kalau Sagara mengalami kecelakaan, tentu saja membuat Ziva lemas saat itu juga. Dengan tubuh yang gemetar karena ketakutan, Ziva berlari kecil menyusuri lorong rumah sakit menuju UGD untuk menghampiri kedua orang tua Sagara yang sudah lebih dulu ada di sana. Pikiran buruk terus saja menyerang kepalanya, membayangkan kondisi Sagara jauh dari kata baik. Ziva takut kalau ada banyak kemungkinan buruk yang terjadi pada Sagara nantinya.

"Bunda!"

Arumi menoleh mendengar panggilan dengan suara bergetar itu. Dia berdiri dari duduknya untuk menghampiri Ziva dan memeluknya.

"Bunda, Sagara gimana?" tanya Ziva menahan isak tangis.

"Masih di tanganin sama dokter. Tadi dokter sempat keluar, katanya Sagara butuh donor darah segera."

"Terus gimana? Udah nemu pendonornya?" Kepanikan tidak dapat Ziva hindari.

"Udah ada ayah. Ayah lagi donorin darahnya buat Sagara. Kamu tenang dulu ya, duduk dulu," Arumi membawa Ziva untuk duduk di kursi panjang depan ruang UGD.

"Sya, kamu ke kantin, beliin Ziva minum," kata Arumi langsung di angguki Syakira. Dia tahu kalau Ziva tidak dapat menahan rasa shock nya.

Ziva menunduk sambil meremas kuat tali sling bag dengan jantung berdebar kencang. Kabar kecelakaan ini membuatnya merasa Dejavu. Bayang-bayang saat dirinya mengalami hal yang sama kembali terlintas di ingatan nya. Mendengar kalau Sagara sampai butuh donor darah sudah pasti keadaannya parah. Ketakutan akan ada banyak kemungkinan buruk pada Sagara itu semakin besar. Dia menggosok kedua lengannya yang terasa dingin dengan helaan napas panjang berusaha mengendalikan dirinya.

Pasti rasanya sangat menyakitkan. Ziva saja saat itu benar-benar sudah pasrah pada semuanya. Dia berpikir hari itu mungkin ajalnya suda datang. Seluruh tubuhnya terasa remuk dan jiwanya terasa di tarik paksa keluar dari dalam raga sebelum dirinya kehilangan kesadaran.

"Sagara anak yang kuat. Bunda yakin Sagara pasti bisa ngelewatin ini semua," kata Arumi dengan senyum tipis sehingga Ziva mendongak, menatapnya sendu. Mata Ziva sudah basah oleh air mata.

Tidak ada yang tidak terguncang dengan kabar ini. Arumi pun sebenarnya takut. Namun jika ia terlarut dalam ketakutannya, siapa yang akan menenangkan kedua putrinya?

"Kita berdoa aja ya, biar cepat dapat kabar baik dari dokter." lanjut Arumi.

Ya, yang bisa ia lakukan kini adalah berdoa pada yang kuasa dan menunggu apapun kabar dari dokter. Dan Ziva harap apapun kabarnya, itu adalah kabar yang terbaik untuk Sagara.

Tak lama dari itu, Syakira datang di susul Bram yang menghampiri Arumi. Wajahnya cukup pucat serta di bagian lengannya tertempel plaster. Sehingga Ziva menoleh dengan tatapan penasaran.

"Kak, minum dulu,"

Syakira menyodorkan sebotol air mineral pada Ziva. Gadis itu juga terlihat lesu. Setelah Ziva meminum air mineral itu, dia memberikannya pada Syakira. Ziva tahu kalau dia juga ketakutan.

Syakira merengut pelan setelah menenggak air. Sehingga Ziva menatapnya heran sekaligus penasaran, dia terlihat kesal.

"Kamu kenapa?" Ziva bertanya tentang sikap Syakira barusan.

"Kesel sama Bang Saga." decak Syakira. "Dia oon banget."

Ziva speechless. "O-oon?"

Syakira mengangguk dengan wajah sedih. "Kalau nggak oon, dia nggak mungkin ceroboh sampai kecelakaan kayak gini. Buat Bunda khawatir aja. Pokonya nanti kalau udah sadar, Sasa mau pukul dia,"

Ziva tersenyum tipis. Ia tahu, Syakira berusaha menutupi kesedihannya dengan cara seperti itu. Ziva tahu kalau jauh dalam lubuk hatinya, Syakira khawatir. Terlihat dari matanya yang berkaca-kaca serta suaranya yang bergetar saat berbicara demikian.

Figuran WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang