37. Salah besar

11.4K 564 4
                                    

Dibantu Sagara, Ziva mengeluarkan semua belanjaan dari plastik untuk dimasukkan ke dalam kulkas. Benar-benar banyak, Sagara se royal itu apalagi jika urusan menghamburkan uang. Sampai belanjaan yang sebenarnya tidak benar-benar di butuhkan, dia tetap membelinya.

"Va, tadi beli tepung 'kan?" tanya Sagara.

"Beli. Kenapa?"

"Aku tiba-tiba pengen cupcake,"

Ziva mengangguk mengerti. "Yaudah, kita buat bareng-bareng aja gimana?"

"Boleh."

Selesai memasukkan bahan masakan ke dalam kulkas, Ziva segera menyiapkan semua bahan dan alat untuk membuat cupcake ke meja pantry.

"Aku harus ngapain?" tanya Sagara.

"Pecahin telur aja dulu deh,"

Sagara mengangguk. Namun, sebelum itu, dia menarik kursi mini bar ke arah Ziva. "Kamu duduk, kata Bunda kalau lagi hamil nggak boleh kelamaan berdiri,"

Ziva tersenyum malu-malu kemudian duduk di kursi yang sudah Sagara arahkan. Ah, kenapa dia begitu perhatian sih? Bagaimana tidak semakin cinta ia padanya?

Seperti yang di arahkan Ziva, Sagara mulai memecahkan telur. Meski sedikit kesusahan, dia tetap melakukannya dengan baik. Wajah seriusnya itu membuat Ziva mendengus geli. Padahal hanya memecahkan telur, tapi kenapa Sagara bersungguh-sungguh sekali sih?

"Terus apalagi?" tanya Sagara selesai memecahkan beberapa butir telur ke dalam mangkuk kaca.

"Potong strawberry. Jangan kecil-kecil ya, buat topping soalnya,"

"I see."

Sambil mengaduk adonan, Ziva kembali memperhatikan Sagara. Diam-diam dia mengagumi Sagara untuk yang kesekian kali. Meski terkesan amatir dan belum cekatan, Sagara melakukan pekerjaannya dengan konsisten dan bersih. Untungnya Sagara masih punya kekurangan, coba kalau tidak? Ziva jadi bingung harus mengagumi sisi Sagara yang mana lagi.

Sudah tampan, pintar cari uang, sayang keluarga, sayang istri. Ah, Sagara Pradipta adalah definisi menantu idaman para ibu. Dan untungnya ia di takdirkan menjadi suaminya, bukan yang lain.

Ziva tertawa kala melihat video balita sedang bermain bersama kucing di media sosial. Keduanya sedang menunggu cupcake selesai di panggang.

Ia menunjukkan nya pada Sagara sambil tertawa geli. "Lucu ya, Ga? Baby kalau udah lahir pasti kayak dia,"

"Pasti. Orang mamanya juga lucu," balas Sagara.

Ziva mengibaskan rambutnya pelan dengan wajah sombong. "Iya dong. Pasti baby lucu kayak mamanya."

"Nggak, baby pasti ganteng kayak aku."

"Ganteng? Emang kamu mau baby cowok?"

"Nggak juga. Mau cewek ataupun cowok," Sagara sempat memberi kecupan di pipi Ziva sebelum melanjutkan. "Yang penting pas lahir baby sama mamanya sehat."

"Iya sih. Tapi aku maunya cewek kalau bisa. Biar bisa aku dandanin, terus aku pakein baju-baju yang lucu. Abis itu nanti kita quality time berdua deh,"

Karena ia, ingin memberikan apapun yang tidak bisa ia dapatkan dari orangtuanya, lewat anaknya nanti. Ia tidak ingin anaknya bernasib sama seperti dirinya.

Ziva menatap aneh dengan plating an Sagara. Biasanya menaruh whipcream berbentuk seperti eskrim cone, mengerucut ke atas, Sagara malah memenuhi seluruh permukaan atas cupcake dengan bulatan whipcream.

"Kamu lagi gambar apa sih itu, Ga? Aneh banget."

"Tomat."

Ziva mendengus jengah. Lagi lagi tomat. Memang benar Sagara itu bucin tomat. Tapi dia tidak mau mengaku. Oke, Ziva baru sadar kalau selama ini ia memiliki orang ketiga dalam rumah tangganya.

Figuran WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang