Kedatang Ziva di kantornya pada siang itu berhasil mengejutkan Liam. Wajah Ziva sumringah sekali saat melihatnya, seolah bahagia karena dia sudah lama tak bertemu Liam.
"Abang!" Ziva menyapa begitu gembira. Dia juga memeluk Liam sehingga cowok itu tertegun di tempatnya. Sementara itu, Ziva menangis diam-diam, rindu sekaligus tidak menyangka cowok galak ini ternyata kakak kandungnya.
Liam membalas pelukan Ziva erat. Keduanya terlihat seperti sedang reuni. Dia juga mengecup pucuk kepala Ziva lembut, dan ternyata dia tidak marah padahal sebelumnya Ziva begitu tidak mau melakukan skinship sebagai sibling dengannya. Hal itu membuat Liam bahagia luar biasa. Dia seperti mendapatkan kembali apa yang dulu sempat hilang di hidupnya.
Ziva melepaskan pelukan setelah menghapus air mata yang mengalir di pipi. Ia tersenyum lebar pada Liam sampai matanya menyipit.
"Lo bahagia banget kayaknya. Kenapa? Baikan sama Sagara?" tanya Liam.
"Baikan sama Sagara soon," kata Ziva kemudian terkekeh pelan. "Tapi kalau bahagia, bener banget. Gue bahagia sekaligus kangen, kangen banget sama lo!" Ziva beranjak memeluk Liam lagi tapi kali ini sambil jingkrak-jingkrak pelan.
Liam tertawa. Ia seperti melihat Ziva kecil tapi versi dewasa. "Udah, lo lagi hamil, nggak baik loncat-loncat gitu," katanya menghentikan Ziva. "Beberapa hari lalu, lo ketemu gue, 'kan? Nggak biasanya lo kangen gue."
Ziva lantas termenung. Wajahnya berubah jadi murung. "Ini gue nggak di suruh duduk? Pegel tau,"
Liam mendengus geli. Padahal Liam sudah khawatir Ziva tersinggung karena perkataannya. Ia lantas mengajak Ziva untuk duduk di sofa ruangannya.
"Bawa apa?" Liam menatap paper bag milik Ziva yang di letakan di meja.
"Oh, ini." Ziva meraih paper bag itu, kemudian mengeluarkan isinya dari dalam sana. "Gue bawa jelly yang suka kita makan pas masih kecil,"
Liam menegang. Cowok itu menatap Ziva lekat sekali. "Lo ...." Liam sampai bingung harus beraksi seperti apa. Apa Ziva sudah mendapatkan ingatannya kembali?
Ziva mengangguk seolah mengerti reaksi terkejut Liam. Ia lantas tersenyum sendu. "Gue, udah inget semuanya."
Selanjutnya Ziva tersentak karena Liam menariknya kembali kedalam pelukan. Sangat erat sampai Ziva rasanya ingin remuk. Ia mengerjapkan mata kala merasa badan Liam bergetar. Cowok itu terlihat ketakutan.
"Lo baik-baik aja 'kan?"
Ziva tersenyum kemudian menepuk pelan punggung Liam berusaha menenangkan. "I'm fine." Ia meraih kepala Liam yang tenggelam di lehernya. "Don't worry."
Liam menggeleng. "Apa yang selama ini Papi lakuin ke lo, it's because of me, Ziva. Semua luka yang Papi kasih, itu karena keegoisan gue. Lo boleh benci gue. Karena mungkin cuma itu yang cukup buat bayar semua rasa sakit lo,"
Ziva menggeleng kuat, membantah keras ucapan Liam. "This is not your fault. Justru karena gue. Karena gue lo harus rela ngubur dalam-dalam semua cita-cita lo,"
Liam menunduk sambil memejamkan matanya erat. Ya, Adipati bisa sekeras itu pada Ziva karena keegoisannya. Karena sikap keras kepalanya, Ziva jadi korban pelampiasan Adipati. Adipati ingin dirinya jadi penerus perusahaan keluarga. Tapi Liam menolak karena berbisnis bukanlah minatnya. Ia ingin jadi dokter. Dengan segala sikap keras kepalanya, Liam tetap mempertahankan cita-citanya dan terus membantah Adipati.
Sehingga Adipati memutuskan untuk menjadikan Ziva sebagai penerus perusahaan keluarga. Dia bahkan mengabaikan ancaman Adipati: Akan mendidik Ziva dengan cara yang amat keras dan bahkan tak segan-segan melukainya sampai Liam mau patuh dengan keinginannya. Karena terus mempertahankan egonya, Liam membiarkan Ziva tersiksa bertahun-tahun dibawah didikan tak manusiawi Adipati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Figuran Wife
AcakTransmigration Story. Cheryl Aubie, gadis yang baru saja lulus SMA itu tiba-tiba saja terbangun dalam raga antagonis novel yang hamil dan terpaksa menikah dengan seorang figuran karena ayah dari anak yang di kandung nya tidak mau tanggung jawab. ***...